Dandelion kembali
Terimakasih tetap setia menunggu ceritaku ini🥰
Jangan lupa tinggalkan jejak jika kalian suka
Happy reading
Seminggu telah berlalu semenjak kejadian itu. Hari-hari Dande semakin sulit dilalui. Rindu terhadap kedua orang tua angkatnya tak bisa dibendungi. Dia ingin berada didekat mereka, tapi untuk bertemu mereka saja selalu dihalangi Ayah dan bundanya. Dande hanya bisa melihat Papa dan mamanya dari kejauhan, menahan semua rindu kian memberontak.
Langkah tungkainya menyusuri lorong-lorong rumah sakit sepi, berhenti tepat pada salah satu ruangan Dokter spesialis Jantung. Senyumnya mengembang, melihat kakak Faro masih berada di ruangannya.
"Ngapain kesini?" tanya Faro dingin memperhatikan Dande berada di ambang pintu.
Dande tetap mempertahankan senyumannya, walaupun hatinya sakit dihujam kilatan tajam orang yang pernah menjadi sandarannya. Tak ada lagi tatapan teduh yang dia tangkap, tak ada lagi perkataan lembut yang dia dengar, semuanya hilang akibat sebuah kesalahpahaman.
"Kak ..."
"keluar!"
Dande tetap masuk, duduk dihadapan Faro.
'BRAK'
Kemarahan Faro semakin meluap, melampiaskannya dengan memukul meja kerjanya.
"Lo budek, ya!" murka Faro.
"Sebentar aja, Kak." Dande memandang Faro dengan tatapan memohon.
Faro diam, duduk kembali membiarkan Dande menyampaikan maksud kedatangannya.
"Adek rindu Kakak."
Faro memalingkan muka. "Lo cuma mau bilang itu? Ck, buang-buang waktu gue tau nggak!"
"Segitu marahnya Kakak sama Adek?" suara Dande bergetar menahan tangis.
"Gue paling benci sama orang yang buat keluarga gue celaka," sinis Faro.
Apa katanya? Keluarga? Jadi selama ini Kakak Faro tidak menganggapnya keluarga?
"Bukan Adek ..."
"Dan satu lagi, gue paling benci sama orang bermuka dua," potong Faro.
Pijakan yang selama ini menjadi tumpuan Dande, patah begitu saja. Orang yang pernah menjadi tameng baginya kembali menjadi penghadang, membawa pedang, mencabik-cabik harapan yang telah terangkai.
"Kak, kalau aku pergi ... apa kakak bahagia?"
Faro terdiam, lidahnya terasa keluh untuk sekedar menjawab pertanyaan menyayat hati.
"Ah, pertanyaan bodoh, ya jelaslah Kakak bahagia." Dande tersenyum penuh luka.
"Maaf menggangu waktu Kakak."
Dande beranjak pergi meninggalkan Faro, berjalan gontai bagai raga tanpa nyawa. Menatap kosong ke depan di bawah sinar rembulan menuntunnya pulang.
'CKLEK'
Dande masuk ke apartemen. Langkahnya terhenti tepat di ruang keluarga, tak sengaja melihat Fahri dan Diana duduk santai di sana.
"Ayah sama Bunda ngapain kesini?" tanya Dande.Yang ditanya tersenyum licik membuat Dande menjadi was-was.
"Seharusnya kami yang bilang itu! Emangnya kamu siapa masih tinggal disini?!" sarkas Diana.
"Ingat baik-baik! kamu itu hanya orang asing, tidak sepantasnya berada dalam keluarga kami," timpal Fahri
Fahri berjalan mendekati Dande, menyerat kasar anak itu, membawanya keluar apartemen. Diana mengikuti dari belakang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion [OPEN PO]
Ficção AdolescenteBahagia Satu kata berjuta makna, salah satunya mendapatkan kasih sayang keluarga. Mungkin itu terlihat sederhana tapi tidak untuk dirinya. Disaat seorang anak lahir disambut bahagia namun berbeda untuknya. Dia ada tapi tak dianggap, dia ada tapi tak...