Mona sedang berkutat didapur. Membuatkan Lisa bubur karena sedang demam. Entahlah, seingat Mona, semalam Lisa baik-baik saja. Apa karena takut?
Mona mulai menyalakan kompor.
Tak tak tak
"Gasnya habis ya," ujarnya bermonolog.
Ia lalu memeriksa gas. Dan ternyata memang habis. Ia lalu mencari di sekeliling dapur barangkali ada gas cadangan. Namun nihil. Ia melepas apronnya dan keluar dari dapur.
"Lisa,"
Lisa menoleh. Wajahnya pucat dan terlihat lemas.
"Kenapa mon,"
"Gas ditaruh dimana ya Lis? Atau harus beli ?"
"Gas nya abis?"
Mona mengangguk. "Biasanya sih ada gas cadangan di deket pintu dapur. Tapi,-
Oh, terakhir diambil ayah buat temennya, pake kompor minyak aja Mon"
"Minyaknya ada gak?"
Lisa menggeleng."di kompor gak ada tapi kalo digudang ada"
"Ya udah, aku ambil ya"
Mona berjalan menuruni tangga. Tangan kanannya meraba dinding sedangkan tangan kirinya memegang senter. Karena lampu di tangga menuju gudang mati. Mona menghela napas menatap pintu kayu didepannya.
Ia lalu memutar kunci dan membuka pintu itu. Gudang itu lumayan rapi.
"Ayah rajin banget"gumamnya.
Ia lalu mulai mencari minyak tanah. Beruntung, ayah menaruh jerigen minyak di samping lemari dan menamai mereka. Jadi Mona tidak kebingungan.
Mona mengambil satu jerigen kecil lalu berbalik untuk kembali. Ia menghentikan langkahnya saat bunyi engsel tua menyapa pendengarannya.
Mona menutup mata. Hawa disini mendadak dingin. Memang sejak awal masuk ada 'mereka', tapi saat hawanya seburuk ini, 'mereka' mendadak hilang.
Perlahan mona membuka mata. Ia melihat apa yang ada dibelakangnya melalui pantulan kaca disamping pintu.
Lemari tua yang perlahan membuka. Menimbulkan bunyi derit yang menakutkan.
Krieet
Mona masih mematung. Menunggu apa yang akan terjadi.
Brak
Mona reflek menutup mata. Lalu menoleh ke samping kiri. Sebuah figura usang yang jatuh.
Ia masih terdiam. Menatap figura itu lalu, -
"Aakh!!"
menatap kaca itu kembali.
Dengan sosok menyeramkan yang berdiri dibelakangnya.
Menyeringai