Aku terbangun saat kudengar tawa mengelegar yang sudah tidak asing lagi, tawa khas yang kudengar setiap hari, Yeri pasti sedang menjahili Seulgi, mereka berdua masih dengan sifat kekanakannya, mungkin karena Yeri masih anak anak atau mungkin karena masa kanak kanaknya terenggut oleh pekerjaannya.
Aku tidak bergerak, tidak ingin bergerak sama sekali, aku hanya membiarkan tubuhku terlentang diatas kasur yang terasa luas ini, luas dan dingin.
kasur ini terlalu luas untuk kugunakan sendiri, kupikir aku tidak sedang ingin memikirkan apapun, kuyakin bekas air mataku masih terlihat jelas, lebih baik untuk tidak dulu keluar kamar, aku akan sangat berantakan dan aku tidak ingin memancing pertanyaan para member, setidaknya ini hanya sebuah kesalah pahaman.tanggal berapa ini? aku meraih ponselku walaupun dengan bermalas malasan, Ah 12 September, kalau tidak salah hari ini yerim dan seulgi ada kegiatan, kuharap joyyi juga tidak berada di dorm, tidak sampai penampilanku lebih baik.
Lama aku menunggu sambil menghitung detik yang kian membosankan, apa aku tidak ada kerjaan hari ini? aku mengecek scheduleku dulu, nyatanya kosong, Juhyun Unnie? Ah dia ada jadwal sampai malam, baguslah, setidaknya aku tidak akan bertemu dulu dengannya, kejadian semalam saja masih membekas, jangan ditambah lagi, aku takut suasana hati juhyun unnie masih belum membaik.Aku mendengar suara seulgi dan yeri semakin menjauh dan diakhiri dengan suara pintu yang tertutup, Akhirnyaaa aku bisa keluar dari ruangan ini
*3rd Person POV*
Irene bersiap untuk menaiki van yang sudah menjemputnya, namun langkahnya terhenti saat ia menyadari sesuatu tertinggal di kamarnya
"Oppa aku meninggalkan sesuatu yang penting di kamarku"
Irene mengatakan sambil mengentikan langkahnya
"Handphone?"
Irene menggeleng
"Dompet?"
Menggeleng juga
"Tunggu sebentar"
"ingin kuambilkan?"
Irene menggeleng lalu pergi dengan cepat dan segera memasuki dorm miliknya
'ceklek'
Irene membuka pintu dorm bersamaan dengan itu ia melihat seseorang tengah berjongkok dekat lemari es dengan sendok dikedua matanya, Wendy.
"Nugu?"
"Yerime?"
"Seulgi-yahh?"
Suaranya parau, Irene tertegun sepersekian detik melihat Wendy dengan rambutnya yang berantakan
"Ahh Juhyun Unnie?"
Irene tak sadar bahwa Wendy sudah menghentikan aktifitasnya, dilihatnya Wendy dengan mata sembabnya, mata yang menangis sepanjang malam, wajahnya memucat dan rambutnya yang berantakan
"Ahh.. Mianhae unnie, semalam aku menonton film dengan ending yang menyedihkan, aku tidak bisa berhenti menangis"
Bohong
"Aku minta maaf jika penampilanku menganggu pagi harimu, sebenarnya aku tidak bermaksud untuk memperlihatkan diriku..."
"Aku tidak terganggu"
Bohong
Irene berjalan melewati Wendy, lagi.
Wendy mengeraskan genggamannya pada sendok yang dipegangnya hingga tak sadar kukunya memutih karena genggamannya terlalu erat
Irene keluar dari kamarnya lalu berjalan untuk segera pergi
"Chakkaman"
Wendy mematung diri di depan Irene, menghentikan langkahnya
"Aku sibuk"
"Ara, Tolong dengarkan aku sebentar saja Unnie"
"Nanti saja...."
"Sebentar saja" Wendy memekik diakhir kata dengan suaranya yang parau
"Tolong, dengarkan aku sebentar saja"
Wendy menahannya, nadanya memohon, memelas untuk didengar
"Unnie, jika aku melakukan kesalahan yang membuatmu marah, marahi saja aku, kau boleh memaki, berteriak bahkan memukul, lakukan saja, aku bersumpah itu akan lebih baik daripada...."
Kata katanya tersendat, Sekuat tenaga wendy menahan tangisnya, menahan agar suaranya tidak bergetar
"daripada mendiamkanku seperti ini"
Wendy berhasil menyelesaikan kalimatnya, dia bisa mengontrol dirinya, berhasil untuk kali ini
Irene menarik nafas panjang, lalu membuangnya dengan kasar, matanya menerawang jauh melewati jendela menembus gedung bertingkat yang mulai nampak membosankan
"tidak ada yang perlu dibahas, aku hanya ingin menegaskan diriku bahwa aku memang harus bersikap professional, itu saja"
Wendy menatap gadis di depannya tak percaya, Professional? sejak kapan mantra sialan itu ada di kamus hubungan mereka berdua? Wendy tersenyum sedih dengan tatapan yang tidak bisa diartikan
"Professional? apa aku tidak salah dengar? kalau ini kali pertama, mungkin aku berpikir bahwa aku salah dengar, tapi sayangnya aku tidak bisa lagi mengungkiri pendengaranku sendiri, ahh begitu ternyata, baiklah tunggu sebentar"
Wendy berjalan menuju kamarnya lalu keluar dengan mantel abu kesayangannya
"Ini adalah sikap professionalku karena unnie adalah leader kami"
Wendy memakaikan mantel itu, Irene tidak melawan. sama sekali.
"Tetaplah hangat, jangan sakit dan pulang dengan selamat Uri Leader Bae Juhyun"
Wendy memaksakan senyumannya meskipun getir, mengigit bibir bawahnya, menahan tangisnya, tidak ingin gadis di depannya pergi lagi, tidak ingin kehilangan Juhyun-nya lebih banyak, namun Irene tak peduli, dilihatnya sekilas lalu berlalu begitu saja
Wendy kembali tersenyum, kali ini butiran bening meluncur bebas dari pelupuk matanya yang lelah, Wendy sudah boleh menangis, Irene sudah pergi dari hadapannya, Wendy lega bisa mengantarnya pergi meskipun dengan cara seperti ini, namun sisi hatinya yang lain merasakan ngilu, tidak tau lagi rasa sakit seperti apa yang ada didalam dadanya, meskipun begitu, cintanya untuk Irene tidak pernah berkurang, meskipun sedikit.
isakannya semakin nyalang terdengar tanpa ia sadari seseorang tengah menyeka air matanya berbarengan dengan dadanya yang dipenuhi sesak, lalu bersumpah untuk tidak memaafkan dirinya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cold War - WenRene
FanfictionThis is 100% Fanfiction, jangan dibawa serius, just for fun 😉 gxg, if you are homophobic exit in your finger ❌ Cerita dibalik Cold War yang mematahkan hati para Wenrene Seekers, Just look forward for the story, hope you like it 😎