Jadi Ketua Kelas

448 48 5
                                    

Bu Lusi meminta pertanggungjawaban mereka yang berani membuat kelas banjir itu dengan menyuruh mereka untuk bersih-bersih kelas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bu Lusi meminta pertanggungjawaban mereka yang berani membuat kelas banjir itu dengan menyuruh mereka untuk bersih-bersih kelas. Wanita itu hanya bisa bersedekap dada, sambil mengawasi gerak-gerik murid-muridnya yang sedang ia hukum itu.

"Ibu bakal adain pemilihan calon ketua kelas yang baru."

Semuanya nampak diam karena Bu Lusi hari ini benar-benar marah. Bagaimana tidak marah? Kelas nya sudah seperti kapal pecah. Seragam anak didiknya pun seperti gembel yang membuat dirinya harus dicap sebagai wali kelas yang tidak bisa bertanggung jawab.

"Bukannya udah ada Alvin Bu?" Ara membuka suara. Dari tadi hanya Ara yang berani membuka suara. Semua siswa-siswi di dalam kelas ini menutup mulut mereka rapat-rapat.

"Ketua kelas macam apa dia? Melihat kelas seperti ini diam saja? Tidak bisa menegur dan memberi contoh yang baik."  Arah mata tertuju pada Alvin yang sedang menunduk.

"Saya akan pilih dua anak yang nantinya akan kalian akan. Yang pertama ibu tunjuk adalah kamu Ara," ucap Bu Lusi yang membuat gadis itu menegakkan badannya.

Satu persatu tampak mencoba menetralkan detak jantung mereka. Takut akan dipilih. Tapi tidak dengan anak yang ada di belakang yang sedang rajin-rajinnya mengepel karena sedang menjalani masa hukuman untuk membersihkan apa yang telah mereka perbuat.

"Angkat kaki lo! Atau muka lo yang gua pel." Algar menunjuk kaki Ridho yang membuat Ridho langsung mengangkat kakinya.

"PMS Bos?" tanya Bima yang juga ikut membantu Algar dengan menyemprotkan cairan pewangi ke lantai.

Mereka bertiga benar-benar dibuat sibuk sekarang. Apalagi Ridho terus saja menganggu nya dengan menginjak injak lantai yang belum kering hingga membuat Algar harus mengepel nya lagi.

"Iya PMS gue, pengen minum susu," jawab Algar.

"Susu apa tuh Men?" pancing Bima sambil tertawa.

"Susu perawan," balas Algar yang membuat Ridho dan Bima tertawa cekikikan di belakang. Tampak menyita perhatian Bu Lusi yang tengah memilih orang yang tepat untuk ditunjuk sebagai ketua kelas yang baru.

"Kamu Algar."

Algar terkejut bukan main mendengar namanya disebut oleh wali kelasnya. Laki-laki itu langsung membalikkan badannya menatap Bu Lusi yang menatapnya dengan tajam. Semua mata tertuju pada dirinya yang sedang berada di belakang.

"Maap Bu! Saya bercanda." Algar menjajarkan kedua telapak tangannya. Dia mengira Bu Lusi mendengar apa yang dia bicarakan tadi.

"Maksud saya kamu yang saya pilih jadi bakal calon ketua kelas yang baru."

Algar menjatuhkan pelnya, syok dengan apa yang dikatakan oleh Bu Lusi. Dia menunjuk dirinya sendiri berusaha memastikan bahwa dia tidak salah dengar dengan apa yang diucapkan wali kelasnya itu.

"Saya Bu?" tanya Algar yang membuat Bu Lusi langsung mengangguk.

"Apa kamu siap?" tanya Bu Lusi dengan yakin.

"Tentu tidaklah."

"Saya butuh penjelasan. Dari puluhan siswa yang ada disini kenapa saya yang dipilih?" ucap Algar tidak terima.

"Saya butuh jawaban, siapa orang yang udah buat kelas ini banjir?"

Semuanya terdiam tak berani menjawab. Sedangkan Bima dan Ridho di belakang sedang menahan tawa.

"Ya saya. Tapi kan gak adil dong bu. Masa saya sih?"

"Kenapa tidak adil? Kamu juga siswa di kelas ini jadi kamu berhak saya pilih jadi ketua kelas."

"Bu, dimana-mana ketua kelas itu menjadi contoh yang baik. Saya aja gak yakin saya bisa menjadi contoh yang baik nantinya. bisa bisa kalo saya yang jadi ketua kelas bukannya kelas jadi tambah maju malah jadi makin buruk," balasnya masih berusaha membuat wali kelasnya itu berubah pikiran.

"Justru itu, saya pikir dengan memilih kamu sebagai ketua kelas, kamu bisa sedikit punya pemikiran bahwa kamu akan menjadi contoh yang baik. Saya ingin kamu mengubah diri kamu, bukan untuk kamu sendiri namun untuk orang lain. Apalagi dalam satu kelas ini, tidak ada yang berani sama kamu. Mereka tidak berani membantah kalo kamu yang jadi ketua kelas, Ibu pikir kamu bisa diandalkan."

"Tapi kan-"

Tidak bisa menjawab lagi, Bu Lusi langsung menuliskan namanya di papan tulis, bersebelahan dengan nama Ara. Bu Lusi memulai votingnya, anak muridnya di suruh memilih.

"Yang milih gua awas aja lo, gue smackdown lo satu-satu abis ini," ancam Algar sambil menunjuk teman-temannya.

Anak perempuan kebanyakan memilih Ara sedangkan anak laki-laki banyak memilih Algar karena ingin membuat cowok itu kesal. Mereka juga ingin penasran bagaimana nantinya jika kelas dipegang oleh ketua kelas macam Algar. Semakin buruk atau semakin ambyar.

Voting yang dilakukan laki-laki dan perempuan jumlahnya imbang karena ada yang tidak masuk. Algar tampak sudah merasa kesal setengah mati.

"Yah jumlah nya sama. Kalo kayak gini mana bisa nih?" ucap Ridho.

Bu Lusi celingukan di ambang pintu, seperti memanggil seseorang yang ada di luar kelas. Algar penasaran dengan apa yang akan dilakukan oleh wali kelasnya itu.

"Oke, karena point Ara dan Algar sama-sama 18, supaya adil. Saya mengundang seseorang yang nantinya akan menentukan siapa yang akan dia pilih sebagai ketua kelas."

"Siapa tuh siapa?" Dari dalam kelas tampak ribut penasaran dengan siapa orangnya. Suasana seketika menjadi tegang, dan panas dingin. Algar sangat berharap orang itu tidak memilihnya.

"Silahkan masuk!"

Algar menatap ke arah pintu, melihat siapa yang akan masuk ke dalam kelasnya. Jantungnya berdetak tak karuan. Namun, harapannya rubuh begitu saja saat melihat siapa orang yang masuk. Cowok berpenampilan tidak jauh darinya. Teman satu gengnya yang sudah beda kelas.

"Anjing, si Ardi," umpatnya pelan.

Ridho dan Bima tampak ribut di belakang, menyorakinya. Bukan menyorakinya lagi lebih tepatnya mengejeknya bahwa sudah dipastikan dia yang akan terpilih menjadi ketua kelas yang baru.

"Udah lah Gar, Terima aja lo jadi ketua kelas."

"Di plis Di! Jangan pilih gue Di! Kita temen kan? Ntar lo gue kasih rokok deh. Lo mau rokok apa deh bilang aja! Gue beliin." Algar tampak panik langsung berdiri memohon ke temannya itu supaya tidak memilihnya. Bisa berabe kalo sampe laki-laki itu malah mengikuti arahan teman kampretnya yaitu Ridho dan Bima yang menbujuk-bujuki laki-laki iti supaya memilihnya saja.

"Di, pilih Algar aja Di!"

"Maaf Gar, kita emang temen. Tapi demi kesejahteraan bersama, gue mengucapkan selamat menjadi ketua kelas buat lo. Semoga kelas ini menjadi kelas ramah lingkungan," ucap Ardi sambil menepil bahunya.

Semua anak nampak tertawa terbahak bahak mendengar keputusa Ardi. Algar yang daritadi memohon-mohon langsung mengacak rambutnya frusatasi. Menjadi ketua kelas itu adalah mimpi buruk untuknya.

"GUAAA MENOLAAAAK!"

Bersambung...

Atas Nama Solidaritas (END✅)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang