04 Toxic Relationship

542 95 12
                                    

"Lo kuliah dimana, Bin?" Tanya Dahyun ketika keduanya baru saja duduk di teras belakang.

"Di Jayanegara. Kenapa?"

"Oh satu kampus sama pacarnya Nayeon?" Tanya Dahyun lagi lalu Hanbin mengangguk.

"Kalo lo? Di Citaprasada, kan?" Tebak Hanbin.

Dahyun mengangguk dengan wajah terkejutnya karena tebakan Hanbin tidak meleset.

"Jadi, lu mau ngomongin apaan?" Tanya Hanbin.

Dahyun memposisikan tubuhnya lurus kearah Hanbin. Genggaman tangan Dahyun di tali tas nya semakin mengerat. Ia tau, ini akan membuat pemuda itu mundur untuk menerima ajakan Dahyun. Tapi gadis putih itu sudah memikirkan solusinya.

"Lo mungkin udah denger dari Nayeon kalo gue minta tolong lo buat jadi cowo boongan gue selama sebulan."

Hanbin mengangguk. "Katanya lu jalanin hubungan toxic?" Tanya pemuda itu. Dahyun mengangguk. "Se-toxic apa hubungan lu?" Tanya pemuda itu kemudian.

"Sebelum gue cerita, lo janji dulu bakal terima tawaran gue." Ujar Dahyun.

"Ya lu cerita dulu, lah..." ucap Hanbin. "Ntar biar gua putusin, mau atau engga terima tawaran lu."

"Kalo gitu gue gak bakal cerita. Karena ini menyangkut aib gue." Ujar Dahyun. Gadis itu lalu menunduk. "Udah lah, gak ada yang bisa bantu gue. Emang udah kesalahan gue nerima dia. Makasih ya Bin, udah mau luangin waktu buat ngobrol sama gue. Gue balik aja deh. Pamit ya?" Dahyun langsung berdiri dan melangkah masuk ke dalam rumah untuk mencari teman-temannya dan minta izin untuk pulang.

Tapi belum gadis itu masuk sepenuhnya ke dalam villa, Hanbin sudah menahan pergelangan tangannya dari belakang. "Ntar dulu. Argh! Yaudah duduk, jelasin sama gua. Apapun resikonya gua jabanin. Toh, gua dibayar ini sama lu." Ujar Hanbin yang berhasil menciptakan senyum di wajah Dahyun.

Rencana berhasil!

Dahyun berbalik dengan wajah terharu. "Makasih ya Bin..." ungkap gadis itu. Sepertinya ia harus berterima kasih atas pelajaran akting yang dulu ibunya paksa untuk ia geluti. Disaat-saat genting seperti ini, bisa membawa keberuntungan untuk dirinya sendiri.

"Jadi gimana?" Tanya Hanbin saat keduanya kembali duduk.

"Gue punya pacar sejak masuk SMA. Tapi dia over protektif banget, Bin. Awalnya gue pikir, ini bukti cinta dia sama gue. Tapi entah kenapa, semakin hari, dia jadi semakin posesif. Mulai nakar temen-temen cowo gue. Mulai kepo siapa yang gue hubungin. Mulai ngatur jam berapa gue boleh main dan kapan gue harus pulang. Setiap dia telepon, gue harus angkat. Kalo kedengeran suara cowo dia pasti marah dan nekat nyusul. Semua temen-temen cewe gue di omelin kalo ngajak gue pergi tanpa seizin dia. Dia cuman pacar Bin, belum jadi suami. Tapi udah bikin gue mual." Jelas Dahyun.

Alis Hanbin mengernyit.

"Gue mikirnya, udahlah, emang anaknya begitu. Selagi gak nyakitin gue, gue masih maklum. Tapi belakangan, semenjak kita beda kampus, dia mulai makin menjadi-jadi. Setiap dia jemput dan gue males jawab pertanyaan dia yang kayak memfitnah gue, dia malah tambah emosi dan berani nampar gue."

"WHAT? nampar??" Tanya Hanbin terkejut.

Dahyun mengangguk dengan matanya yang mulai memerah. "Gue jadi trauma kalo liat dia udah stand by di depan kampus. Gue udah minta kita putus baik-baik. Tapi dia malah makin lepas kontrol. Untung waktu itu gue langsung lari pas cengkraman di tangan gue dia lepas, abis itu gue udah jarang masuk kelas soalnya takut dia muncul di kampus. Nyokap gue udah curiga kenapa gue jarang ngampus. Gak mungkin gue selalu bilang kalo gak ada kelas."

Hati Hanbin terenyuh saat perlahan-lahan air mata Dahyun mengalir di pipi. Sesekali gadis itu seka agar tidak membasahi bajunya. Tapi derasnya air mata Dahyun adalah tanda betapa dia begitu menderita saat ini.

"Terus gue curhat ke Nayeon. Dia bilang kalo Bobby punya temen yang mau jadi pacar boongan. Gue gak punya solusi lain Bin, makanya gue nekat kesini buat nemuin lo."

"Sampe sekarang cowo lu masih ngehubungin?" Tanya Hanbin sambil memberikan beberapa lembar tissue untuk Dahyun.

"Gue gak tau. Hp gue di matiin sejak terakhir kali gue ketemu dia. Gue takut Bin." Jawab Dahyun.

"Kenapa harus sebulan sih?" Tanya Hanbin. "Gua rasa kalo kita ketemu face to face, doi juga bakal ngerti. Gak perlu lah sampe sebulan."

Dahyun tersenyum miris,"gue tau dia gak akan semudah itu percaya. Makanya gue butuh bantuan lo sebulan ini, Bin. Tolong."

Hanbin terdiam lama untuk menanggapi permintaan Dahyun. Banyak hal yang harus dia pertimbangkan. Salah satunya, ia pasti tidak akan menerima job untuk sementara waktu, agar sandiwara Dahyun berhasil. Itu berarti, ia juga perlu menghemat pengeluarannya yang biasa ia habiskan, untuk mentraktir teman-temannya.

"Bin, kalo lo mau, gue langsung transfer nih uang mukanya dulu sebagai awal perjanjian kita." Ucap Dahyun. "Uang buat jalan kayak nonton sama makan, itu diluar biaya jasa lo kok Bin, tenang aja, itu tanggung jawab gue." Lanjutnya.

"Heh apaan!" Sahut Hanbin. "Udah, lu transfer aja Dp nya ke gua. Buat jalan sama nonton, itu urusan gua. Kan cowonya gua, bukan lu."

Dahyun tersenyum,"gak usah pake acara: cowo yang bayar semuanya, lagi. Gue gak papa kok, kalo setengah-setengah." Ujarnya.

Hanbin menggeleng,"itu udah hal yang biasa gua lakuin ke client-client gua. Kayak budaya bisnis gitu lah. Jadi lu gak bisa komplain." Tegas Hanbin.

Dahyun mengangguk sambil menahan senyum. Entah mengapa, hanya melihat sikap Hanbin, dia bisa tau, bahwa lelaki itu sangat menyenangkan. Sepertinya, waktu sebulannya akan terasa singkat karena merasa terhibur oleh Hanbin.

"Bin!"

Dahyun dan Hanbin menoleh ke sumber suara. Ada Yeri yang berdiri di depan pintu dengan wajah jengkelnya.

"Sini, ah!" Panggil Yeri. Hanbin meminta izin pada Dahyun untuk pamit, lalu menyusul Yeri ke dalam.

"Ada apaan sih?" Tanya Hanbin setelah keduanya berdiri di depan pintu kamar para pria.

"Gue gak bisa bukain toples selainya. Tolong dong Bin, hehehe" ucap Yeri sambil memperlihatkan toples selai yang belum dibuka ke hadapan Hanbin.

"Ck! Gua kira ada apaan!" Kesal Hanbin. Ia lalu mengambil toples itu dan membukanya dengan mudah. "Anak-anak pada kemana? Kok sepi?" Tanyanya.

"Gak tau. Jalan-jalan kali." Jawab Yeri seadanya. Ia melirik ke teras dimana Dahyun masih setia duduk. "Tuh cewe, beneran ngejalanin hubungan yang toxic?"

Hanbin menoleh kearah Yeri yang menatap Dahyun. Hanbin pun akhirnya melakukan hal yang sama. "Iya. Kasian juga gua dengernya." Jawab Hanbin.

Yeri melirik kearah Hanbin,"jangan sampe rasa empati lo berubah jadi simpati ya, Bin."

Hanbin terkikik geli mendengar ucapan Yeri barusan,"ya engga lah! Gila lu! Gak ada dalam bayangan gua, punya cewe dari antah berantah. Pokoknya tuh harus udah gua kenal dari lama. Luar dalem, gua udah ngerti. Jadi gak perlu nerka-nerka." Jawabnya.

Senyum Yeri terlukis walau samar. Sedikit kelegaan merasuk ke dadanya. Bisakah ia berharap jika gadis yang Hanbin sebutkan tadi ialah dirinya?

Tobecontinued...

MAKASIH UDAH MAMPIR, VOTE SERTA COMMENT💕

P.s :
Kemaren mas Hanbin upload foto di ig yaak seneng iiihhh😆

Jadi sebagai rasa bahagia gue... yuuuk ramein chapter inii, bakal double update niihh!!

Pacar BayaranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang