Sekali lagi Mean dan Plan berpapasan di dekat toilet dan begitu lagi saat mereka tengah memesan minuman sambil menunggu take-off.
"Siapa namamu?" tanya Mean dalam bahasa Jepang. Plan melirik ke arah Mean yang sudah berdiri di sebelahnya. Mereka berada di sebuah toko duty-free melihat-lihat. Mean tengah membuka hpnya dan jelas ia tengah membuka aplikasi terjemahan bahasa Thai ke dalam bahasa Jepang.
Mean menatap Plan sambil tersenyum ramah. Plan mengernyitkan alisnya.
"Orang yang aneh!" ujar Plan dalam bahasa Jepang sambil melengos pergi meninggalkan Mean. Mean kaget. Ia tak mengerti yang ia katakan. Ia mencoba menangkap yang dikatakan Plan dan mengatakannya pada kamus dengan voice note. Hasilnya amburadul.
Mean berjalan mengikuti Plan dan ia berkata lagi dalam bahasa Jepang.
"Aku tak mengerti yang kau katakan," ujar Mean lagi dengan bahasa Jepang hasil terjemahan dan gaya ucapannya yang terbata-bata.
"O, aku bilang kau orang yang aneh. Kenapa mendekatiku? Kau seorang mucikari?" Plan menjawab dengan bahasa Thai yang lancar.
"Ehhhh? Kau berbahasa Thai!" Mean kaget dan ia menggaruk kepalanya pelan sambil tertawa, lebih tepatnya menertawai kebodohannya.
"Tentu saja. Aku orang Thai sama sepertimu. Tolong jangan ganggu aku! Apapun yang Khun tawarkan, aku tak tertarik," sahut Plan dan ia pergi menjauui Mean. Mean tersenyum. Perempuan ini sangat menarik. Olej karenanya, alih-alih menjauhi, ia malah mengikuti Plan. Plan yang sadar langsung berbalik dan menghadapi Mean.
"Khun sungguh keras kepala! Apakah Khun tak mengerti dengan yang kukatakan?" Plan membelalakkan matanya dan wajahnya terlihat kesal.
"Sangat paham. Tapi, kau sangat menarik. Tak boleh aku berkenalan denganmu?" Mean menggodanya.
"Akan kulaporkan kepada petugas keamanan kalau Khun telah mengganggu kenyamananku," ujar Plan. sekarang nadanya berang.
"O, aduh, takut sekali! Silakan saja, kalau aku bisa mendapatkan namamu, meski lau lapor ke polisi atau intelijen pun, aku tak akan keberatan," ujar Mean sambil tersenyum.
"Baaa!" Plan berteriak kesal. Ia pergi menjauhi Mean dan Mean terus mengikutinya sambil tersenyum. Setelah beberapa kali ke sana kemari dan Mean masih dengan sikapnya, akhirnya Plan kesal.
"Sebenarnya Khun mau apa dariku?" Plan melipat kedua tangannya di dada.
"O, aku sudah bilang tadi. Aku mau tahu siapa namamu dan kalau tak keberatan, mau minta nomor Hpmu juga, atau IG atau atau Tweeter. Line juga boleh," ujar Mean bersemangat. Plan meringis. Tatapannya menunjukkan bahwa ia sungguh kesal kepada lelaki di depannya itu.
"Kenapa? Untuk apa?" tanya Plan lagi.
"Berteman tentu saja," ujar Mean lagi santai.
"Kalau begitu, aku tak mau berteman denganmu. Jadi, kau tak perlu meminta namaku dan yang lainnya," jawab Plan kesal.
"O, ayolah! Jangan begitu. Kau lihat mereka, orang-orang yang duduk di sana itu," tunjuk Mean pada semua temannya yang sejak tadi mengamati pergerakan Mean. Plan menganggukkan kepalanya.
"Nah, mereka teman-temanku. Jika aku tak mendapatkan namamu setelah usahaku sejauh ini, mereka pasti akan menertawaiku," ujar Mean lagi.
"Astagaaa! Kupikir serius! Kau menyebalkan," ujar Plan sambil melotot.
"O, ayolah! Nama dan Igmu saja, na!" Nada Mean memohon.
"Kalau aku berikan, kau tak akan mengikutiku lagi, bukan?" Plan menatap Mean kesal.