10. Who Are You?

484 76 53
                                    

Jisa masih belum mengerti mengapa ia tidak bisa bersama Jimin. Dalam artian, tidak bisa bersatu, bahkan berdekatan sekalipun.

Sangat membingungkan.

Katakan ini terasa janggal. Jisa memang tidak boleh dipengaruhi orang lain agar warna yang ia miliki tetap bertahan, karena kalau hal yang ditakutkan terjadi akan ada malapetaka, berhubungan dengan alam, juga dirinya sendiri.

Jisa duduk di sebuah kursi kayu tua. Di hadapan Jisa sudah ada Nyonya Yui yang senantiasa menunggu Jisa berbicara. Bola mata Nyonya Yui sudah normal seperti manusia kebanyakan, berwarna cokelat terang. Hanya saja, di waktu tertentu, saat ia sedang marah, bola mata itu akan berubah merah menyala, seperti ada kobaran api.

"Aku ingin tetap bersama Jimin."

Nyonya Yui menatap heran, sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan, usia tua tapi wajahnya selalu muda itu tersenyum, senyum yang tidak bisa diartikan. "Kau masih saja keras kepala. Dulu aku juga sepertimu, ingin hidup bersama orang yang aku cintai. Tapi..." Nyonya Yui menaikkan pandangan, seperti tengah memutar memori. "Takdirku sebagai demeter, tidak boleh mencintai pria yang memiliki darah kerajaan."

"Tapi, Jimin sama sekali tidak berasal dari keluarga kerajaan. Dia orang biasa-"

"Kau yakin? Kau yakin Jimin tidak memiliki darah kerajaan? Kalau dia memang bukan dari keluarga kerajaan, kenapa tubuhmu bereaksi ketika kau sudah berhasil dipengaruhinya?"

Jisa tergelak. Dia menunduk. "A-aku tidak tahu."

Nyonya Yui bangkit dari duduknya, berjalan sedikit menghadap jendela yang menampakkan matahari tenggelam. "Ibu Jimin masih keturunan kerajaan Joseon. Jimin otomatis mewarisi darah itu dari ibunya. Dan kalau kau mempunyai anak dari Jimin, anak itu akan membawa kehancuran besar. Kau bertugas menyeimbangkan alam, tapi anakmu yang akan menghancurkannya. Bahkan, kau tidak akan bisa mengendalikannya."

Jisa mengambil napas panjang. "A-aku tidak akan mengandung anak Jimin."

Nyonya Yui berdecih. Dia membalikkan tubuhnya, tatapannya pun sedikit berubah. Gaun keemasan Nyonya Yui kian berkilau diterpa sinar yang masuk melalui kaca jendela. "Kau bahkan sudah mengandung anaknya. Perutmu sudah terisi anak dari pria itu."

Jisa terbelalak, menatap tak percaya pada Nyonya Yui yang menampilkan ekspresi remeh.

"B-bayi?" ucapnya terbata. Dia refleks menatap ke arah perutnya, mengusap-usap lembut. Masih rata, tapi ia tidak menyangka jika ada nyawa di dalam sana. Padanan perasaannya tiba-tiba begitu kompleks, antara senang dan takut.

"Calon bayi. Kau bisa melenyapkannya sebelum dia lahir. Atau, "Nyonya Yui menyeringai. "Kau bisa mempertahankan bayi itu asalkan—"

Jisa mengangkat wajah, menunggu ucapan Nyonya Yui tidak sabaran, cemas. "Apa pun akan aku lakukan agar bayi ini tetap hidup." Jisa bangkit dari duduknya, menghampiri Nyonya Yui, lalu bersimpuh dan memeluk kaki wanita yang mewariskan hampir keseluruhan kekuatannya.

Bagaimanapun caranya, Jisa ingin tetap mempertahankan bayi yang ada di dalam perutnya, sekalipun harus melawan Nyonya Yui. Maka, ia sudah bertekad juga untuk menerima segala konsekuensi yang nanti akan berimbas.

Namun, sepertinya ia harus memikirkan dua kali keputusannya, sebab Nyonya Yui sukses memberikannya pilihan sulit.

"Kau harus memutus ikatan yang menghubungkan Jimin dengan darah kerajaan. Dengan membunuh Choe Kang Hee, ibu mertuamu."

Tubuh Jisa seketika menegang, tapi selang satu menit setelahnya menjadi lemas. Ibarat berdiri di tepi jurang, sedangkan para penjahat sudah mengepung di belakang. Sungguh tidak ada jalan keluar.

DEAR, MY SWEETNESS HUSBANDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang