(END)
Dia ada, bersembunyi dibalik celah yang menatap penuh damba pada sosok tampan di depan sana. Tanpa mampu berkata, dia hanya diam bersembunyi di balik rasa suka yang membara.
Dia ingin, namun sadar bahwa dia tidak akan mampu. Namun saat rasa me...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
01.11.2020
Kaif menutup rapat pintu kamarnya sambil bergegas menghampiri Jinan yang sudah duduk di atas ranjang dengan raut wajah datar. Dia tidak tau harus memberi alasan apa atas kejadian yang baru saja mereka alami. Sungguh, rasanya dia ingin sekali memutar waktu agar mereka tidak datang ke rumah tanpa pemberitahuan terlebih dulu.
"Samai..." Panggil Kaif sambil duduk di samping Jinan.
Perempuan itu sama sekali tidak menggubris suaminya yang sudah tampak gundah dengan kediamannya. Dia juga mengabaikan tangan Kaif yang sudah menggenggam tangannya dengan erat.
"Samai..." Panggil Kaif kembali.
Kali ini dia bisa melihat jika istrinya menghela napas. Seakan saat ini istrinya tersebut sedang menanggung beban yang berat.
"Kenapa dia ada di sini?" Lirih Jinan dengan kepala menunduk.
Kaif yang cukup lega karena sudah mendengar suara istrinya memutuskan untuk beralih duduk di depan Jinan yang masih menundukkan kepalanya.
"Aku nggak tau. Sama halnya dengan kamu, aku juga kaget waktu mendengar mama jelasin hal ini."
Jinan melirik suaminya yang kini sedang duduk seperti bersimpuh didepannya.
"Kenapa malah duduk begini? Kamu lagi mohon ampun dari aku?" Cicitnya dengan suara serak.
Kaif menggelengkan kepalanya. Dia duduk seperti ini karena istrinya itu lebih suka menundukkan kepalanya dari pada memandangi suaminya yang sudah setengah mati menahan rasa takut jikalau istrinya itu salah paham padanya.
"Aku duduk begini biar tetap bisa lihat wajah kamu..." Jawabnya. "Jangan nangis." Pinta Kaif melanjutkan ucapannya.
Jinan semakin terlihat menahan tangisnya.
"Gimana aku nggak nangis? Tiba-tiba aku lihat mantan terindah suami aku ada di rumah sambil mengendong bayi. Mertua aku juga nggak bilang apa-apa masalah ini. Gimana bisa aku nggak nangis kalau kemungkinan sakit hati kembali udah besar banget." Jinan menjelaskan isi hatinya dengan isakkan tertahan. Entah kenapa saat ini dia cukup sensitif.
Kaif menghapus air mata Jinan dengan helaan napas berat.
"Kenapa pikiran kamu bisa sampai ke sana? Jangan bilang kamu masih rajin baca cerita tentang hal semacam ini? Aku bilang untuk nggak sering baca cerita fiksi begitu." Tuntut Kaif setengah kesal.
Jinan mencebikkan bibirnya. "Walaupun fiksi, tapi kenyataannya sekarang banyak kok yang begitu. Kamu bisa aja kasian sama dia terus nikahin dia demi anaknya. Terus aku-" Jinan menghentikan ucapannya lalu menggeplak bahu Kaif dengan cukup kuat.
"Jahat!!" Jeritnya membuat Kaif tersentak kaget.
"Samai! Masa aku nikahin istri orang? Aneh aja kamu." Kesal Kaif tidak terima.