S7: Prinsipnya; nggak usah khawatir, kepedulian lo nggak penting.

11 1 0
                                    

Untung aja gue nggak dihukum bersihin toilet, cuman disuruh cuci muka. Lagi tobat kali tuh guru, biasanya kan garang bener. Kek macan. Paling ringan disuruh bikin janji sehalaman. Dan sekarang? Keberuntungan lagi berpihak sama gue. Lumayanlah.

Koridor sepi. Masih ada yang lewat satu dua sih, entah mau kemana, gue juga nggak kepo.

"Ki! Miki!"

Kek ada yang manggil. Dimana? Oh, ternyata gue baru aja lewatin UKS. Di sana berdiri Orka sama temennya. Dia yang manggil gue. Ngapain sih pake manggil segala?

"Apa?" Gue nyahut malas.

"Lo mau kemana?"

Mereka jalan mendekat. Pengen banget gue lari dari sini, tapi apalah daya gue mesti jaga image biar nggak ketauan kalau sekarang gue lagi ketar-ketir buat nggak keceplosan.

"Toilet, mau cuci muka. Ngantuk."

"Je mana? Dia nggak temenin lo?"

Hah, gue udah duga pertanyaan un-faedahnya. Udah jelas gue sendiri masih juga nanya tuh orang. Nggak bisa apa simpulin sendiri aja? "Nggak, mana boleh sama bu Miftah."

"Oo, kalau gitu, gue nitip kata-kata ya. Bilang, I love you so much, dari gue."

Asli, nih orang udah gila beneran. Cuman karena cinta, cinta monyet pula. Semoga gue nggak ketularan deh. "Ew, ogah. Jijik gue. Kalian pasangan teralay yang pernah gue temuin, tau nggak?"

"Eh, lo kalau alay jangan ajak-ajak Miki dong." Siapa suruh dia bicara? Siapa suruh?! Pake bela gue segala lagi, gue tuh nggak butuh. Paham nggak sih?

"Kalian itu cuman belum ngerasain aja, gimana rasanya jatuh cinta. Kalau udah, pasti kalian lebih alay dari gue." Orka ngomong sok bijak amat. Enek gue dengernya. Gue nggak bakalan kayak mereka lah. Alay pangkat seribu.

"Nggak bakalan." Kenapa suara gue kedengeran dua? Kenapa katanya samaan juga? Bisa nggak dia ngomong setelah gue aja? Gue nggak suka dia ngomong ketika gue ngomong juga dengan kata yang sama. Nggak sukaaa!

"Haha, pertanda jodoh tuh."

Sialan. Orka pake ngeledek segala.

"Paan sih. Gaje." Gue mutar mata malas, mencoba untuk nggak peduli.

"Hmm Ki, lo nggak nanya keadaan gue gitu?"

Gue denger suaranya, tapi gue nggak niat sedikitpun buat noleh dan natap dia. Sedikitpun nggak minat. Tapi bohong. Gue berusaha keras buat nggak noleh, jadi mohon doanya aja biar gue bisa ya.

Sebelum jawab, gue narik napas dulu. Buat nenangin kepala yang mulai ricuh pengen nanya banyak hal. Tapi jangan sampai kata-kata yang menyiratkan kekhawatiran terlontarkan. Gue harus bisa mengendalikan diri sendiri.

"Lo baik-baik aja, buat apa gue nanya? Nggak penting. Dahlah, males ngobrol sama kalian, nggak guna juga. Bye!"

Gue pergi.


Sebenernya berat buat lakuin ini. Tapi gue harus bisa jadi Mikita yang selalu cuek dan tak peduli. Termasuk padanya.

Mission success

Aturan Ketika Jatuh Cinta ala Mikita (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang