Park Jimin tidak bisa dianggap remeh. Buktinya, pagi ini Jisa dikejutkan dengan kedatangan sang ayah yang tiba-tiba. Tidak ada raut bersahabat sarat kerinduan yang terpancar, justru sang ayah sudah terlihat menyeramkan saat pertama kali Jisa menyuruh pria paruh baya tersebut masuk ke dalam flatnya.
Jisa tak bisa menutupi kegugupan yang begitu kental. Tangannya dari tadi sudah sibuk meremas satu sama lain sebagai bentuk pengalihan. Nyatanya, tidak mampu mengusir rasa gugup, yang ada gugup itu kian bertambah setiap kali netranya menilik sorot tajam sang ayah. Tentu saja itu tertuju padanya.
Sial. Apa Jimin tidak main-main dengan ucapannya kemarin?
Namun, dari mana Jimin mendapatkan informasi tentang ayahnya?
Jisa menggeleng kuat, mencoba menepis segala asumsi sebelum membuktikan kebenarannya.
"Bisa kau jelaskan apa maksud video ini?" sang ayah menyodorkan ponsel ke arah Jisa.
Jisa lekas mengambil ponsel yang ayah sodorkan, menatap waswas sebelum akhirnya memutar video yang ayahnya maksud.
Brengsek. Brengsek. Brengsek. Ingin sekali Jisa mengumpat.
Jisa terkejut, serius. Namun, ia lebih terkejut sebab tidak berpikir jauh sampai seperti ini. Ia tidak habis pikir dengan ulah Jimin.
Sekarang, sulit sekali bahkan untuk sekadar menelan ludah sendiri.
Baru saja Jisa hendak menyerukan tanya, suara ayah telah lebih dulu menginterupsi. "Kemarin ada pemuda yang mengaku kekasihmu menghubungi ayah. Dia bilang kalian tidur bersama dan sekarang kau tengah mengandung anaknya. Kau hamil, apa itu benar?"
Jisa kontan terbelalak, namun menghindari tatapan ayah. Beberapa saat kesadarannya seolah terenggut. Ia lemas, bahunya merosot, asumsinya benar. Park Jimin bukan hanya sekadar membual, ia sangat serius. Sampai pria itu berani membohongi ayahnya dengan mengatakan telah menghamilinya. Meskipun mereka sudah pernah tidur bersama, mustahil hanya selang beberapa hari dirinya langsung mengandung. Tanpa perlu mengecek pun Jisa sudah sangat yakin bahwa ia tidak mengandung anak dari pria brengsek itu.
"I-itu semua tidak benar Ayah, aku tidak hamil," kilahnya.
"Jangan berbohong. Dia mengirimkan video kalian pada ayah. Semuanya sudah jelas di dalam video itu. Kalian melakukan hubungan badan tidak cukup sekali."
Jimin gila.
Ternyata Jimin menyusun rencana dengan matang, dari mulai menjebaknya dengan memberikan obat perangsang, memperkosanya, tak lupa pria itu mengambil video untuk dijadikan senjata ampuh agar ia tidak berkutik. Rekaman video itu sengaja Jimin ambil untuk diberikan pada sang ayah. Pria itu benar-benar licik.
Remasan di kedua tangannya kian menguat. Jisa nyaris menangis, namun tak juga kunjung terealisasi sebab rasanya percuma saja. Memangnya dengan menangis masalah langsung selesai?
Saat Jisa memberanikan diri menatap sang ayah, semuanya masih sama-tatapan ayah masih merah, memenjarakannya, pun segala keberanian yang coba dibangun runtuh seketika.
Sekali lagi, dengan menarik napas lebih kuat, Jisa hendak bersuara. "Ayah, aku memang pernah tidur dengannya, tapi hanya sekali. Aku juga tidak hamil."
"Ayah tidak peduli. Keputusan ayah mutlak, kau harus menikah dengannya."
Tunggu dulu. Kenapa menjadi seperti ini?
Semudah itu?
Jisa sukses melongo. Terdiam sejenak menemukan jalan lain, kedua netranya berpendar ke berbagai arah, sebelum kemudian menatap sang ayah dengan pandangan sendu, tidak, lebih tepatnya seperti memohon.
KAMU SEDANG MEMBACA
DEAR, MY SWEETNESS HUSBAND
FanfictionDengan berbagai cara yang boleh dikatakan licik, Park Jimin akhirnya mampu meluluhkan hati Nam Jisa dan memboyong wanita yang berstatus mahasiswinya itu menuju pelaminan. Park Jimin, seorang dosen keras dan disiplin namun juga panas, berkamuflase de...