Eps. 6. Good News

52 13 0
                                    

"Kabar baik!" ucap Jee dengan berseri-seri. Micha menghentikan aktivitas merebus ramyunnya. Jee membawa Eri di gendongannya. Memeluknya erat sambil berputar beberapa kali. Sampai gadis cilik itu nampak pusing.

"Appa! Appa kenapa?" pekik Eri. Jee menatap gadis cilik itu sambil tersenyum manis. Dia mengecup beberapa kali bibir putrinya. Micha menyunggingkan senyuman tipis ketika melihat mereka. Manis sekali interaksi mereka.

Dia memandang dengan tatapan kosong rebusan ramyunnya. Apakah dia punya sosok ayah yang seperti Jee? Seperti apa rupa keluarganya? Apakah mereka menyayanginya?

Dia menggelengkan kepalanya mengenyahkan pikiran-pikiran tentang keluarganya. Kata dokter, dia tidak boleh berpikir terlalu keras untuk mengingat masa lalunya.

"Kau duduk dulu ya Eri? Pinggang appa pegal," ucap Jee kemudian menurunkan Eri. Sejenak dia mengurut kecil pinggangnya. Efek tidak pernah olahraga. Tulangnya jadi kaku semua. Jee duduk sambil menormalkan pernapasannya.

"Tebak sesuatu Eri," ucap Jee dengan sumringah. Eri nampak memejamkan mata sambil mengetukkan jari telunjuknya ke dahinya. Gadis cilik itu tampak berpikir keras. Sedangkan Jee belum menyurutkan senyumannya.

"Apa ya? Aku jadi bingung," ucap Eri sambil mempoutkan bibirnya lucu. Jee terkekeh-kekeh. Micha menyodorkan dua mangkok ramyun yang tadi dia masak.

"Terima kasih," ucap Jee. Micha melotot. Dia segera menepis tangan Jee yang ingin mengambil mangkuk ramyunnya. Jee mengelus tangannya yang ditepis Micha tadi. Dia memasang raut tidak suka. Apa-apaan ini?

"Apa-apaan? Ini untukku. Kau buat sendiri saja sana! Kau masih punya tangan dan kaki kan?" ucap Micha pedas. Jee menggebrak meja makan membuat Eri terlonjak kaget. Gadis kecil itu nampak terusik dengan pertengkaran dua orang dewasa itu.

"Appa! Micha eonni!" teriak Eri keras. Dua onggok manusia itu memandang Eri dengan cengengesan sampai netra mereka bertemu lagi. Mereka saling melotot satu sama lain.

"Tolong diam! Aku masih berpikir sekarang," ucap Eri serius layaknya orang dewasa. Mereka tidak menghiraukan ucapan gadis kecil itu. Masih berpandngan dengan sengit.

Mungkin jika mereka sedang dalam cerita komik, mereka akan digambarkan dengan sosok dua manusia yang berpandangan sampai kedua matanya mengeluarkan garis-garis laser.

"Sudahlah. Kau membuat mood ku buruk saja. Padahal tadi... Ups! Oh iya! Kalian sedang menebak!" ucap Jee. Micha tetap memberikan tatapan tajamnya. Dia menggertakkan giginya geram. Bodoh!

"Bagaimana kita bisa menebak jika kau tidak memberikan petunjuk apapun bodoh!" ucap Micha sambil menoyor kepala Jee beberapa kali. Jee mencibir dalam hati. Gadis sialan!

"Ya! Ya! Tiga bulan di sini membuatmu semakin berani padaku ya?!" gertak Jee. Pria itu menatap Micha tajam. Micha juga tidak mau kalah. Dia memajukan badannya seolah menantang Jee.

"Memangnya kenapa? Mau protes?" tantang Micha. Wah! Menantang ya? Belum pernah tau rasanya diusir ini. Jee berapi-api.

"Ya! Kau lupa sedang ada di mana? Aish! Wanita ini!" Jee menggertakkan giginya. Micha melotot. DIA MASIH GADIS!

"Ya! Aku masih gadis!" ucap Micha. Jee melototinya. Sedangkan Eri hanya duduk manis sambil memakan ramyunnya. Seolah pertengkaran ayahnya dan Micha adalah sebuah pertunjukan. Pertunjukan sambil memakan ramyun boleh juga.

"Ya ya ya. Untung kau yang menyarankan itu. Kalau tidak, pasti sudah angkat kaki dari rumahku," cibir Jee pedas. Michamengernyitkan alis bingung. Dia memikirkan kembali perkataan Jee. Dia... Benarkah?!

"Ya!" Micha menggebrak meja dengan keras sampai Eri terkejut kemudian tersedak kuah ramyun yang lumayan pedas. Micha menghampiri Eri sambil menepuk punggungnya pelan. Sedangkan Jee mengambilkan air untuk gadis malang itu.

"Appa! Micha eonni! Kalian kalau mau bertengkar jangan melibatkan aku jadi korbannya! Setidaknya biarkan aku makan dengan tenang," ucap Eri lucu sambil mempoutkan bibirnya. Keduanya cemberut.

"Iya. Maaf," ucap keduanya bersamaan. Mereka bertatapan sengit sejenak lalu mengalihkan pandangannya pokoknya tidak menatap dia! Eri menatap mereka bergantian. Memilih tidak menghiraukan mereka dan melanjutkan makan sisa ramyunnya sampai habis.

"Jadi? Apa kabar baiknya?" tanya Eri setelah bersendawa kecil. Gadis itu meraih gelas lalu meneguk air hingga tandas sambil menunggu kabar baik yang dimaksud ayahnya.

"Appa menjadi trainee di sebuah agensi! Mungkin akan segera debut!" ucap Jee semangat. Micha sudah menyangka. Sudah dia bilang kan?! Bakat tidak boleh di sia-siakan.

"Benarkah? Kau memang pantas sih kalau menjadi penyanyi. Suaramu bagus. Astaga! Tidak kukira pria galak sepertimu akan jadi penyanyi! Jalani pekerjaanmu dengan baik ya! Jangan sampai fansmu kabur karena mengetahui sifatmu yang galak!" ucap Micha sambil menepuk pundak Jee.

Jee hanya memandang datar Micha setelah mendengar ucapan setengah pujian dan setengah makian darinya. Jee melayangkan umpatannya dalam hati. Dia tidak betulan merealisasikannya. Karena, masih ada Eri di sini. Dia tidak mau putrinya mendengar kata-kata tidak beradab itu.

"Wah! Appa akan jadi penyanyi? Hebat!" ucap Eri bangga. Jee tersenyum manis sambil membawa Eri ke dalam gendongannya.

"Tapi, ingat pesan appa ya. Jangan beritahu kepada siapapun kalau appa akan jadi artis. Ini rahasia kita. Ssttt," ucap Jee sambil mengisyaratkan untuk menutup mulut. Eri mengangguk kemudian beringsut memeluk erat leher Jee.

Jee menutup matanya sambil mengelus lembut rambut dan punggung putrinya. Pikirannya melayang. Jika dia masih ada di sini, mungkin dia juga akan sangat senang.

Mengingat, jika dia juga ingin Jee menjadi seorang penyanyi.

Akan kupenuhi keinginanmu yang dulu. Tolong doakan aku dari tempatmu sana.

Gimana?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gimana?

Moga kalian suka 😊😊😊

730 Days My LadyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang