dua puluh dua

338 48 0
                                    


Sepeninggal Lisa yang pergi bersama teman- temannya, Mona hanya duduk di sofa ruang tengah.

Matanya menelisik rumah yang sudah lama ia tinggalkan semenjak insiden itu. Sejujurnya ia penasaran, dimanakah sosok yang menjadi penyebab ia dan Lisa bertengkar malam itu.

Dan mumpung Lisa sedang pergi, Mona memutuskan untuk mencari. Karena entah mengapa, semua mereka yang terlampau seram, hanya menunjukkan eksistensinya pada malam hari.

Pertama, Mona berjalan ke arah kamarnya. Dari hari pertama ia sampai, ia hanya menemui sosok anak kecil perempuan pucat di bawah kolong tempat tidur Lisa.

Anak kecil yang selalu mengetuk ranjang kayu Lisa dengan kode " tolong" setiap pukul 2 malam.

Anak kecil itu juga selalu bergumam tak jelas yang terkadang membuat Mona harus menggertak anak itu agar diam.

"Excuse me, Jany?" Ujar Mona pelan seraya melongokkan kepalanya ke kolong ranjang Lisa.

"Ouch, you scared me, Jany," Mona tersentak mundur kala wajah pucat Jany, nama anak perempuan itu muncul tepat di depan wajahnya.

"Mmm so- sorry mmm,"

Mona mengangguk. "Gak papa, aku boleh nanya gak?"

Jany mengangguk. Masih dengan wajah pucat tepat di bibir kolong ranjang.

"Tau kemana perginya dia gak? Yang waktu malam itu hampir bawa pergi Lisa,"

Jany menggeleng lalu beringsut mundur. Seperti takut.

"Eh, kenapa? Jany?"

Mona mengintip lagi, namun bukannya mendapati wajah pucat lemas milik Jany, ia malah mendapati wajah marah dengan mata merah yang melotot.

"GO AWAYY!!"

"OH GOD!" Pekik Mona.

Sosok Jany, ia sedang marah. Dan Mona tak tahu kalau Jany bisa semengerikan itu saat marah.

Mona menghela nafas pelan. "Okay, gakpapa kalau gak mau ngasih tau, aku bakal cari sendiri."

Mona segera keluar dan menutup pintu. Sudah delapan belas tahun melihat hal aneh dan mengerikan bagi manusia pada umumnya tetap saja membuatnya takut.

Apalagi saat mereka yang biasanya terlihat biasa, malah menampakkan sosok menyeramkan lain dari diri mereka.

"It's okay Mon, ada yang lebih mengerikan kok dari pada hantu,"

"Apa?"

"ASTAGA!!"

Mona memekik tatkala seorang anak laki- laki pucat muncul dari arah belakangnya.

"Oh, kaka bisa liat aku? Yes! Thanks God,"

Mona masih menatap heran sosok didepannya ini.

Wajahnya sedikit ada unsur barat, rambut pirang dengan aksen english amerika yang kentara.

"Kamu- siapa? Darimana?" Pasalnya, ia baru kali ini melihat si bocah laki- laki berbaju seragam baseball ini.

"Kenalin kak, aku Eric." Katanya sambil mengulurkan tangannya. Mona hendak membalas tapi kan, Eric hantu...

"Oh aku lupa, i'm untouchable boy, so sad."

"Kamu darimana?"

Eric tampak berpikir. "Dari tadi"

Mona berdecak. Kenapa hantu bisa semenyebalkan ini sih!

"Oh okay sis okay, aku datang dari ujung jalan situ, tadinya aku sudah masuk ke rumah- rumah buat nyari orang yang bisa lihat aku, dan akhirnya aku sampe ke sini,"

Mona mengernyit. "Buat?"

Jangan bilang minta tolong, batin Mona.

"Mau minta tolong,"

Tuh kan.

Sister; LalisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang