Chapter 8

246 38 5
                                    

Bunyi DM itu sudah terlalu sering terdengar di hp Plan yang ia simpan di lokernya. Ia memang sangat serius saat latihan. Ploy puas. Plan memenuhi semua standar yang ia buat dan kini Plan tengah berlatih dengan koreografi dan kepribadian.

Dulu, Plan pikir saat ia menjadi atlet figure skating ia hanya perlu meluncur di atas hamparan es dan melakukan beberapa gerakan dan selesai. Nyatanya ini lebih rumit daripada sekadar membuka tangannya dan menggeliat.

Sudah hampir dua minggu Plan tak membalas DM Mean. Ia sibuk dengan latihan. Jadwalnya begitu padat dan sampai suatu malam Mean bilang bahwa hari itu adalah hari terakhirnya di Jepang, Plan muncul di depan pintu kamar hotelnya.

Mean tersenyum dan mereka tak menyiakan waktu. Mereka berciuman dan bercumbu dengan penuh gairah lalu keduanya melenguh lagi saling menikmati bagian atas dan bawah yang berpagutan erat.

"Ooo, hmmmmm, Meaaaan, kimochiiii, nnnngh, aaaaah," desah Plan sambil menunggangi Mean dan ia meremas dada Mean kuat.

"Plaaaan, Baby, nnnngh, oooo, enaaaak sekaliiii," desah Mean tak kalah meyuarakan kenikmatannya.

"Meaaaan, keluar, aaaah, nnnngh," desah Plan dan ia semakin kuat meremas dada Mean dan mencondongkan tubuhnya mencium bibir Mean. Mean tersenyum. Ia membalikkan posisi dan kemudian mendorong naganya lebih dalam dan Plan mengalungkan kedua tangannya pada leher Mean erat.

Mereka berciuman dan Mean masih menggenjot Plan dengan kencangnya dan Plan mendesahkan nama Mean tiada hentinya. Tak lama kemudian, Mean mendorong naganya lebih dalam dan ia membenamkan sebuah ciuman yang amat kuat dan mendesah panjang. Ia mencapai puncaknya.

Keduanya tidur berhadapan. Mereka saling memandang dan Mean mengelus kepala Plan lembut.

"Plan, kau mau menjalik hubungan denganku?" tanya Mean sambil mengambil tangan Plan dan menciumnya.

"Tidak mau. Maafkan aku!" sahut Plan dengan nada yang amat bersalah. Ia merebahkan dirinya lalu mengembuskan napasnya. Raut wajah Mean menjadi sedih.

"Kau sudah punya pacar?" Mean bertanya penasaran. Plan menoleh dan mengernyitkan alisnya.

"Tidak. Hanya saja, ada yang ingin kulakukan," sahut Plan lagi sambil mengelus wajah Mean lembut.

"Lagipula, kita tidak tinggal di negara yang sama dan untuk saat ini aku tak mau terikat oleh apapun, kecuali pekerjaanku. Maafkan aku! Kau tampan, kau juga begitu hebat di ranjang. Tak seharusnya aku melewatkan dirimu, tapi ada yang harus kulakukan. Dan ini sangat penting dalam hidupku," ujar Plan.

"Kalau begitu jangan lepas kontak. Kalau kau ke Thailand, hubungi aku," sahut Mean lagi masih dengan nada sedih.

"Okay," bisik Plan dan ia mendekatkan wajahnya lagi dan mereka berciuman dan bercinta lagi.

"Aaaaah, aaaah, hmmmm, nnnngh, Meaaan, aaah, kimochiiii," lenguh Plan lagi. Mean terus menyodokkan naganya dan mereka semakin terpaut dalam.

"Aku akan sangat merindukanmu," desah Mean.

"Aku juga," lirih Plan.

Mereka berciuman dan berpelukan. Mean mencium lagi leher belakangnya dan hal yang sama terjadi lagi. Bayangan kebersamaan mereka dalam sebuah situasi yang bagi Mean sendiri cukup aneh dan asing.

Malamnya, Mean bermimpi lagi hal yang sama. Dia dan Plan dan kedua anak kecil di tengah ruang keluarga sekarang dan mereka bercanda dengan bahagia.

Pagi hari Mean mendapati Plan tak ada di sebelahnya. Namun, ia meninggalkan sebuah kalung dengan liontin berbentuk sepatu skating. Sebuah surat tergeletak di sebelahnya dan hanya bertuliskan hadiah untuk Mean. Mean tersenyum. Ia memakai kalung itu.

THE JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang