dua puluh tiga

643 47 5
                                    

"Sorry for say this, Eric. Tapi kakak punya hal lain yang harus kakak kerjakan," tolak Mona halus.

Eric terlihat sedih. "Please, kak. Kakak satu- satunya harapan terakhir aku, sebelum aku benar- benar pergi."

Mona menghela nafas gusar. Yah, Eric bukanlah yang pertama mengatakan bahwa Monalah harapan terakhirnya. She had heard it hundreds of times in her life.

Mendengar permintaan tolong mereka yang sudah tak memiliki raga untuk melakukan hal yang mereka ingin lakukan untuk yang terakhir kalinya.

Wajah muram Eric membuat Mona goyah. "Kamu mau kakak ngapain?"

Mendengar itu Eric yang tadinya menunduk langsung menatap Mona semangat.

"Beneran mau bantu aku?"

Mona mengangguk. "Apa?"






















"Kakak kembar sama kakak yang cerewet itu? Yang temennya si cowo yang gak kalah cerewet itu?"

Mona saat ini hanya bisa menahan kesal mendengar celotehan Eric sedari tadi. Karena begitu Mona menyetujui permintaan Eric-yang akan Mona kerjakan besok- Eric bersikeras untuk mengikuti Mona dengan alasan menemani Mona agar tidak kesepian.

Excuse me, boy, Mona dari tadi gak sendirian tuh. Banyak kok dari yang merayap di langit- langit rumah sampai yang bermain hide and seek diantara gorden gorden rumah.

"Sebenernya kakak nyari apa sih?"

"Sstt,"

Mona mengisyaratkan Eric untuk diam. Entah, Mona seperti mendengar sesuatu.

Sesuatu yang berlari kecil di lantai bawah.

"Tikus kali ya?" Ujar Eric sambil bergerak ke belakang Mona.

"Eh, kamu sembunyi?"

Eric mengangguk kecil membuat Mona terkekeh kecil.

"How can?"

Eric mendengus."Listen sis, until this moment i still didn't think that I was dead, an- and i still don't want it to."

"Ric,"

"I'm still fifteen years old and i die? Seriously? I still want to be a professional baseball athlete, I want to make my parents happy, spend the time with the people I love, and until whenever it won't be realized,"

"And I wandered instead, met many horrible ugly ghost. Damn bad,"tambahnya.

"Don't forget you're ghost too,"

Eric mengangguk. "Tapi aku gak jelek,"

Mona memutar bolamatanya malas. "Ya, kamu hantu paling tampan yang pernah aku liat,"

"Beneran? Hehe,"

Mona mengangguk. "Nah, kamu denger gak suara apa itu?"

"Langkah kaki?"

"Kamu sudah ketemu siapa aja di rumah ini?"

"Baru bibi di dapur. Cantik dan ramah, hehe aku gak takut."

Mona hanya meringis. Bibi yang di dapur itu, seram. Entah bagaimana bisa Eric menyebutnya cantik.

Tangan Mona menyentuh pagar pembatas tangga. Melongokkan kepalanya ke arah bawah, ke lantai satu.

Di lantai satu terdapat ruang tamu, ruang keluarga, kamar orang tua, dan dapur serta satu kamar mandi.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 06, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sister; LalisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang