Chapter 12

218 37 4
                                    

Malam itu hujan deras. Nune terlihat sangat khawatir. Ia mondar-mandir di ruang depan sambil sesekali melihat keluar dari balik jendela.

"Mae, ada apa?" tanya Mean. Semenjak malam itu, Mean lebih sering tidur di rumah. Ia pikir cara yang terbaik untuk mengetahui pikiran Plan dan memperbaiki hubungannya dengannya adalah dengan membiasakan Plan melihat keberadaan dirinya.

Masih sulit untuk Mean menyapa Plan dan Plan sendiri masih terlihat canggung. Mereka lebih sering satu meja makan, berpapasan di tangga, atau berada di halaman belakang membersihkan kebun bersama. Keduanya belum berani membuka suara. Interaksi mereka hanya sebatas pada sikap dan gerakan yang sikapnya non verbal. Keduanya seolah paham bahwa mereka sedang mencoba untuk beradaptasi.

Plan bahagia. Bagi dirinya, ini hampir seperti normal. Mean lebih sering di rumah bersama ibunya. Ia sangat bahagia sebab melihat raut wajah Nune yang bahagia pula. Semuanya akan kembali normal seiring waktu yang hanya tinggal dua bulan saja dan ia bisa pergi dengan tenang sebab semuanya berangsur kembali pada sebelumnya.

"Plan, belum pulang. Ini hujan dan ia tak punya payung," ujar Nune. Wajahnya terlihat cemas.

"Kau ingin aku menjemputnya?" tanya Mean sambil menatap ibunya lembut.

"Jangan! Biar ibu saja!" Nune langsung mengambil payung dan hendak pergi keluar.

"Mae, aku saja," ujar Mean sambil membawa payung dari tangan ibunya dan kemudian berjalan keluar.

"Tapi, Mean, bukankah kau tak menyukai Plan?" Ibunya akhirnya berbicara.

"Tidak apa-apa. Aku tak mau kau sakit," sahut Mean lagi. Ia lalu pergi dengan payung yang ia buka menuju ke halte bus.

Sesampainya di salon, Mean tak menemukan Plan. Gong bilang ia sudah pergi sejak tadi karena sifnya memang sudah selesai beberapa jam lalu.

Salah satu staf yang kebetulan mendengar pembicaraan mereka menghampiri mereka dan bilang bahwa Plan tadi siang berbicara bahwa ia akan pergi ke kuil dulu untuk berdoa karena hari itu adalah hari ulang tahunnya.

Mean berterima kasih. Ia bergegas menyusul Plan ke kuil yang disebutkan oleh sang staf tadi. Ia melihat ke dalam dan tak menemukan Plan. Sejenak ia diam di luar kuil, berpikir ke mana harus mencari Plan pada malam seperti ini dan hujan pula.

Ia baru saja akan beranjak saat ia melihat seorang perempuan berjalan di depannya dengan perut besar dan jinjingan kue ulang tahun di tangan kanannya. Ia cukup kaget sebab penampilan Plan sangat berubah. Rambut warna-warni macam gulali itu tak lagi menempel pada kepalanya dan berganti dengan rambut hitam aslinya dan itu menekankan kecantikan wajahnya.

Plan berjalan menembus hujan dengan menyimpan tas kecilnya pada kepalanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Plan berjalan menembus hujan dengan menyimpan tas kecilnya pada kepalanya. Ia bermaksud untuk melindungi kepalanya demgan tas mungil itu padahal jelas itu tak akan berhasil.

Mean menyusulnya demgan segera. Ia memayungi Plam dari belakang dan kemudian mengambil jinjingan kue ultahnya dari tangan Plan. Plan tentu saja kaget. Ia menoleh ke belakangnya dan membelalakkan matanya.

THE JOURNEYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang