Chapter 3

269 42 5
                                    

Mean duduk di depan Plan yang tengah menggumam sendiri, bingung dengan gelang Blue yang pecah.

"Plan, maafkan aku!" sahut Mean. Plan mengangkat kepalanya. Wajahnya terlihat agak kesal.

"Sudahlah! Tidak apa-apa," sahut Plan dengan sedih. Ia memunguti sisa-sisa gelang kemudian menyimpannya di atas meja. Plan berjalan menuju tumpukan gelang lainnya. Ia kemudian mengucapkan sebuah mantra dan semua gelang kemudian hilang. Dengan begitu sang pemilik akan tahu bahwa Plan menolaknya.

"Ada apa kau ke sini?" Plan menatap Mean dingin. Ia kembali pada gelang Blue dan kemudian memantrainya dan perlahan gelang itu menjadi utuh kembali dengan warna yang berbeda, merah muda dan putih.

"Kenapa warnanya beda?" tanya Mean sambil menatap gelang.

"Itu jawabanku. Aku tak harus selalu memakainya. Aku bisa menjawab mantranya," sahut Plan lagi.

"Apa itu artinya?" Mean menunjuk pada warna gelangnya.

"Artinya aku menerimanya," sahut Plan.

"Eh? Kau menyukai Blue? Apa dia tahu?" Nada Mean putus asa.

"Besok dia akan tahu," sahut Plan sambil menatap gelang itu.

"Tidak. Kau tak boleh menyukai dia. Jangan menyukai dia," sahut Mean lagi memohon.

"Kenapa?" Plan membelalakkan matanya.

"Karena aku menyukaimu. Aku tak mau kau bersama dengan yang lain," sahut Mean menatap Plan mantap.

"Apa? Bukankah kau sudah punya pacar?" Plan berjalan menjauhi Mean.

"Aku bohong. Sejak awal aku melihatmu, aku menyukaimu. Semakin kita dekat, semakin aku tak bisa menahan perasaanku. Aku ingin menyentuhmu, menciummu, bercinta denganmu. Aku ingin bersamamu. Karena itu aku beralasan kepadamu. Aku takut aku tak bisa menahan diriku dan  aku takut kau akan menolak diriku. Tapi, kalau kau menyukai Blue aku juga tak terima. Jangan bersamanya. Aku menyukaimu," sahut Mean lagi.

Kata-katanya tak terangkai sama sekali. Benteng pertahanannya sebagai seorang Panglima Tertinggi Kahyangan luluh lantak seketika karena perempuan mungil yang kini tengah menganga di hadapannya.

"Kau tahu kita tak boleh berhubungan?" Plan berkata dengan jelas.

"Sangat tahu. Tapi, bagaimana dengan perasaanku. Aku tak bisa menahannya. Katakan aku harus bagaimana. Aku menyukaimu," sahut Mean lagi. Tatapannya menyuarakan kejujuran. Plan diam. Dia menundukkan kepalanya. Dia bahkan tak sadar Mean perlahan mendekati dirinya.

"Plan, tolong jawab aku. Apa yang harus kulakukan?" tanya Mean lagi. Suaranya semakin memelan. Tangan Mean menjulur ke wajah Plan, menangkupnya dan kemudian mencium bibirnya.

"Meaaaan, mmmmph," desah Plan. Mereka berciuman hangat. Plan membalas ciuman itu. Ia juga memiliki perasaan yang sama. Ciuman mereka berangsur intens dan dalam dan mereka melepaskan sejenak sambil berpandangan dan kemudian berpagutan lagi.

Perlahan keduanya menanggalkan pakaian masing-masing dan mereka membaringkan diri mereka di ranjang yang mereka ciptakan dengan mantra mereka dan bercumbu.

"Meaaaan, aaaah, nnnngh," lenguh Plan pelan. Ia menikmati ciuman Mean pada setiap bagian tubuhnya itu dan ia menggelinjang karena ia tak bisa menahan kenikmatannya itu.

"Plaaaan, kau cantik sekaliiii, oooo, kau cantikk sekali," desah Mean sambil mencium buah dadanya bergantian.

Mereka berciuman lagi dan tak perlu waktu lama bagi Plan untuk menjerit kecil dan merasakan kenikmatan di bawahnya karena naga Mean merangsek masuk ke dalam lubangnya.

"Ooooo, astagaaaa! Plaaaan, oooo, enaaak sekaliii, sungguh luar biasa," lenguh Mean sambil memejamkan matanya dan bergerak maju mundur.

"Aaah, aaaah, nnnngh, mmmmph," desah Plan. Keduanya berciuman lagi dan berpelukan erat dan bergoyang bersamaan. Percintaan berlangsung cukup lama dan akhirnya keduanya terkulai setelah mencapai puncak kenikmatannya bersusulan. Plan mendahului Mean dan Meana menutupnya dengan mengeluarkan cairan semennya di dalam nona Plan. Mereka tidur berhadapan saling mengelus wajah dan kepala.

"Kalau ketahuan, kita akan dihukum," bisik Plan.

"Aku tahu," sahut Mean.

"Kau gila!" bisik Plan.

"Kau juga," sahut Mean. Ia mencium lagi Plan dan mereka bermain lagi.

Mereka menghabiskannya dengan bercinta malam itu. Tak ada banyak perbincangan. Semuanya sudaj diluapkan dalam penyatuan yang selesai pada babak ke-12.

Sejak mereka menyatakan perasaannya masing-masing, bercinta merupakan bagian dari kegiatan mereka. Mereka terlalu sering melakukannya dan mereka bahkan tak peduli lagi di mana tempatnya.

Keduanya gila karena cinta dan  keduanya sepertinya sudah siap untuk menerima hukuman apapun bentuknya sebab mereka tengah merasa dunia adalah milik mereka berdua.

Sudah tiga bulan berjalan sekarang. Plan hamil. Wajar saja. Mean terlalu sering membuat Plan mendesahkan kenikmatan dan kadang-kadang membuatnya kewalahan.

Bagaimana mereka mengatasi itu? Kalau sampai perut Plan besar, kedua negara akan memisahkan mereka. Mereka akhirnya membuat rencana. Kabur ke negara netral seperti negara Matahari atau Bulan adalah pilihannya. Atau mereka bicara jujur dan dihukum selama dua puluh tahun ke dua dimensi tapi mereka berjanji untuk saling mencari.

Sungguh mereka bingung sekarang! Anak muda keterlaluan.  Main mantap-mantap tanpa memikirkan konsekuensinya. Sekarang giliran ada mahkluk kecil di perut sang perempuan, keduanya kebingungan.

Dasar!

Mean dan Plan memutuskan mengambil pilihan kedua. Jujur dan dihukum meski mereka tahu bahwa ini akan sulit bagi mereka.

Kesempatan untuk bertemu dan kemudian menjadi bersama lagi sangatlah kecil. Namun, Mean dan Plan begitu kuat dan besar akan keyakinan mereka terhadap cinta mereka.

Bersambung

THE JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang