Aku malem banget ya updatenya. Salahkan masterchef yang bikin aku lupa. Jagoanku pulang lagi hari ini. Aziz oh aziz.
Ayo yang rajin komennya. Ntar di akhir nyesel loh kalau gak dapet epilognya 😂😂😂
Selamat membaca💜
—————
Mereka menikah.
Debaran gila, tangis, haru sudah terlewat lima belas menit yang lalu, tepat saat keduanya mengumandangkan sumpah di atas altar disaksikan oleh ratusan pasang mata.
Kini perasaan bahagia bercampur secubit masih tidak percaya menghias wajah Jimin dan Jisa. Boleh dibilang, sulit dipercaya kalau mereka akhirnya menapaki titik ini.
Sejauh ini.
Segila ini.
Mengingat pada awalnya tidak ada ketertarikan yang sama. Maksudnya, Jimin seperti bekerja sendiri. Berupaya menaklukan Jisa yang ternyata jauh lebih sulit daripada perkiraan. Hanya Jimin yang memang dari awal terlihat menggebu.
Namun, ketika memandang raut wajah Jisa saat ini, sepertinya keadaan sudah berubah. Jimin tidak menggebu sendirian. Jimin tidak mencintai sendirian. Dari senyum yang tidak pernah luntur, Jisa seolah mengatakan bahwa ia sangat-sangat bahagia.
"Maaf karena tidak bisa mewujudkan pernikahan impianmu." Jimin berbisik ke telinga Jisa. Mendorong wanita cantik yang berbalut gaun putih panjang itu menatap Jimin dengan dahi berkerut. Lalu beberapa detik kemudian menatap penuh selidik.
"Kau—membaca sticky noteku?"
Jimin menggigit bibir seraya mengusap dagu dengan ibu jari, ada juga senyum samar di ujung bibirnya. "Aku membaca semuanya. Harapanmu. Impianmu. Tidak ada yang terlewat satu pun."
Jisa memalingkan wajahnya. Malu. Dia tidak menyangka Jimin akan mengetahuinya. Sticky note itu tertempel di samping meja belajarnya, di kamarnya. Tidak ada seorang pun yang tahu, kecuali pernah masuk ke dalam kamarnya. Dan Jimin, seingatnya hanya menjangkau ruang tamu dan dapur saat datang berkunjung.
"Kapan?"
"Kau tidak ingat?"
Jisa menggeleng. Hanya selang tiga detik ia langsung melebarkan mata.
"Kau benar. Saat kita tidur bersama tanpa melakukan apa pun selain saling memeluk. Dua hari lalu," ucap Jimin lalu mengecup puncak kepala Jisa.
"Jim, aku malu." Jisa menuntup wajahnya dengan kedua tangan. Hal yang membuat Jimin gemas.
Kenapa harus malu?
"Malu untuk apa? Aku ini suamimu sekarang, Ji."
Jisa menurunkan kedua tangannya. Dia menatap Jimin cemberut setelah menghela napas panjang. "Masalahnya ada impian yang tidak masuk akal dan keinginan yang memalukan di situ."
"Seperti kau menginginkan berbulan madu di sebuah kapal pesiar dan menghabiskan malam-malam yang menyenangkan." Jimin mendekat ke arah telinga Jisa lagi. "Bercinta dengan pemandangan laut begitu?"
Jisa sukses memerah. Kalimat vulgar itu memang bagian dari sticky notenya, tapi ketika Jimin yang mengatakannya secara langsung, ia malu setengah mati.
"Aku akan mengabulkan permintaanmu—menurut versiku," ucap Jimin penuh arti.
"Maksudmu?"
"Maksudnya sampai kapan pasangan pengantin mengabaikan tamunya!" Myung Soo sudah berdiri tidak jauh dari mereka. Di belakangnya ada Sung Woon yang melipat lengannya di depan dada. Mereka memakai setelan jas serupa. Terlihat manis sekali. Tapi tetap, Jimin yang menjadi raja di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, MY SWEETNESS HUSBAND
FanfictionDengan berbagai cara yang boleh dikatakan licik, Park Jimin akhirnya mampu meluluhkan hati Nam Jisa dan memboyong wanita yang berstatus mahasiswinya itu menuju pelaminan. Park Jimin, seorang dosen keras dan disiplin namun juga panas, berkamuflase de...