"Maaf bu sebelumnya, bisa dilanjutkan lagi?" Ucap Jaehyun yang datang dimeja Eunha lagi setelah selesai mengangkat telepon.
"Iya pak. Jadi begini, sikap dan sifat Haruto semakin kesini semakin urakan. Dia senang sekali menjahili teman-temannya dalam artian membully. Dan itu jelas tidak dibenarkan." Adu Eunha.
"Lalu?"
"Kepala sekolah ingin mengeluarkannya dari sekolah. Namun beruntungnya Haruto masih diberi satu kesempatan lagi untuk memperbaiki diri."
"Iya bu. Sayakan sudah bilang, pointnya apa? Jangan dibuat panjang, saya ini orang sibuk. Ngertikan?"
"Astaga, sama saja ternyata." Umpat Eunha dalam hati. Ia berusaha sabar dan tetap terlihat ramah. "Iya pak. Jadi, maksud saya.., kita bekerjasama untuk mendidik Haruto ya pak? Maksud saya begini, bapak didik Haruto dirumah dan saya mendidik dia disekolah."
"Kamu pikir saya gak bisa ngedidik anak terus kamu nyuruh saya untuk didik anak saya, iya?" Jaehyun tampak kesal. Ia memang sensitif jika disinggung akan hal itu. Kenapa? jelas dia sangat tidak terima karena dari dulu sampai sekarang ia lelah bekerja banting tulang demi anak semata wayangnya. "Mungkin saya memang tidak pernah memberi pelajaran moral untuk anak saya Haruto. Tapi, sayakan sudah menyekolahkan dia disekolahan elit dan mahal. Jadi, sudah saya serahkan tanggung jawab anak saya pada pihak sekolah. Percuma dong saya bayar mahal kalau pihak sekolah tidak becus mendidik anak saya?"
"Pak bukan seperti itu maksudnya. Saya dan guru-guru lain sudah sangat sering menegur Haruto secara halus maupun kasar. Tapi, tetap saja, dia tidak berubah."
"Oh jadi ibu ini menganggap kalau anak saya nakal karena bawaan?" Jaehyun ngeggas, "Bu bilangin ya sama rekan-rekan ibu dan ibu dengerin saya, kalian jangan pernah mengasari anak saya. Saya saja sebagai orangtuanya tidak pernah kasar. Jadi, kalian tidak boleh mengasarinya, mengerti?"
"Terus harus dengan cara apa kami mendidik anak bapak? Begini ya pak, disekolahan kami, jika ada murid yang nakal dan melakukan kesalahan pasti kami tegur. Bukan hanya Haruto saja, namun teman-temannya juga."
"Ya terserah ibu. Pikir saja sendiri, jangan bisanya makan gajinya saja!"
"Pak! Gaji saya itu urusan saya, kenapa bapak mengungkit masalah personal? Yang kita bahas adalah Haruto anak bapak. Harusnya bapak dengan bijak merespon masalah ini." Tekan Eunha tidak terima. "Saya mengadu hanya ingin meminta bantuan bapak untuk mendidik Haruto! Itu saja. Kalau bapak gak mau dan malah tidak terima, saya minta maaf saya permisi!" Ia memilih bangkit dari duduknya untuk segera pergi.
"Bu tunggu!" Tahan Jaehyun.
"Iya?" Eunha mengurungkan niatnya untuk pergi.
"Maaf." Lirih pria Jung itu. "Bisa ibu duduk kembali dan bicarakan masalah ini baik-baik?"
Eunha pun mengangguk dan duduk kembali dikursinya yang berada didepan Jaehyun.
"Maaf bu, saya barusan tidak bisa mengontrol emosi saya. Saya sangat menyayangi Haruto. Dia satu-satunya yang paling berharga dihidup saya." Adu Jaehyun melunak.
"Iya pak saya tahu. Semua orangtua pasti sangat menyayangi anaknya."
"Saya terlalu sibuk bekerja sampai tidak bisa mengontrol anak saya. Ibu tahu, saya lakukan itu demi Haruto. Agar dia bisa hidup bahagia dengan semua fasilitas yang saya berikan. Dan saya kira semua akan baik-baik saja dengan uang, ternyata saya salah." Jaehyun mengeluarkan semua unek-uneknya.
"Mendidik anak itu bukan hanya dari sekolah, tapi dari peran orangtua juga penting. Saya sudah melakukan kewajiban saya sebagai guru, namun semua itu belum mampu membuat Haruto menjadi anak yang baik."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bu Eunha
RandomJung Eunha, seorang guru cantik SMP. Jung Jaehyun, pengusaha kaya raya, tampan dan nyaris sempurna. digilai banyak wanita seusianya bahkan gadis-gadis remaja cantik. seorang duda beranak satu. Haruto Watanabe, anak kandung Jaehyun dari pernikahan pe...