Malam yang Panjang

7K 639 122
                                    

Dande masih tetap posisi yang sama. Duduk bersimpuh di lantai yang dingin, menatap kosong kue pemberian kakak sulungnya yang tergeletak tak berbentuk di lantai.

Dia tahu, kedua kakak kembarnya bertengkar. Disusul sang ayah masuk ke kamarnya dengan muka membara, memancar tatapan tajam, seakan belati siap kapan saja menikam hatinya.

Ia ingat betul waktu bangun dari koma. Hidupnya berubah, penolakan demi penolakan ia terima.

Dulu, sebelum tinggal bersama Ayah, Bunda dan Kakak kembarnya. Hidupnya Bahagia walaupun hanya tinggal bersama Opa dan Omanya.

Namun semesta seakan iri, merebut kebahagian kecilnya. Mengoyak luka menganga lebar, meninggalkan sesak  tak ada habisnya.

Dande berjalan menuju kasur, mengambil foto opa dan omanya yang tersenyum lebar di sana.

Ada kebahagian yang ia tangkap di sana, ia hanya tersenyum sendu melihat foto itu. Ingin rasanya ia ikut bersama opa dan omanya.

"Ke ... kenapa kalian ... hiks nggak bawa Adek ? Adek disini sakit, mereka ... hiks nggak mau menerima Adek." Dande menumpahkan semua sesak membelenggu hatinya.

🌼🌼🌼

Sinar mentari meredup, diambil alih kegelapan langit ditemani bintang dan bulan. Malam ini tampaknya berbeda, keluarganya diam tidak seperti biasanya. Diana bingung melihat anak kembarnya saling acuh tak acuh, di tambah lagi sang suami menikmati makan malam kediamannya. Aneh Diana rasakan, karena setiap mereka berkumpul pasti ada-ada saja topik yang mereka bicarakan.

Langkah tungkai Diana berhenti di depan kamar anaknya Fero, masuk ke dalam kamar. Dapat ia lihat anaknya itu duduk termenung di balkon, memandangi ribuan bintang menghiasi langit malam.

"Sayangnya Bunda, nggak bagus duduk di balkon malam-malam. Nanti sesak."

Fero sedikit tersentak mendengar suara lembut bundanya, menoleh ke sumber suara.

"Maaf Bun, Fero cuman ingin lihat bintang."

Diana menghela nafas sejenak menatap putranya ini, tahu sedang banyak pikiran.

"Mau cerita?"

Fero memandang sedih Bundanya. "Bun, Kakak marah sama Fero ... hiks gara-gara anak haram itu, kakak nggak sayang Fero ... hiks."

Diana memeluk anak kesayangannya. "Kakak sayang Fero kok. Mungkin, kakak lagi banyak masalah. Udah dong sayang nangisnya, nanti sesak lagi."

Diana mulai Khawatir merasakan deru nafas Fero memberat. Fero menuruti perkataan bundanya, mengatur nafasnya.

Beberapa menit berlalu, pernapasan Fero mulai berangsur-angsur membaik. Diana membantu Fero masuk ke kamar dan membaringkannya di kasur king size.

"Masih sesak? Atau Bunda pakaikan nasal cannula?"

Fero menggeleng, matanya sayu setelah itu terlelap dalam tidurnya.

Diana tersenyum sendu, mengingat kondisi Faro menurun beberapa tahun belakangan. Itulah yang membuat mereka begitu Overprotektif.

"Tetap sehat anak Bunda." Diana mencium kening putranya, beranjak berjalan keluar kamar.

Ada rasa marah di dalam hati Diana mendengar cerita Fero tadi, semakin membuatnya membenci anak yang tidak pernah ia anggap kehadirannya.

Langkah lebar Diana berhenti tepat depan kamar Dande. Membuka kasar pintu itu, terlihat lah Dande yang sedang belajar di kasur tipisnya.

'PLAK'

'PLAK'

Hawa panas menjalar di kedua pipinya Dande, meninggalkan bekas merah di sana. Dande ketakutan, merasakan bundanya marah besar.

Dandelion [OPEN PO]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang