"Jee. Kau mabuk," ucap seorang pria yang tengah memapah temannya. Pria yang dipanggil Jee itu hanya mengibaskan tangannya mengelak. Padahal jelas-jelas dia mabuk karena pesta soju tadi. Hanya mabuk biasa. Bukan mabuk berat seperti yang kalian pikirkan. Dia memang tipikal orang yang tidak kuat minum.
"Tidak. Aku hanya mabuk laut. Kau tinggalkan aku. Aku ingin muntah," ucapnya sambil mengibaskan tangannya beberapa kali, mengisyaratkan untuk meninggalkan dia sendiri. Si pria tadi memandangnya dengan raut tidak terbaca.
"Yakin?"
"Iya. Sana pergi!" Jee, mendorong pria itu masuk kembali ke dalam kapal. Dia menutup mulutnya menahan muntah. Dia berlari dengan sempoyongan ke pinggir kapal kemudian memuntahkan semua isi perutnya.
Jee limbung setelahnya. Dia bersandar di dinding kapal berusaha mengatur napasnya yang terlihat agak sesak. Kemudian, mengusap kasar wajahnya dengan baju bagian dalamnya. Sejenak, dia memejamkan matanya sambil menikmati angin malam lautan lepas yang dinginnya menusuk kulit.
"Eri-ya... Tunggu appa pulang. Kita akan makan enak selama beberapa bulan," racau Jee sambil memejamkan mata. Seperdetik kemudian dia terkekeh lirih membayangkan sesosok mungil putrinya yang akan menyambutnya pulang.
Uhuk!
Jee membuka matanya. Suara apa tadi? Dia mengamati sekitarnya dengan mata sayu. Setahunya di lautan tidak ada hantunya deh. Eh, entahlah. Mungkin dia salah dengar.
"H-help."
Jee melotot. Tidak! Dia tidak salah dengar kali ini. Jee menajamkan pendengarannya. Kalau suara itu tidak muncul lagi, dia akan lari ke dalam kapal. Dia bersumpah semengerikan apapun hiu, itu dua kali lebih baik daripada hantu. Jee sudah mengambil ancang-ancang untuk pergi dari sana.
"H-help... M-me."
Uhuk!
Dengan setengah sadar, Jee berdiri untuk mencari sumber suara. Dia menyipitkan matanya apa itu? Siluet seseorang sedang meringkuk dan di kakinya tertancap sebilah pisau. Jee jadi ngeri sendiri ketika melihatnya. Dia menelan ludahnya kasar. Dia menatap takut siluet itu. Tapi, tetap berjalan mendekati siluet wanita itu dengan bertumpu pada pinggiran kapal.
"Tuhan, kumohon jangan hantu. Jangan biarkan dia menculikku. Aku masih punya anak balita yang harus aku besarkan. Tolong Tuhan," ucapnya sambil merapalkan seluruh doa dengan racauan-racauan dan gumamam tidak jelas. Semoga saja tuhan mengerti semua ucapannya.
"Hei? Gadis?"
"H–help me... Please... M–mr..."
Apa ini? Apa dia korban pembunuhan? Atau malah orang buronan? Dia bukan dari Thailand kan? Atau dia dari Korea? Menurut pengamatannya, sepertinya dia orang Korea sih. Tapi, entahlah. Dia masih setengah sadar kali ini.
Jee menampar wajahnya sendiri beberapa kali dengan keras berharap jika kesadarannya akan kembali. Dia menggelengkan kepalanya beberapa kali.
Jee melihat dan menelisik wajahnya. Dia meringis ngilu. Begitu banyak luka lebam terutama pisau itu... Menghunus dalam di kaki ramping milik gadis itu. Apa harus dia lepaskan sekarang? Jee menggeleng. Tidak! Dia harus membawanya ke dalam kapal. Dia akan lebih nyaman jika di dalam kapal yang hangat.
"Permisi, aku akan menggendongmu. Naiklah," ucapnya sambil mengisyaratkan gadis yang sedang sekarat itu naik ke punggungnya. Pria bodoh!
"Hei, ayo!" ucapnya lagi. Gadis itu tak bergeming. Jee mendecakkan lidah. Mungkin, gadis itu pingsan lagi. Tapi, tidak logis juga! Masa orang sekarat diajak bicara?!
"Aish! Untung saja menolongmu aku mendapatkan pahala," gerutunya sambil mengambil tangan gadis itu kemudian meletakkannya di antara lehernya.
Jee yang keadaannya masih setengah sadar, mulai menggendong gadis itu. Jee tidak memposisikan tangannya dengan benar sampai-sampai tangannya merosot dari bahu pria itu. Sehingga gadis itu jatuh ke belakang tetapi, kakinya masih berada di pinggang Jee.
Posisinya dia seperti diseret oleh Jee hingga ke dalam kapal. Menuruni anak tangga juga! Kalian berdoa saja agar gadis itu masih bisa bernapas dengan baik setelah ini. Dan... Berdoalah agar dia tidak gegar otak.
"Eh, kenapa tidur di bawah? Kau, tidur di kasurku. Aku akan tidur di bawah," racau Jee tidak karuan. Dia menghidupkan smarthphonenya untuk melihat jam. Dia menyipitkan matanya.
Ah, sudah dini hari ya? Apa tidak apa kalau tidur sekarang? Lalu dia? Siapa yang menjaganya? Lalu pisaunya? Dia beranjak untuk membasuh wajahnya agar dia sepenuhnya sadar.
"Hei gadis! Maaf. Jangan berteriak. Aku akan mencabut pisaunya," ucap Jee. Jee meringis melihat pisau itu yang menancap dalam di kaki gadis itu.
Jee memegang pisau itu. Dia memejamkan matanya erat sambil menggigit kuat bibirnya. Dia membuka matanya dan melirik gadis itu. Pasti sangat sakit. Perlahan Jee menarik pisau yang menghunus betis ramping gadis itu.
Agak susah si memang. Karena, daging manusia memang agak kesat dan keras. Atau mungkin itu bisa terjadi karena faktor kedalaman tusukan
Sret
"Sial! Darahnya bertambah banyak! Aduh! Kotak P3k nya mana?!" Jee kalang kabut. Dia panik sendiri ketika melihat darah yang terus keluar di bekas tusukan itu.
"Tahan! Ini agak perih," ucap Jee pada gadis itu. Nyatanya, gadis itu tidak dalam posisi sadar. Mana bisa dia mendengarkan Jee berbicara? Pria sinting!
Dan... Dengan tidak epiknya, dia langsung menuangkan cairan kuning dengan jumlah banyak ke bekas tusuk gadis itu. Dengan cepat meneteskan obat merah dan membungkus lukanya dengan kain kasa.
Jee menatap lamat gadis itu. Melihatnya, mengingatkan dia kepada putri kecilnya. Tangannya terulur untuk mengelus lembut rambut panjangnya.
"Semoga kau cepat sembuh. Sementara, kau mau ya tinggal di rumahku?" ucap Jee kemudian tersenyum tipis.
Gimana?Moga kalian suka 😊😊😊
Jee
KAMU SEDANG MEMBACA
730 Days My Lady
FanficGrizella Jane. Ya, atau yang kebih dikenal dengan sebutan Lady Jane. Siapa yang belum kenal dengan wanita itu? Sudah tersohor berkat beberapa julukannya. Seperti, Beauty Devil, Pretty Gangster, Lady Poison, Ratu Dunia Gelap dan Medusa. Pertama kali...