11 - MATEMATIKA

248 45 10
                                    

Selain cowok yang dekat sama Amira, gue juga benci Matematika!

- Saga.

***

Pelajaran Matematika mungkin pelajaran yang di benci hampir seluruh pelajar di muka bumi ini. Soal yang membuat otak panas, dan jawaban yang sangat membingungkan.

Suara ketukan meja dan bisikkan beberapa kali terdengar seperti ingin mengirim sinyal pada seseorang yang sama sekali tidak menyadarinya.

Karena merasa kesal, Saga pun menendang kursi di depannya lumayan keras. Terlihat lah gadis berkaca mata bulat dengan tatapan sinis.

"Apaan sih? Rusuh banget!" Gadis itu menggerutu.

"Aelah! Tolong panggilin Alvaro dong."

"Gak!" balasnya cepat.

"Yeee bentaran doang, Frozen!"

Elsa mendelik kesal. "Makannya belajar! Otak lo itu udah bego, Ga."

"Ya udah gak usah di perjelas!" kata Saga dengan kesal. "Cepet panggilin, elah. Nanti gue beliin coki-coki dah."

Elsa berdecak malas. Namun gadis itu tetap melakukan yang di perintahkan Saga. Tak lama kemudian, Alvaro menoleh dan menatap datar laki-laki itu. Ia sudah tahu alasan Saga memanggilnya.

"Bagi gue jawaban dong. Belum selesai nih." Alvaro mengendus pelan. "Nomor berapa?" tanyanya malas.

"Nomor 1 sampe 30."

Nah, kan. Saga itu kebanyakan duduk. Jadi gak tau diri!

"Nih! Cepet nulisnya." Alvaro pun menyerahkan kertas ulangannya dengan malas. Saga pun menulisnya dengan senang hati.

"Selain cowok gembel yang deket sama Amira, gue juga benci nih pelajaran!" gerutu Saga ketika melihat jawaban Alvaro yang luar biasa sulit. Ia tidak mengerti mengapa temannya itu memiliki otak yang cerdas tak seperti dirinya yang harus menghitung berjam-jam. Itupun jawabannya selalu tidak tepat.

"Lo sih kurang gercep, keduluan kan tuh sama Jeremy." cetus Aidan tertawa mengejek. "Jeremy nya aja yang lenjeh." Saga berdecih.

Jika Alvaro dan Jevon sedang fokus pada ponselnya, Saga dan Aidan sibuk berdebat, berbeda dengan Achilles yang menatap ke arah luar jendela. Lebih tepatnya ke arah lapangan yang sedang berlangsung nya pelajaran olahraga.

Achilles menatap gadis dengan rambut di kuncir kuda dan seragam olahraga yang melekat sempurna di lekuk tubuh indahnya. Kecantikan gadis itu membius siapa saja yang melihatnya. Begitupun dengan Achilles yang tak bisa mengalihkan pandangannya walau hanya sedetik. Gadis itu seperti magnet yang selalu menarik perhatiannya.

"Tertarik?"

Achilles meliriknya sekilas. "Nggak."

Alvaro terkekeh. "Bohong banget, Les. Gue tau lo mulai tertarik sama tuh cewek."

Achilles menautkan alisnya tak suka. "Gue gak bohong."

"Mungkin mulut berdusta, tapi mata gak bisa bohong." ujar Alvaro membuat Achilles terdiam.

"Gue gak tau."

"Gak tau apa?" Achilles menatap Alvaro dengan alis terangkat. "Gue tau lo gak sebego Aidan."

Alvaro tertawa mendengarnya. Walaupun tak ada Aidan, laki-laki itu tetap nomor satu untuk di nistakan. "Oke-oke sekarang gue paham. Lo tertarik kan sama cewek itu?"

Achilles mengendus pelan. "Gue gak tau, Al."

"Halah, ngaku aja Les sama gue mah." ucap Alvaro sambil merangkul bahu laki-laki itu. "Udah ketara kok dari cari lo natap dia."

ACHILLES LEONIDASTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang