Rasa ingin menamati cerita yang tersisa📈 tapi keinget waktu yang tak memadai📉.
Author Pov.
Suasana hening tercipta di ruang inap Zillia, hanya ada Bretna, Leo dan Zova. Zillia masih tak sadarkan diri, dari yang dokter katakan Zillia terkena Hephotermia, suhu tubuhnya sangat rendah.
"Jadi, Alby memang yang berpengaruh besar dari kejadian ini. Yang pertama karena dia membantu kita dan yang kedua adalah dia penyebabnya, jadi Papi memutuskan untuk menjauhkan Alby dari Sheeva lagi. Kali ini kita yang pergi"
Baik Zova maupun Bretna setuju dengan apa yang Leo katakan, bagaimanapun ini demi kepentingan Zillia sendiri. Jika Zillia terlalu lama berada di sekeliling Alby, Maknya yang bagai Psikopat itu akan melakukan hal yang sama berulang kali.
"Tapi, apa Sheeva tak akan marah jika kita membawanya pergi?" Ini hal yang Bretna khawatirkan. Dia takut putrinya akan terpuruk jika dijauhkan dari kekasihnya lagi.
Setelah dulu juga diperlakukan sama. "Biar saja Mi, ini juga demi kepentingannya" Ucap Zova dingin. Kali ini dia tidak akan membiarkan Alby mendekati saudarinya, barang sejengkalpun.
Bretna tak bisa mengatakan hal apapun lagi, ini sudah keputusan bersama.
Greek.
"Maaf Pak, Buk. Ini saatnya Dokter memeriksa, dimohon untuk keluar sebentar" Ketiganya menoleh dan langsung mengangguk. Berjalan menuju pintu keluar dan membiarkan Dokter beserta Perawat masuk.
Bretna menghela napas pendek, dia menoleh ke kiri dan tak sengaja melihat Alby yang mengintip dari balik dinding. Wanita itu tersenyum kecut, kasihan Alby. Kali ini harus kembali berpisah, padahal yang salah Ibunya.
"Mami laper, ayo cari makanan" Bretna langsung menarik kedua orang tersayangnya itu untuk turun. Memberikan kesempatan bagi Alby untuk melihat Putrinya, sebelum mereka pergi.
Alby yang sadar akan kode itupun mengulas senyum bahagia, hampir jatuh air matanya. Setelah ketiganya masuk ke dalam Lift, Alby langsung berjalan mendekat ke ruangan Zillia.
Greeek.
"Silahkan masuk" Alby mengangguk senang begitu Dokter dan Suster keluar. Mengizinkannya untuk masuk tanpa menaruh curiga sama sekali.
Dia berjalan perlahan menuju ranjang yang Zillia tempati, sudah tidak terpasang lagi masker oksigennya. Berarti keadaan Zillia sudah membaik.
Alby duduk di kursi, tepat di sebelah ranjang. Menggenggam tangan lentik dan putih milik Zillia, mengeluskan tangan itu ke pipi kanannya.
"Sheeva, maafin Alby. Alby sayang sama Sheeva, Alby tulus. Alby macarin Sheeva karena Alby cinta, dan lagi Alby uda ingat soal dulu, maafin Alby yang selalu jadi alasan Sheeva terluka. Maaf.."
Dadanya sesak, paru-parunya terasa dihimpit ribuan batu besar. Menahan air mata dan isakan itu menyakitkan, Alby tak tahan, dia tidak sekuat itu.
"Heuuuuu..hiks..maafin Alby..hiks..maafin Alby..maaf.." Isaknya tak tertahan, dia menelungkupkan kepalanya di pinggir ranjang. Tak perduli jika bagian itu basah.
Tubuhnya bergetar, dia benar-benar lemah. Mau dulu walaupun sekarang dia tetap lemah, lemah karena tak bisa menjaga Sheeva-nya.
Di dalam hatinya sudah tersimpan dendam yang sangat besar pada Ibunya. Dendam yang tak bisa dihilangkan dengan apapun, mulai tumbuh, akarnya sangat kuat bahkan dengan kenyataan jika Frisya adalah ibunya.
Tak membuat dendamnya hilang.
Alby tak bisa berlama-lama, dia bangkit dan menghapus air matanya segera. Takut jika keluarga Sheeva masuk kembali.
"Sheeva maaf, Alby gabisa deket Sheeva lagi. Tapi Alby bakalan jaga Sheeva dari jauh" Alby mendekati wajahnya ke wajah Zillia dan mencium lembut bibir kenyal itu.
"Setidaknya, aku yang pertama nyium kamu" Lirihnya kemudian berbalik.
Tap.
Deg deg.
Alby terdiam saat tangannya di tahan.
"Hei..sayang.."
Kedua manik hitam Alby bergetar, suara lemah itu menggetarkan hatinya. Bahunya merosot, diikuti dengan bahu yang bergetar.
Zillia menatap sendu punggung Alby, dia tau semua. Dia tau jika dia akan pergi ke luar negeri bersama keluarganya.
"Kamu..mau kemana?" Lirihnya lemah, namun sangat lembut dan bisa membuat Alby lemas. Dia berbalik dan kembali duduk, kali ini kepalanya menunduk dengan derai air mata yang deras.
Zillia tersenyum lemah, perlahan menyeka air mata itu dan mendekatkannya ke bibirnya. "Kenapa..kamu pergi?" Lirihnya lagi.
Alby tak menjawab, malahan isak tangisnya semakin kuat. "Bisakah..kamu disini sebentar..bersamaku?" Tanya Zillia lagi. Alby mengangguk cepat, dia mengangguk dan kini menatap Zillia.
Zillia tersenyum senang dan mencium punggung tangan Alby. "Hanya...malam ini saja.." Lirihnya lagi.
"Hiks..y-ya..t-tentu..tentu Sheeva..tentu.." Isak Alby. Zillia senang, setidaknya dia akan pergi dengan tenang setelah ini. Zillia menatap Alby penuh cinta, bahkan tatapannya sangat membuat Alby merasa dicintai.
Ah Sheeva kembali berfikir, ternyata Frisya sangat jenius. Bisa-bisanya dia menyuntikan sesuatu ke tubuh Zillia sebelum melemparnya ke lemari pendingin.
"By...i love you.." Bisiknya lembut, sebelum akhirnya matanya terpejam sempurna dengan senyum yang terulas manis.
Nit-
Alby terdiam, jantungnya serasa berhenti berdetak. Seirama dengan garis lurus di layar Defribilator.
"Tidak..tidak lagi..hiks..tidak lagi.."
Bruk!
"Tidak lagi Tuhan...tidak..hiks.."
Brak!
"BRENGSEK! NGAPAI LO DISINI!?"
Alby tak perduli, yang dia tau kini kegelapan kembali hadir di hidupnya.
Tbc..
Ayo 50 Vote aku gas 2 chapter.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Childish Badboy [Sequel Autis Boy]✔️
Ficção AdolescenteZillia Sheeva-Alby Dirgantara [Complete]✔️ Diharapkan baca My Autis Boy dulu baru ini, takutnya kalian gagal paham, FOLLOW SEBELUM BACA, AGAR READERS DAN AUTHOR SAMA-SAMA ENAK EKAN, AHAY. Setelah dipisahkan oleh maut, kini Sheeva kembali bertemu den...