33

61 6 1
                                    

Arra duduk di kursi yang di letakkan di dalam kamar mandi. Ia menatap ke arah dirinya sendiri dalam bayangan cermin. Arra dalam cermin adalah versi dari dirinya yang tak dia kenali sama sekali. Semua makanan yang masuk dalam dirinya hilang entah kemana. Yang ada tinggallah tulang.

Suara langkah terdengar mendekati kamar mandi. Arra buru-buru merubah mimik mukanya. Ia tersenyum dan menoleh ke arah Jungbin dan Bohyuk. "Bohyuk tak boleh melihat, kau diluar saja," larang Arra.

"Iya, iya.... kau pikir aku akan tega," pria itu tak lebih dari mengerutu sambil menyodorkan alat cukur ke tangan Jungbin.

Jungbin terkekeh. Pura-pura tidak apa, padahal dalam hatinya sangat sedih. Ia menutup pintu kamar mandi dan membiarkan Bohyuk berdiri tepat di depan sana. "Buka dulu kerudungnya," kata Jungbin.

Arra mengangguk. Ia membuka kerudungnya dalam satu tarikan. Ia menatap kembali dirinya di cermin yang kini tak hanya kurus tapi juga tak punya rambut. Jungbin mencoba mengontrol dirinya untuk tidak larut dalam kesedihan. Ia membelakangi berdiri di samping Arra tanpa mau memandang cermin. Takut kalau Arra memergoki dirinya menahan tangis.

"Binnie, kau tahu aku akan terlihat tetap cantik meski sudah botak nanti. Lagipula aku pakai kerudung. Tak akan ada seorangpun yang menyadari aku sudah tak punya rambut hehehe..." Arra terkekeh dengan ucapannya sendiri.

Jungbin memulainya dengan menyisir rambut Arra. Rambut lebat yang sempat ia lihat sekarang menjadi semakin jarang. Tarikan ketika menyisir juga jadi tidak ada. "Kau mau langsung dengan alat? Atau gunting?" Jungbin berusaha keras untuk tidak gemetaran.

"Gunting deh," jawab Arra.

Jungbin mengangguk. Ia mengambil gunting dari wastafel dan mulai memangkas rambut Arra lebih pendek. Mendengar suara gunting, Bohyuk hanya bergeming. Ia tak mau mengintrupsi. Sebenarnya ia sangat ingin masuk ke dalam dan membuang gunting serta alat cukur yang ada.

Meski gugup, Jungbin berhasil mengunting rambut Arra dengan cepat. Tak butuh lama sampai rambut Arra jadi cepak. Arra mengambil alat cukur yang tergeletak di wastafel sebagai pengganti meja. Ia langsung menyalakan mesin itu. Deru dari alat cukur terdengar sangat kasar. Arra buru-buru mematikan lagi dan menyodorkan pada Jungbin.

"Arra, kau yakin?" Tanya Bohyuk di luar kamar mandi.

Arra menatap Jungbin. Ia tersenyum dan memgangguk. "Anggap saja aku sedang patah hati dan mau memulai permulaan baru. Lagipula aku bisa hemat uang shampoo. Hahaha...."

Jungbin terdiam. Ia hanya mengusap rambut Arra perlahan. Tangannya mengumpulkan rambut dari arah dahi ke belakang. Saat itu tarikan napas Jungbin ambil dan alat cukur berbunyi. Itu bahkan mampu membuatnya bergetar. Jungbin takut ia tidak kuat.

Tapi melihat Arra yang siap sambil menutup mata tak bisa membuatnya berhenti. Jungbin memulainya. Ia mengarahkan alat itu pada rambut Arra yang sudah ia kumpulkan di tangannya. Seperti gerakan lambat. Dingin dari mesin itu menyentuh permukaan kepala Arra. Memotong tanpa ada rasa iba.

Rambut Arra terasa jatuh melewati wajah. Gadis itu terus membatin untuk tidak apa-apa. Tapi dalam matanya yang tertutup, air mata mengalir. Arra menangis.

***

Jam yang sama dimana orang-orang berangkat pergi ke kantor dan sekolah. Kemacetan tidak bisa dihindari. Akibatnya si pengendara mobil amatiran itu terus mengerutu disamping rasa kantuk yang menyerangnya.

Hoshi sekali lagi menekan klakson mobilnya. Ini adalah hari yang sudah ia tunggu sejak lama. Tidak akan dia biarkan kemacetan menghilangkan rasa antusiasnya. Sudah cukup dengan sisa kegiatan makan malam yang membuat tubuhnya jadi sedikit tak enak. Apalagi kalau bukan karena acara makan malam yanh berlanjut dengan tradisi minum-minum yang tidak bisa dihindari. Ditambah, Hoshi harus rela menjaga Junhui, anggota Pria Tujuh Belas yang sudah mabuk berat. Alhasil, Hoshi bangun dengan keadaan lelah dan masih mengantuk.

Hoshi memutuskan untuk pergi menemui Arra sepagi mungkin sebelum para anggota lain bangun. Sebelumnya Hoshi sempat menelpon Bohyuk, adik Wonwoo, tapi ia tak kunjung mendapat jawaban. Hoshi setidaknya ingin tahu keadaan Arra sebelum menemuinya. Tapi sepertinya ia memang harus mengetahui itu secara langsung.

Hoshi sudah membeli bunga cantik berwarna kuning menyala dari toko bunga yang bahkan baru saja membalik papan tanda buka di pintu. Ia memaksa pemiliknya untuk segera merangkai bunga pesanannya ditambah dengan ucapan semoga cepat sembuh yang ia tulis sendiri. Hoshi harap Arra akan menyukai apa yang akan ia berikan. Bahkan Hoshi sudah membayangkan hal-hal apa saja yang akan ia lakukan bersama Arra seharian ini.

Hoshi memutar kemudinya pelan. Ia menuju parkiran rumah sakit. Saking antusiasnya, pria itu tidak memakirkan mobilnya dengan benar dan langsung membanting pintu mobilnya dengan keras. Ia bahkan berlari saat pergi ke rumah sakit. Ia tak sempat memakai topi atau bahkan masker untuk menyamar. Tindakannya yang ceroboh itu telah mengundang umpan. Tanpa ia sadari, sejak awal sejatinya Hoshi telah diikuti oleh paparazi. Beberapa gambar telah diambil dari jarak persekian meter. Sayangnya, Hoshi bahkan tak memikirkan hal lain selain Arra.

Pria itu pergi ke meja resepsionis. Bertanya tentang nama pasien dan kamar inapnya. Jantungnya jadi tidak karuan. Saking senangnya karena sudah lama tak bertemu dengan orang yang ia rindukan. Hoshi melebarkan langkahnya dan menimbulkan bunyi ketukan yang sedikit menganggu. Lagi-lagi telinganya sudah terganjal sesuatu sampai ia tak mendengar apapun.

Ketika sebuah pintu terlihat, ia justru berhenti begitu saja. Ia melihat nama pasien di dekat pintu untuk memastikan. Benar. Itu adalah kamar Arra. Hoshi menarik napasnya dalam-dalam. Lalu ia keluarkan dengan perasaan lega guna menepis semua kegugupannya. Ia mengarahkan tangannya untuk membuka pintu itu.

"Arra...." panggilnya sambil memasuki kamar itu dengan pelan.

Tak ada jawaban disana. Hoshi kembali memanggil selama 2 kali. Tak ada jawaban lagi. Hoshi mematung melihat ranjang yang kosong. Ia pergi ke kamar mandi untuk memastikan, tapi tak ada siapapun disana. Hatinya yang baru saja tenang dikagetkan begitu saja. Hoshi jadi khawatir sembari mencari-cari.

Angin di pagi hari bukanlah hal yang lumrah. Tapi itu terjadi tepat di mata kepala Hoshi. Ia memincing saat gorden menari bersamaan. Pintu balkon terbuka. Disana ada sosok ayu yang membelakanginya. Bahkan sepertinya orang itu tak menyadari kedatangan Hoshi. Gadis itu meletakkan satu kakinya di besi pagar balkon dan sedikit membawa tubuhnya naik. Seketika itu Hoshi melempar bunga yang ia bawa dan menyusul gadis itu. Ia tak bisa menahan untuk tidak berteriak.

"Arra!" Seru Hoshi. Ia melingkarkan tangannya pada perut Arra dengan lancang. Kemudian ia menarik badan itu sekuat tenaga sampai ia ikut terjatuh di belakangnya.

Arra tampak kaget. Ia langsung melepaskan diri dan membalik badan. "Hoshi?"

"Kau tak apa? Kau baik-baik saja? Apa yang kau lakukan barusan? Bukankah itu berbahaya? Jangan-jangan kau berpikir untuk...." Hoshi bertanya tanpa jeda. Bola matanya tak tenang sembari memperhatikan keadaan Arra di hadapannya. Sebaliknya, gadis itu terkekeh melihat tingkah Hoshi.

"Aku tidak berniat bunuh diri. Aku hanya cari angin," putus Arra setelah menghentikan tawa.

Daripada itu Arra justru bingung dengan kedatangan Hoshi setelah sekian lama. Apalagi tiba-tiba langsung menariknya dan berpikiran macam-macam.

"Eh!" Arra terkejut. Hoshi tanpa permisi memeluknya. Pria itu tak berhenti berucap syukur selama beberapa kali. Nadanya yang semula putus asa terdengar sangat lega.

"Aku baik-baik saja. Tolong lepaskan," pinta Arra.

"Oh! Maaf." Hoshi melepaskan pelukannya ia lalu berdiri setelah jatuh yang ia buat sendiri. Ia juga membantu Arra untuk bangkit.

Hoshi menatap Arra begitu lama. Gadis itu sudah berubah. Kehilangan beberapa daging dalam tubuhnya. Setelah adegan tarikan yang ia lakukan, Hoshi menyadari bahwa Arra menjadi lebih ringan. Bahkan kini garis pipi dan rahang di wajah gadis itu terlihat kentara.

"Aku jelek ya," kata Arra yang menyadari tatapan Hoshi.

Tapi Hoshi hanya menggeleng. Matanya berat dan ia ingin menangis. Hoshi merasa kecewa pada dirinya sendiri atas apa yang terjadi pada Arra meskipun keduanya bukanlah apa-apa. Arra tersenyum dan tanpa sadar tangannya bertengger di wajah Hoshi. Ia mengusap pada pipi pria itu beberapa kali. Hoshi menahan tangan itu cukup lama untuk tetap berada di wajahnya. Dengan mata terpejam dan sangat lama ia mengecup tangan yang kurus itu. Air matanya tumpah.

"Aku merindukanmu..." bisiknya pelan.

Bersambung...

Define ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang