The First victim

2.3K 300 28
                                    

Happy reading
(*'∀'*)
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Aku melangkahkan kakiku pulang dengan semangat. Perjalanan yang lama dengan pesawat membuatku jetlag dan sedikit lelah, tapi tak apa. Aku sudah tak sabar menemui keluargaku, Menceritakan bagaimana hari, bulan dan tahun-tahunku yang ku lalui tanpa mereka. Akan ku marahi adik kecilku itu, karena tujuh bulan sudah sampai kepulanganku hari ini, dia tidak membalas surat-surat dariku. Membuatku begitu kesal dan frustasi.

Apa sebegitu pentingnya lelaki itu hingga dia lupa untuk sekedar membalas surat dari kakaknya sendiri. Bocah masih bau kencur juga sudah memikirkan cinta. Dasar payah. Kakaknya saja masih begini merana dengan kejombloan yang hakiki sejak lahir. Kenapa dia yang masih polos, sudah berani bermain cinta-cintaan. Cih.

Tiga tahun berlalu, dan semua yang ada di depan rumahnya tampak berubah. Dalam artian bagus tentunya.

Aku menghembuskan nafas puas melihat bagaimana taman di depan rumah terasa begitu berwarna dengan beberapa bunga cantik yang mekar disana, siapa lagi jika bukan adiknya yang melakukan, apalagi ayah dan ibunya yang sibuk mengurus kedai makanan di jalan besar sana. Tapi, kedai itu tampak tutup tadi, saat dia akan mampir.

Dia masih berdiri di depan pintu pagar saat tak sengaja melihat tetangganya yang mengintip dari balik jendela. Begitupun tadi saat dirinya memasuki jalan ini. Rumahnya berada pada urutan nomer delapan dari jalan raya, lumayan jauh juga untuk berjalan kaki dari sana.

Dan yang membuatnya risih adalah tatapan dari beberapa orang yang di lewatinya, terasa mencemooh dan menghina, apa itu tadi. Begitupun seseorang yang sudah dianggapnya kenal dan dekat dengannya, tadi menoleh saja tak mau. Padahal sejak dulu mereka adalah sahabat. Ini aneh.

Perasaan bahagia yang begitu banyak di bawanya saat akan berangkat pulang pun mulai berubah menjadi was-was dan khawatir, ditambah beberapa bulan lalu adiknya tak memberi kabar.

Dia segera membuka pintu pagar dan langsung masuk tanpa memgetuk pintu lebih dulu, membuat kedua orang tuanya yang ada di meja makan nampak terkejut.

Senyumnya memudar ketika dilihatnya wajah ayah dan ibunya yang begitu nampak kelelahan dan kurang tidur. Mereka pun mendekat dan memeluknya. Bukan tawa yang didapat saat kepulangannya. Tapi, tangis sedih yang begitu menyayat dari ibunya yang meracau tak begitu jelas tapi masih tertangkap telinganya, membuatnya kesal dan marah.

Dia mulai melepaskan pelukan ibunya dan mendudukannya di sofa. Sambil mendengus, dia mulai melangkah menuju kamar adiknya, akan memarahinya. Ayahnya menahannya, tapi dia tidak tahan akan hal itu. Dia tetap pergi dengan tangan ayahnya yang menahannya, tapi tenaganya tak cukup dan akhirnya malah ikut terseret bersamanya.

Dia langsung membuka pintu kamar adiknya tanpa permisi, ingin mengucapkan sumpah serapah dan makian atas betapa bodohnya adiknya itu. Tapi, semuannya tertelan kembali saat mendapati adiknya yang tidur. Tidak telentang ataupun tengkurap. Tapi berdiri, lebih tepatnya menggantung.

***

"Brengsek."

Umpatnya ketika dia terbangun dengan mimpi sialan itu lagi. Kepalanya terasa berdenyut sakit dengan hebatnya. Dia segera mengambil obat di nakas samping tempat tidur dan menelannya tanpa air.

Don't Leave Me ! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang