Mereka berjalan berdampingan di dekat perbatasan tempat bekerja Plan. Mereka tengah membicarakan rencana mereka untuk mengakui perbuatan mereka kepada orang tua mereka.
"Maafkan aku! Karena aku, kau jadi begini," ujar Mean sambil mengusap perut Plan.
"Aku ingin menikah denganmu dan membesarkan anak kita bersama," ujar Mean sambil mengelus perutnya.
"Anak-anak," ujar Plan.
"Hah?" Mean kaget.
"Kita punya dua anak," sahut Plan.
"Bagaimana kau tahu? Perutmu masih kecil," ujar Mean lagi kaget.
"Kami para Peri tidak seperti para Dewa. Aku akan menunjukkanya kepadamu," sahut Plan. Ia bersiap.
"Pakai sayapmu. Kita akan berpetualang sebentar," sahut Plan lagi.
"Uhm," ujar Mean. Ia juga ikut bersiap.
Mereka terbang ke arah barat menuju dimensi waktu para peri. Mereka memasuki sebuah lubang dan tiba di sebuah kebun yang sangat luas.
"Apa ini?" tanya Mean.
"Kebun kehidupan," jawab Plan. Dia berjalan menuju sebuah lorong pohon-pohon dam samlai di sebuah pohon bersinar yang memiliki ribuan kantung. Mean menganga. Mereka terbang lagi ke atas dan diam di salah dahannya. Mereka berjalan ke salah satu kantung berwarna biru kehijauan dan kemudian mereka kemudian menatap kantung itu. Plan tersenyum. Ia membuka kantung itu dan dua bayi tengah nyaman tertidur di sana, menyusu pada jempolnya.
Mean mengintip dan sekali lagi ia membelalakkan matanya.
"Mereka imut sekali! Mereka anak kita?" Mean menatap mereka. Plan tersenyum dan mengangukkan kepalanya.
"Keduanya lelaki?" Mean memastikan lagi. Plan menganggukkan kepalanya lagi.
"Mereka akan tertahan di sini sampai mereka kulahirkan," sahut Plan.
"Tapi kau dan aku akan dihukum," ujar Mean.
"Aku akan melahirkan mereka dua hari lagi dan menitipkannya kepada Mae," ujar Plan.
"Bisa?" Mean bingung.
"Aku akan membuka dimensi lain, melahirkan di sana dan kembali. Aku sudah mempelajari semuanya dengan baik." Plan menjelaskan.
"Aku tak mau mereka menjadi sebuah kantung saja," ujar Plan sambil melihat lagi ke arah kedua bayi.
"Apa yang bisa kulakukan?" Mean penasaran.
"Kau bisa ikut denganku dan kembali setelah aku melahirkan," ujar Plan.
Mean langsung menganggukkan kepalanya. Mereka menutup kembali kantung dan terbang ke sebuah taman bunga di dekat tempat bekerja Plan.
Mereka menyulap sebagian tempat itu menjadi sebuah gazebo dan mereka duduk di dalamnya, bercerita dan bercumbu, dan akhirnya pasti akan bercinta.
Begitulah.
Dua hari kemudian, Mean dan Plan diam-diam, memasuki dimensi waktu. Mereka tiba di sebuah padang luas dan perut Plan sudah besar. Mean kaget, tapi ia tak bicara apa-apa.
Mereka berjalan ke sebuah kolam dengan warna air yang begitu jernih.
"Tunggu di sini sebentar," ujar Plan kepada Mean. Mean menganggukkan kepalanya.
Plan terbang ke dalam kolam dan ia kembali dengan dua bayi di tangannya dan perutnya yang sudah kecil.
Mean menganga. Ia melihat kedua bayi itu dan tersenyum bahagia.
"Aku ingin menggendongnya," sahut Mean.
"Iya, tentu saja," ujar Plan.
Mereka menikmati kebersamaan mereka sebelum akhirnya pulang membawa kedua bayi.
Mereka langsung menuju kamar Mean dan menidurkan kedua bayi di atas ranjang. Mereka menyembunyikan kedua bayi dengan membuat ruangan khusus untuk mereka dengan mantra. Setelah itu, mereka beristirahat.
"Aaah, nnnngh, ngggh, aaaah, Meaaan, oooo, Meaaan, aaah," lenguh Plan panjang. Ia menikmati percintaan malam itu.
"Ingatlah setiap jejak bibirku di tubuhmu, Plan," desah Mean sambil mencium dan menyodokkan naganya lebih dalam.
"Uhm, aaaah, Meaaan, aaaah," desah Plan lagi merasakan kenikmatan.
Mereka bercinta semalaman. Itu adalah kali terakhir sebelum keesokannya mereka mengakui dan berpisah untuk menjalani hukuman.
Mereka berciuman lama.
"Rak, Plan," desah Mean sambil mencium kening Plan.
"Uhm, Rak Mean," lirih Plan sambil menangis dan memeluk Mean erat.
Saat tidur, Mean membacakan sebuah mantra pengingat. Ia meniupkannya pada leher belakang Plan kemudian menciumnya dalam.
"Meaaan," desah Plan.
"Aku sangat mencintaimu, Plan," lirih Mean.
Malam itu mereka tidur berpelukan. Air mata dari kedua pasang mata mengalir, tapi mereka tak punya pilihan kecuali menjalaninya.
Keduanya bangun pagi, lalu memasuki ruangan rahasia bayi dan mencium kedua anaknya. Setelah itu, mereka bergandengan tangan dan pergi.
***
Pertemuan sangat serius terjadi di sebuah tempat bernama Balai Netral. Tempat ini terletak di tengah-tengah semua negara di atas sebuah awan raksasa. Ken dan Ploy sekali lagi berhadapan dalam konteks yang berbeda."Kenapa kau wariskan sikap mesummu itu kepada anakmu, Ken?" New bercanda kepada Mahadewa. Ken hanya menggaruk kepalanya.
"Semuanya sudah terjadi. Kita sudah tahu yang harus kita lakukan. Hukuman akan tetap dijalankan," sahut New menegaskan.
Semuanya sudah paham. Plan dan Mean saling menatap. Merelakan saling mengembangkan senyuman.
Plan dan Mean memiliki waktu selama seminggu sebelum mereka dikirim ke Gerbang Dimensi. Mereka akan dikirim ke dunia yang bernama Bumi dan mereka akan dipisahkan. Bertemu atau tidak, nasib mereka yang akan menentukan.
"Kau sudah berjanji kepadaku. Kenapa ini bisa terjadi, Mean? Ini hal yang paling kutakutkan. Aku takut kau memilih dia di manapun kalian bertemu dan kita tak bisa bersatu lagi," ujar Ken.
"Pho, maafkan aku! Aku tak bisa melawan perasaanku. Dia sangat cantik," sahut Mean sambil tersenyum dan menatap Plan dari kejauhan sedang berbicara dengan ibunya.
Ken menatap mereka lalu menggaruk kepalanya pelan. Ploy juga menatapnya.
"Uhm, ibunya juga masih membuatku bergetar," ujar Ken.
"Perempuan bangsa Peri memang tak tertandingi," sambung Ken lagi sambil melihat ke arah Mean. Mean juga tengah menatap Plan juga dan Plan tersenyum kepadanya.
Jelas keduanya saling mencintai. Kenapa harus ada aturan konyol itu? Jika tidak, mereka pasti sudah menikah.
Setelah semuanya siap, mereka dibawa ke gerbang dimensi seminggu kemudian. Mean masuk pertama dan menghilang kemudian Plan. Setelah keduanya menghilang, portal itu menutup rapat dan yang tersisa hanyalah Ploy dan Ken dan kedua cucu mereka di dalam gendongan para pelayan.
"Aku akan membawa keduanya," ujar Ken.
"Baiklah. Aku paham," ujar Ploy.
Mereka akan dibesarksn secara dewa di kahyangan. Mereka memiliki umur yang lebih panjang dan kehidupan yang lebih baik di sana.
Keduanya menganggukkan kepala dan menghilang.
Bersambung