EXTRA CHAPTER: TWO

78 15 27
                                    

- Bulan terakhir di kelas XI

Roti bakar dengan isi selai coklat memang hal paling sempurna untuk menemani jam makan siang di kantin sekolah yang bisa dinilai cukup tenang untuk hari ini. Kukunyah perlahan suapan terakhir dari roti selai coklat milik Aksara siang ini. 

Kenapa memasang wajah terkejut begitu sih... Iya, roti yang baru saja kuhabiskan memang milik Aksara karena roti selai kacangku sudah habis ku makan lebih dahulu. 

"Kenyang?"

 Aku menerima uluran botol air mineral yang disuguhkannya, kutenggak hingga tersisa setengah lagi isinya. Setelah merasa mulutku sudah cukup kosong untuk bicara, aku menoleh kearahnya.

"Belom sih, tapi jam istirahat udah mau habis..." Kataku kecewa.

 Kulirik ia yang menatapku datar.Sekarang, ia sudah tidak lagi terkejut dengan kebiasaan makanku yang banyak. Tentu saja, sudah hampir setahun dia ada di dekatku dan membuntuti segala tingkah lakuku. Mungkin, ia lebih mengenalku daripada diriku sendiri.

"Mau apa lagi? Masih cukup kayaknya.."

 Ia diam sebentar, melirik jam yang tertera pada ponsel pintarnya.

"Masi lima belas menit lagi sebelum bel masuk, mau apa?"

 Aku bergumam sebentar sebelum akhirnya menunjuk warung kantin yang paling pojok, Ketoprak.

"Eits, tunggu sini aja," Cegahku saat melihatnya sudah bersiap pergi untuk memesan.

"Gue aja," Lanjutku.

"Ah bawel, udah lo diem sini, tu makanan yang tadi juga belom turun, nggak baik jalan-jalan."

 Aku hanya memasang wajah masam saat ia berdiri kemudian menjitak dahiku pelan. Huft, padahal kalau cuma jalan ke sana doang si aku juga bisa, memangnya aku semanja itu apa. 

 Aku terdiam. Menatap langkahnya yang semakin menjauh. Punggung itu, terlihat begitu kuat padahal rapuh luar biasa. Tangan itu, menggenggam begitu erat, sebab terlalu takut kehilangan.

 Pikiranku terlempar jauh kepada ingatan delapan bulan yang lalu. Saat di mana ia berlari ke arahku dengan raut wajah khawatir, kemudian, begitu sampai di hadapanku... ia memelukku..

 Aku yang saat itu tidak tahu apapun hanya diam, perasaanku campur aduk, firasatku mendadak buruk. Kemudian, ia menyelesaikan dekapnya, ia tersenyum kecil, meski aku dapat membaca matanya yang menyimpan banyak ketakutan. 

Katanya saat itu,

"San, gue nggak tahu bagaimana lo akan bereaksi.. Entah senang, ataupun sedih... Tapi, lo harus tau sesuatu.."

Dan kalian tahu apa yang ia ingin katakan?

Ia memberi tahuku suatu hal, hal yang selalu aku simpan untukku sendiri, setidaknya hingga kini, bahwa.. Hari itu, hari pertamaku di kelas sebelas, tokoh paling membingunkan di kisahku pergi, ya.. Hari itu ia melakukan penerbangannya ke Kalimantan. Ia memutuskan untuk pindah, ke tempat di mana ia ingin berada di sana. Ketempat di mana ia selalu berharap bisa menjalani hari-harinya. Usai memberi tahuku seperti itu, ia diam. menatap kedua mataku, kemudian ia kembali berucap.

"San, dia bilang untuk gue selalu jaga lo.... Dia bilang, untuk... pastiin lo baik-baik aja. Padahal.. tanpa dia titip lo pun, gue akan selalu di samping lo."

 Dan begitu saja hingga pertahananku runtuh. Hari itu, di taman sekolah, aku membisu. Tubuhku membeku begitu saja mengetahui kalau dia menaruh pedulinya padaku, kalau dia, masih menyimpanku dalam ingatannya, bahkan saat ia akan meninggalkan kota ini.

 Waktu itu aku tidak menangis, aku hanya diam dengan jantung yang berpacu lebih cepat, aku hanya diam dengan tangan yang gemetar entah karena terkejut atau tidak percaya.

AWAS JATUH, SAN! (√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang