Kedua penjaga pada dimensi waktu sudah menunggu. Saat Plan bangun dari tubuhnya ia dikirim ke sebuah dimensi oleh penjaga itu dan ia tahu jelas dimensi itu.
"Ini, bumi. Kenapa mengirimku ke sini lagi?" Plan kaget.
Penjaga dimensi tak berkata apa-apa. Ia menggedikan bahunya dan mendorong jiwa Plan masuk ke sebuah rahim perempuan bernama Ploy Rathavit dan suaminya bernama Ken Rathavit. Mereka adalah milyuner yang bergerak di bidang teknologi. Plan adalah anak bungsu dari keluarga itu. Anak pertamamya adalah God yang berbeda sepuluh tahun dengannya.
Mereka tinggal di Wimbledon, Inggris dan sejak kecil Plan sudah terbiasa hidup dalam gelimang harta, dilayani, dan dimanjakan.
Meskipun demikian, Plan juga sebenarnya sangat pintar mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Ketika neneknya masih hidup dan ketua pengatur rumah tangganya belum mengundurkan diri, Plan merasa hidupnya sangat bahagia. Ia belajar banyak hal dari mereka. Namun, setelah keduanya tak ada dari sisinya, Plan berubah dingin dan ia lebih sering menghabiskan waktunya di luar rumah, bersenang-senang dan alhasil orang tuanya kewalahan.
Kasus yang paling membuat keluarga Rathavit malu adalah karena Plan hamil pada saat ia berusia 20 tahun. Ia hamil dari pacarnya yang adalah anak ketua mafia bernama Antoine Pinto. Usia mereka terpaut sangat jauh dan saat mengetahui siapa ayah dari bayinya, orang tuanya marah besar.
Orang tuanya sudah tak tahan lagi dengan kelakuan anak perempuan satu-satunya ini. Plam dikirim ke Thailand, dititipkan pada mantan ketua asisten rumah tangganya yang bernama Nune yang tinggal di sebuah kota kecil di utara Thailand. Nune memiliki satu orang putra, dialah Mean Phiravich. Dia mahasiswa tingkat dua jurusan mesin di satu-satunya universitas negeri yang terletak di kota kecil itu.
Dia pemuda yang tampan, ramah, dan cerdas. Banyak orang menyukainya, tak terkecuali orang tua karena mereka sangat menyukai sikap Mean yang hangat itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di kota kecil itu, Mean terkenal sebagai pemuda paling tampan dan menyenangkan. Banyak perempuan sebayanya menyukainya dan beberapa pernah menyatakan perasaannya, tapi Mean sudah melabuhkan hatinya pada seorang perempuan anggun nan lembut bernama Noon Suttipha. Ia adalah teman di kampusnya yang juga anak pejabat yang berperan penting di kota itu.
Mean sama sekali tak menyukainya. Dia sudah mendengar semua hal tentanh perempuan ini dan semuanya tak ada yang positif. Bagi Mean,Plan seharusnya amat bersyukur dengan kehidupannya sebab ia dilimpahi dengan begitu banyak harta sehingga ia bisa mendapatkan semuanya dengan mudah.
Terlebih, ia mendengar bahwa mereka akan tinggal satu atap. Ia sudah menolak duluan. Nune sudah berulang kali memberitahunya bahwa Plan sebenarnya tak seperti itu. Ia hanya kesepian dan tak ada yang mengarahkannya.
Hari pertama kedatangan Plan, Mean memberinya wajah yang kecut. Plan sudah tahu alasannya. Tapi mau bagaimana lagi. Ia juga tak punya pilihan. Ia juga tak suka ide orang tuanya yang seolah membuangnya itu. Apalagi ia mendengar bahwa anaknya akan diasuh Nune dan Plan akan kembali ke Wimbledon dan melanjutkan sekolahnya.
Sudahlah!
Plan sudah punya rencana. Ia hanya akan tinggal selama beberapa hari dan sesudah itu, ia akan kabur dan meminta pacarnya untuk menjemputnya.
Kenyataannya, ia sama sekali tak diberi akses pada media tau komunikasi. Bahkan ia hanya punya sedikit uang tunai yang ia sembunyikan di dalam branya. Ibu dan ayahnya benar-benar menghukumnya dan membuatnya benar-benar tak bisa berkutik. Rencananya untuk kabur kandas sudah!
Kedatangan Plan di kota itu seperti berita selebritis. Semuanya sudah tahu siapa dia dan mengapa dia ada di sana. Sebagian ada yang menyayangkan dan merasa kasihan, sebagian lagi ada yang nyinyir. Sudah biasa! Hal seperti itu terjadi di masyarakat.
Baru tinggal sebulan di sana, Plan sudah merasa kebosanan. Mulai dari kamarnya saja yang membosankan sampai pada penampilannya sendiri. Dia ingin mati saja kalau saja tak ada makhluk kecil yang bernama janin di dalam perutnya itu.
Plan memutuskan jalan-jalan ke kota dan penampilannya yang sangat mencolok dan tidak biasa tentu saja mengundang kehebohan publik.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ada beberapa yang menguntitnya dan terus mengambil fotonya pula dan ada juga yang hanya menatapnya dari kejauhan sambil berdecak dan menggelengkan kepalanya.
Plan mendatangi satu toko baju dan melihat-lihat, kemudian membeli beberapa pasang. Ia melanjutkan ke toko pernak-pernik ruangan dan membeli beberapa dekorasi untuk kamarnya. Ia bahkan membeli sepasang ikan Mas dengan mangkuk aquariumnya. Setelah itu, ia pulang dan kemudian menata kamarnya.
Saat Plan pulang, Nune belum pulang dari kuil. Itu kebiasaan ibunya Mean setiap hari Minggu. Biasanya ia akan membuka restoran mi yang terkenal di kota itu dari Senin sampai dengan Sabtu. Mean akan membantunya seusai kuliah.
Plan sudah tidur saat Nune pulang malam itu. Ia mengetuk pintu kamar Plan dan tidak mendapat respons. Nune mendorong pintu kamar dan ia melihat perubahan kamar Plan. Ia tersenyum. Ini benar-benar seleranya. Sama seperti saat ia kecil. Ia selalu suka dengan nuansa hijau dan polos.
Nune menutup kembali pintu kamarnya dan kemudian tersenyum. Ia menuruni tangga lalu merapikan meja makan.
"Perutmu sudan semakin besar," ujar Nune saat Plan ikut ke kuil dengannya pada suatu hari Minggu.
"Sudah hampir enam bulan, Bibi. Kadang-kadang aku merasa sesuatu bergerak dalam perutku," ujar Plan dengan santai.
"Kau mau periksa ke klinik hari ini?" tanya Nune.
"Belum jadwalnya," ujar Plan.
"Kau mau lihat bayinya?" tanys Nune lagi.
"Klinik yang kukunjungi tidak punya mesin untuk mengeceknya," sahut Plan lagi.
"Kalau kau mau, aku bisa mengantarmu ke kota sebelah. Kau mau USG?" tanya Nune lagi.
"Aku tak tahu, uangku akan cukup Bibi," ujar Plan.
"Jangan pikirkan! Ibumu memberikan uang yang sangat besar untukmu. Ia menitipkan kepadaku. Aku pikir ini akan baik jika digunakan untuk bayimu, bukan?" Nune mengelus punggung Plan.
"Aku tak mau pakai uangnya. Tidak apa-apa, Bibi. Aku sudah pikirkan. Mulai minggu depan aku akan bekerja di Hive Salon. Paman Gong memberikan aku pekerjaan. Aku akan kumpulkan uangnya dan kalau sudah cukup aku akan meminta bantuanmu," sahut Plan dengan ramah. Hanya kepada Nune dan neneknya, ia begitu ramah, hangat, dan terbuka.
"Mean juga bisa mengantarmu. Yang punya kliniknya adalah ayah teman Mean," ujar Nune.
"Uhm," gumam Plan.
Bagaimana ia mau minta tolong Mean? Bahkan setelah ia tinggal selama hampir lima bulan di sana, mereka tak pernah berkomunikasi kecuali tatapan mata yang mengumandangkan kebencian.
Tidak apa-apa! Hanya tinggal tiga bulan lagi dan setelah itu, ia akan kembali ke Wimbledon.