Istirahat.Ya, bel baru aja bunyi.
Pertanda kalau gue mesti keluar buat ngisi perut yang lumayan lapar.
"Je, kantin yok." Sebagai temen karib gue, Je harusnya udah berdiri sekarang dan narik tangan gue ke kantin. Seperti biasanya. Tapi, kali ini beda. Doi malah ngeluarin bekal dari laci mejanya.
"Sorry, Ki, gue bawa bekal." Cengengesan dianya. Bawa bekal nggak ngajak-ngajak gue. Kampretlah. Lupa kalau punya temen kek gue yang susah sosialisasi sama temen sekelas. Lama-lama gue laknat juga dia nih. Jahat bener biarin gue ke kantin sendiri, kan nggak enak.
"Halo, Nyet. Waah, lo bawa bekal ya? Gue di sini ajalah Ris, mau nolongin monyet gue ngabisin bekalnya." Orka sialan itu masuk ke kelas langsung nyerocos, terus duduk di depan mejanya Je. Cerewet banget sih jadi cowok. Bisa kalem dikit nggak?! Emosi aku tuh. Mana ngomongnya pake bawa-bawa nama monyet lagi, berasa di kebun binatang aja gue.
"Nggak jadi ke kantin dong?" Temennya nyahut.
"Ya-iya. Mumpung ada yang gratis, napa milih bayar. Ya kan?" Buseet. Bilang aja lu mau romantis-romantisan di sini. Gue cuman bisa doa semoga jin-jin penunggu kelas ini nggak kejang-kejang liat romantisan ala mereka. Nggak sanggup gue bayanginnya.
"Aaa." Yaelah, main suap-suapan mereka. Nggak tau apa kalau mata gue gatal liatnya saking gelinya, bukan cemburu ya. Enak aja!
"Nasgornya enak, Nyet."
"Iyalah. Siapa dulu yang bikin."
"Elu?"
"Ya, kagaklah. Emak gue dong."
"Ooh, camer."
"Anjay, camer ...."
Lama-lama dengerin obrolan mereka bisa buat gue sakit kepala. Mana perut lapar lagi. Je malah nggak nawarin gue makan. Kalau dia tawarin kan gue mau.
"Eh, Ki lo nggak ngantin?" Akhirnya si Orka lihat juga kalau gue masih duduk di samping ceweknya. Dari tadi matanya liat apa aja? Bedevah lah.
"Males ah, sendiri. Gue nolongin kalian aja."
"Bareng si Aris ajalah. Ris, ajak sono. Lu kan mau ngantin juga." Kampret. Bilang aja, lu nggak mau di ganggu. Iya kan? Jujur lu, jujur!
"Ogah lah, gue di sini aja." Itu gue yang jawab.
"Ki, ayok. Emang lo mau jadi nyamuk?"
Kan udah gue tolak. Dia paham arti kata ogah nggak sih? Masih aja ngajakin. Gue itu nggak mau sama diaa. Nggak! Nggak mauuu, tapi laper.
"Eh eh eh. Apaan sih, pake narik-narik gue?" Gue tuh bisa jalan sendiri. Nggak enak juga gue diliatin orang-orang yang matanya minta dicolok. Melotot gitu. Nggak si Orka ataupun nih cowok sama aja. Sama-sama sialan.
"Lo kalau nggak dipaksa kagak bakalan mau gue ajak. Emangnya salah gue apa sih? Kok lo kek benci gitu sama gue?"
"Nggak benci tuh, biasa aja."
"Apanya yang biasa aja, lu julid banget kalau sama gue."
"Lo nya aja yang baperan. Lepasin tangan gue ah. Capek gue nyamain langkah kaki lo yang lebar itu. Kalau mau cepet, duluan aja, nggak usah narik-narik gue juga."
Bug.
"Aduh! Sialan. Kalau berhenti pakai aba-aba napa? Jadi nabrak kan gue."
Berenti seenaknya aja. Padahal tadi lagi jalan cepet, terus mendadak berhenti. Gue kan nggak punya rem spontan. Jadinya nabrak, 'kan. Untung yang gue tabrak dia, bukan orang lain.
"Sorry."
"Hmm. Udah duluan sono lu jalannya. Gue nggak mau beriringan."
"Kenapa sih?"
"Gue nggak mau dilaknat para fans lo."
Kita itu emang beda. Lu populer sedangkan gue sebaliknya. Ups. Emang gue ngarep apa?
❤
Ini mah, bukan dia yang nggak cocok sama gue, tapi gue yang nggak cocok sama dia. Yaudahlah yah, sama aja. Yang pentingkan. Nggak cocok. Fix, gue bener.
—Mission succes
—
KAMU SEDANG MEMBACA
Aturan Ketika Jatuh Cinta ala Mikita (Tamat)
Teen FictionApa jadinya ketika kamu ingin hijrah, melupakan cinta monyetmu, tapi tiba-tiba crush ngasih kode ngukapin rasa. Ditolak apa diterima? Ini hanyalah kumpulan strategi seorang gadis yang berupaya agar tidak jatuh cinta terlalu dalam hingga membuatnya t...