BAGIAN 9 : Hari-Hari Baik

3.2K 985 191
                                    


Segalanya berubah hanya dalam sepekan. Hari-hari baik itu akhirnya datang.

Tatapan-tatapan mencemooh yang kerap mereka berempat dapat saat berjalan di koridor sekolah kini berganti tatapan kagum, aksi mereka mengungkap perilaku buruk Sam dua minggu lalu masih jadi topik hangat anak-anak. Bahkan, para guru bersikap lebih baik pada mereka sekarang.

Sebelum-sebelumnya, bila Zero L mengadakan konser dadakan di kantin dengan alat seadanya, banyak yang merasa terganggu dan mengusir mereka dari kantin dengan melempari mereka tisu.

"Udah, woe! Berenti nyanyi, suara lo fals!"

"Diam dong, telinga gue sumbing nih dengerin musik rongsokan kalian!"

"Mending lo pada diem, deh, suara kalian berpotensi bikin congek permanen!"

Sekarang, orang-orang yang merasa terganggu itu kini justru semangat tiap kali Haechan dan kawan-kawan mengadakan konser dadakan, mereka bahkan me-request lagu untuk dinyanyikan Haechan, dan yang baru disadari oleh mereka, ternyata penampilan mereka menggelar konser dadakan dengan alat seadanya tidak seburuk itu, masih enak didengar.

Ini baru penampilan abal-abal, bagaimana kalau mereka melihat langsung Zero L tampil di Hopeless Club? Sudah bisa dipastikan, mereka bakal jadi idola siswi-siswi di sini.

"Lanjut, gak nih?" tanya Haechan pada siswa-siswi di kantin saat jam istirahat, dia menjadikan botol aqua kosong sebagai mic-nya.

"LANJUT, DONG!" Seluruh murid di sana berseru kompak.

Di antara keriuhan itu, ada Somi yang diam-diam ikut menikmati konser abal-abal itu, meski tidak seheboh yang lain.

Semenjak kasus Sam, Somi benar-benar malu bila berhadapan langsung atau sekadar berpapasan dengan Yoshi dan teman-temannya. Tanpa tahu kebenarannya, hari itu dia melontarkan kata-kata kasar tentang mereka. Padahal, Yoshi memukul Sam saat itu bukan tanpa alasan, dan salah satu alasan yang paling memancing amarah Yoshi justru karena Sam dengan beraninya ingin mencabulinya, Somi tahu itu karena dia ikut menguping di jendela depan kantor Tata Usaha saat itu.

Rasa bersalah dan malu itu jugalah yang membawanya ke kantin, membeli 4 bungkus roti dengan tiga varian rasa, juga meninggalkan nota di bungkus roti tersebut.

Somi tidak menyangka, Yoshi bisa menebak dengan cepat roti itu adalah pemberiannya dan mengirim pesan padanya hari itu juga. Somi tidak membalas, ketersimaannya membuat perempuan itu memilih tidak menanggapi.

Sampai saat ini, Somi belum pernah terlibat obrolan langsung dengan Yoshi sejak berbulan-bulan lamanya. Ego lagi-lagi menjadi benteng di antara dia dan Yoshi.

"Lagu apa nih enaknya?" tanya Haechan lagi setelah menenggak segelas air, haus selepas menyanyikan tiga lagu berturut-turut.

"Apaan aja dah, yang penting asoy!" jawab salah satu siswa.

"Lu pikir dangdut apa asoy-asoy?!" timpal siswa satunya.

"Sip lah, sawerannya bakso aci, ya!" Haechan berseru.

"Bakso beneran juga gue traktir, dah!" sahut siswa lainnya. "Minumnya teh sisri aja tapi, lagi bokek gue."

"Haha, air bening juga gaslah slur!"

"Jadi ceritanya setiap hari kita bakal manggung, nih?" tanya Yangyang, memainkan sendok dan garpu ke mangkuk bertuliskan sajiku hingga menimbulkan bunyi denting, posisi aslinya keyboardist, tapi karena tidak ada keyboard, dia jadi marchine bell dadakan.

"Siang di sekolah, malam di kelab." Yangyang mengimbuh.

"Yoi, music for life!" timpal Sanha sambil menggetok-getok meja, seperti posisi aslinya, dia jadi drummer.

A Thousand Star for YoshiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang