34

59 6 1
                                    

Hoshi bisa melihat bahwa rona merah sangat ketara di kulit pucat milik gadis dihadapannya. Dirinya sendiri pun mengalami hal yang sama. Mati-matian pria itu berusaha menyembunyikan rasa malu. Mengingat ia telah mengucapkan hal bodoh sebelumnya. Hoshi tak bisa menampik bahwa apa yang ia ucapkan adalah tulus dari dalam hati. Tapi Hoshi pikir lagi, ucapannya justru terdengar seperti orang mesum.

"Sudah mulai panas.... Akan kuantar kembali ke kamar," kata Hoshi.

Meski ada banyak agenda yang direncanakan Hoshi, tapi kenyataannya mereka berdua berakhir di taman. Sekadar mengobrol dan menunggu matahari datang karena saat itu memang masih pagi. Sebenarnya Arra tak banyak bicara. Hari ini ia lebih berperan menjadi pendengar. Dengan jaket milik Hoshi yang melapisi tubuhnya, Arra larut dalam hari-hari yang diceritakan Hoshi semenjak mereka terakhir bertemu. Namun Hoshi tak membahas sedikitpun alasan album mereka rilis lebih cepat karena rumor sebelumnya. Hoshi lebih sering menyelipi dengan guyonan dan godaan yang membuat Arra tersenyum.

"Ayo...." ajak Hoshi lagi, sambil berdiri lebih dulu. Entah kenapa kini Hoshi mulai menawarkan tangannya untuk di genggam Arra.

Namun sepertinya Arra tak menyambut tangan itu. Arra justru memegang ujung belakang kaos Hoshi sebagai gantinya. Meski begitu Hoshi tetap merasakan debaran jantungnya menguat. Tapi disisi lain ia juga kecewa. Untuk menghilangkan rasa malu dari tangannya yang tak bersambut, Hoshi mengarahkan tangannya untuk mengusap puncak kepala gadis itu.

Raut wajahnya tiba-tiba berubah. Hoshi mencoba menutupi keterkejutan sesaat yang ia rasakan. Ia mencoba menampik saat telapak tangannya merasakan kekosongan di balik kain yang menutup kepala gadisnya. Arra ternyata melihat ekspresi Hoshi yang berubah.

"Kenapa?" Tanya Arra.

Hoshi hanya memampang senyuman dan melepas tangannya dari pucuk kepala Arra setelah mengusap beberapa kali. Hoshi berbalik badan kemudian berjalan kembali menuju kamar rawat Arra.

Selama perjalanan kembali ke kamar Arra, Hoshi hanya diam. Pikirannya sibuk menebak-nebak apa yang sebenarnya terjadi selama ini. Bertanya kepada Arra rasanya tidak pantas sekali.

"Hyeong! Jadi kau yang membawa Arra pergi!"

Suara yang tiba-tiba ada tak lain adalah dari Bohyuk. Padahal jaraknya dengan Hoshi tidak terlalu jauh, tapi pria itu bicara dengan keras. Sampai-sampai Hoshi mengusap telinganya karena merasa terganggu. "Dia sekarang jadi monster ya, suka mengamuk," bisik Hoshi pada Arra. Gadis itu hanya terkekeh.

"Oh! Oh! Sekarang kau tersenyum ya.... " goda Bohyuk yang ia tujukan kepada Arra.
Arra yang digoda mendadak cemberut lalu sedikit bersembunyi di balik badan Hoshi.

"Cih, aku cemburu tahu...." gerutu Bohyuk.

Plak!

Layaknya absensi, pukulan dari Jungbin mendarat di kepala Bohyuk. Tanpa rasa bersalah, gadis itu justru memberi salam kepada Hoshi daripada mendengar keluhan Bohyuk yang kesakitan. Hoshi dan Arra tak bisa menahan tawa yang mereka tujukan untuk Bohyuk.

"Lain kali beritahu aku jika pergi, aku dan Bohyuk berpikir kau hilang," kata Jungbin ketus. Bahkan ia tidak peduli jika perkataannya menyinggung Hoshi.

Mungkin karena benar-benar tersinggung, Hoshi sedikit tersenyum kepada Jungbin. "Maaf, aku mengajaknya jalan-jalan di taman sebentar."

"Yah... tetap saja harus ada hukuman kan?" Balas Jungbin. Sedetik kemudian sikutan dari Bohyuk mendarat ke tangan kanan gadis itu.

Hoshi terkekeh, "tak masalah, berhubung grup baru saja comeback, bagaimana jika satu set album baru?" Tawar Hoshi.

"Hanya itu?" Jungbin sedikit meninggikan tawaran.

"Hmm, ditambah tanda tangan semua anggota grup?"

"Ok! Setuju," balas Jungbin sambil menjentikkan jarinya. Gadis itu terlewat sumringah. Sedangkan Arra hanya merasa dirinya sedang dijual belikan saat ini.

"Hyeong, maaf ya... gadis nakal ini memang keterlaluan," timpal Bohyuk.

"Tak masalah. Oh ya, ada yang harus aku bicarakan denganmu. Kau akan ke kafe? Mau sekalian aku antar?"

Bohyuk tampak kebingungan. Padahal dia baru saja sampai di rumah sakit. Lagipula ia mendapat bantuan ibunya untuk menjaga kafe sampai sore nanti. Tapi melihat Hoshi seperti memberi tatapan yang aneh, Bohyuk mengiyakan tanpa pikir panjang. "Boleh, kebetulan sekali...."

"Sudah mau pergi?" Tanya Arra.

Hoshi tersenyum dan mengangguk. "Kau harus istirahat bukan? Lagipula aku sudah tidak ada jadwal lagi. Jadi aku akan sering datang kesini," balas Hoshi.

Mendengar itu Arra jadi malu. Padahal bukan itu maksud pertanyaannya.

"Ekhmm..." Jungbin menginterupsi. Gadis itu menarik tangan Arra untuk berdiri di dekatnya.

"Ya sudah kalau begitu, kami pergi dulu. Jangan merindukan aku ya...." kata Bohyuk. Pria itu menyelamatkan keadaan canggung dan menyeret Hoshi untuk pergi.

Yah, meski dengan berat hati, Hoshi tetap pergi.

***

Asrama grup Pria Tujuh Belas sedang ricuh. Meski beberapa penghuninya memilih pulang ke rumah masing-masing, sisanya masih berdiam disana. Karena beberapa alasan, mereka memilih menghabiskan waktu bebas mereka dengan bersenang-senang di asrama.

Waktu menunjukkan pukul 7 malam ketika bel pintu berdering untuk kesekian kalinya. Minghao membuka pintu itu sembari menenteng kartu pembayaran milik Seungcheol. Ini makanan kesekian yang mereka pesan. Mereka akan bersiap pesta malam ini.

Dino dan Vernon sedang memainkan playstation sambil bersorak-sorak. Karena mereka memainkan pertandingan bola, anggota lain seperti Scoups, Junhui, dan Mingyu memilih menjadi pendukung sambil merutuki kebodohan orang yang kalah. Jangan tanya bagaimana keadaan sekitar. Sampah bekas makanan berserakan berduet dengan beberapa pernak-pernik lain. Sampai keadaan yang riuh itu dihentikan oleh kedatangan seseorang.

Hoshi baru saja pulang setelah pergi dari pagi. Para anggota lain yang sudah menduga kemana perginya Hoshi, berharap dia kembali dengan perasaan senang. Tapi sebaliknya, Hoshi hanya menyapa dengan wajar dan berlalu menuju kamarnya. Wajahnya tampak kusut bersatu dengan rambutnya yang acak-acakan.

"Apa dia gagal menemui gadis itu?" Tanya Minghao pada yang lain. Tapi mereka tak bisa menebak.

Sendiri adalah waktu yang pas untuk Hoshi. Jadi anggota yang lain memilih membiarkan pria itu tenang di kamar. Minghao mengembalikan kartu dengan melempar ke pemiliknya. Sambil mengerutu Seungcheol sedikit terpikirkan apa yang terjadi pada Hoshi. Tapi setelah makanan dibuka, perhatiannya terganti dengan jejeran ayam goreng yang montok dan tampak mengiurkan.

Bersama yang lain, mereka bersiap untuk menjamah ayam itu.

Brak!

"Yak!"

"Ah, Sialan kau Won!"

Wonwoo mengagetkan semua orang dengan suara pintu yang ia buat. Napasnya terengah sambil mengabsen siapa saja yang terlihat di matanya. Sekadar meminta maaf saja, ia tak mampu.

"Dimana Hoshi?" Tanyanya sambil melepas sepatu terburu-buru.

"Di kamar," sahut Mingyu yang lebih dulu mengigit sepotong paha ayam.

Wonwoo mengangguk dan bersiap menyusul Hoshi. Tapi Seungcheol menahannya dengan sebuah pertanyaan. "Ada apa dengannya?"

"Kita harus mencegahnya," balas Wonwoo.

"Apa maksudmu?"

Wonwoo mengeram sambil mengusak rambutnya. Ia kalut dan bahkan hampir menumpahkan air mata. Entah apa yang ia bayangkan dan pikirkan sekarang.

"Dia bilang akan keluar dari Pria Tujuh Belas!"

Bersambung....

Define ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang