Chapter 19: Bohong.

1 0 0
                                    


Bohong

Ayah dan Anak itu duduk di ruang tamu ditemani segelas Ocha (Teh hijau) Hangat, Rudi tidak mengerti apa yang dimaksud ayahnya dengan obrolan pria dewasa, dia hanya bisa berharap ayahnya tidak menanyakan yang aneh-aneh.

"Baiklah Rudi, pertama aku harus memberithaumu apa itu obrolan pria dewasa, obrolan pria dewasa adalah obrolan yang murni berisi 100% kejujuran tanpa ada fakta yang disembunyikan!" Jelas ayahnya.

'Sepertinya aku pernah berada di situasi seperti ini, apa ini yang namanya deja vu?' Batin Rudi.

"Tapi sebelum aku mulai bertanya kepadamu aku ingin mengakui sesuatu, aku sudah berbohong pada kalian." Ayah terlihat mantap mengatakanya.

"Bohong apa yah?" Ujar Rudi sambil mengkhayalkan 1001 kemungkinan kebohongan ayahnya.

"Sebenarnya aku tidak pernah diminta untuk pindah ke Jepang, aku memang mendapat tawaran pekerjaan dari studio itu tapi mereka awalnya menyuruhku untuk berkerja secara daring tapi akulah yang meminta mereka memindahkanku kesini." Jelas Ayah sambil menyeruput teh hijau didepanya.

Rudi hanya terdiam mendengarkan ayahnya, lagipula apa salahnya sih tinggal disini? Semuanya juga lancar-lancar saja pikirnya.

"Kau tidak akan menanyakan alasan aku melakukanya?" Tanya ayah yang sudah menunggu pertanyaan itu dari tadi.

"Kalau aku peduli aku pasti sudah tanya dari tadikan? Aku senang tinggal disini, walaupun itu memang dipaksakan oleh ayah, malah aku ingin berterimakasih." Ujar Rudi.

"Rudi kira-kira apa alasanku ingin memulai hidup baru disini?" Tanya ayah.

"Aku tidak tahu ayah." Jawab Rudi pendek.

"Sejujurnya aku melakukan ini untukmu." Jawab ayah.

"Untukku? Kenapa?" Rudi tidak mengerti apa yang ayahnya maksud.

" 2 tahun yang lalu Rudi adalah terakhir kali kami melihatmu tersenyum, sejak kejadian itu setiap malam aku selalu berdoa pada Tuhan untuk bisa melihatmu tersenyum sekali lagi saja! Aku sudah memanggil Therapist dari penjuru Nusantara semua hanya untuk mengembalikan Senyumanmu, Doaku memang terkabul tapi aku takut kau tidak bahagia." Ayah meneteskan air mata mengingat saat-saat itu.

Rudi mulai mengerti arah pembicaraan ini, "Sampai sekarang yah, meskipun wajahku bisa tersenyum tapi dalam dadaku aku merasa Berdosa melakukanya, Tuhan telah mengabulkan doa ayah tapi dia belum mengabulkan doaku, kalau ayah hanya mau membahas masa lalu maka aku tidak ingin mendengarnya!" Rudi bangkit dari duduknya dan pergi kekamar meninggalkan ayahnya yang masih termangu disana.

Jangankan membentak, memanggilnya saja ayah tidak bisa, dia tahu itu hanya akan memperkeruh suasana, Rudi bagaikan Pesawat yang sedang terbang, dia terus berusaha untuk maju dengan kecepatan maksimum, tapi bila tersenggol sedikit saja dia akan oleng dan akhirnya terjatuh, ayah tidak inggin menyenggol Rudi karena dia tahu dia tidak akan bisa membantunya bangkit lagi bila dia sampai terjatuh, ayah lebih memilih diam.

Ayah akhirnya meminta maaf pada Rudi, dia mengaku salah membicarakan perkara itu, bagi Rudi masa lalunya adalah suatu hal yang sangat tabu untuk dibahas.

Rudi tidak mengeluarkan suara sama sekali dari kamarnya.

"Aku Pulang!" Ibu baru saja kembali, entah apa yang dilakukanya.

"Ayah bagaimana hasilnya?" Tanya Ibu.

"Aku belum mendapat apa-apa, yang pasti aku tahu bahwa kita tidak mengetahui keseluruhan ceritanya." Jelas ayah.

"Ibu bagaimana apa kau akhirnya menceritakanya pada Dokter itu?" Tanya Ayah.

"Ya, aku memutuskan menceritakan yang sebenarnya padanya." Jelas Ibu.

That Promise We MadeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang