Pembuka

6.5K 354 23
                                    

Ara berdiri di depan pintu kelasnya, siang ini hujan turun dengan sangat deras. Untunglah kakaknya mengingatkan dirinya untuk membawa payung. Ara mengeluarkan payung  lipat warna biru dari dalam tasnya, ia berjalan ke tepi koridor untuk membuka payungnya.

Ara bukan anak orang kaya, ia juga tidak mempunyai orang tua. Ia hanya tinggal bertiga dengan nenek dan kakaknya saja. Setiap hari neneknya pergi ke sawah dan ke kebun untuk mengecek keadaan sawah dan kebun milik orang tuanya. Sedangkan kakaknya masih mengikuti program spesialisasi dokter neurologi.

Saat ini Ara masih duduk di kelas 5 SD, tapi ia sudah diajari oleh neneknya untuk bekerja keras. Ara membuka payungnya, ia berjalan di bawah payung warna biru sambil bersenandung kecil. Ia paling suka kalau hujan seperti ini, karena jalan-jalan sepi sehingga ia bisa berlari, bernyanyi, berbicara sesuka hatinya.

Ara menghentikan langkahnya saat melihat seorang gadis kecil berteduh di pos ronda sambil menggigil kedinginan. Ia mengenali gadis kecil itu walaupun ia tidak tahu nama gadis itu. Ara terus berjalan melewati pos ronda dan juga gadis kecil itu, ia pura-pura tidak mengenal gadis itu.

Helaan napas panjang keluar dari mulutnya, Ara memutar balikkan tubuhnya dan kembali ke pos ronda. Walaupun masih siang, tapi ini sudah terlalu gelap untuk seorang anak kecil berteduh di pos ronda yang sepi.

“Nih.” Ucap Ara sambil memberikan payungnya kepada gadis itu.

Gadis itu mengerutkan keningnya bingung dengan perlakuan Ara yang tiba-tiba, “Apa?”

“Ini.” ucap Ara lagi. Tapi gadis itu masih terdiam tidak bergeming, Ara menghela napas panjang. Ia meletakkan payung itu di bawah lalu pergi berlari begitu saja.

Gadis itu menatap punggung Ara yang semakin lama semakin basah oleh air hujan, ia tersenyum tipis lalu mengambil payung yang diberikan Ara dan ia gunakan untuk melindungi dirinya dari derasnya hujan.

Ara berlari dengan cepat, ia melompati genangan air hujan, kini seluruh tubuhnya basah terkena air hujan. Ia tidak peduli jika harus dimarahi kakaknya gara-gara tidak membawa payung di saat musim hujan seperti ini. Ara tersenyum lebar sambil berlari, gadis itu terlihat sangat cantik saat ia lihat tadi.

Fiony, itu nama gadis yang dipinjami payung oleh Ara. Ara semakin senang setelah bisa mengingat nama gadis itu. Fiony baru saja pindah ke Jogja beberapa hari yang lalu dan kebetulan rumahnya Ara dan Fiony sedikit berdekatan. Neneknya Ara juga sesekali ke rumahnya Fiony untuk berkunjung dan mengobrol dengan mamahnya Fiony.

“Yaahoooo!!” teriak Ara sambil berlari, senyumnya tidak pernah luntur.

Tiba-tiba saja Ara menginjak kubangan lumpur dan membuat tubuhnya terpeleset dan jatuh di bawah. Bukannya merasa kesakitan, Ara malah tertawa terbahak-bahak. Ia membaringkan tubuhnya ke bawah, kedua matanya terpejam dan menikmati rintikan hujan yang membasahi seluruh tubuhnya.

“Fiony-Fiony-Fiony. Kayaknya aku suka, deh.”

***

Fiony berjalan menuju dapur, ia menghampiri mamahnya yang sedang membuat masakan untuk makan malam. Papahnya masih bekerja sebagai dosen di salah satu universitas di Jogjakarta. Beberapa hari yang lalu Fiony ikut pindah ke Jogjakarta karena papahnya mendapat tawaran untuk menjadi dosen di kota ini. Jadi mau tidak mau ia harus ikut papahnya pindah ke Jogja.

“Mah.” Panggil Fiony.

“Iya?” ucap mamahnya sambil memotong wortel.

Fiony memperlihatkan payung biru yang ada di tangannya, “Aku mau ke rumahnya Ara, mau balikin payung.”

“Sendirian?”

Fiony menganggukkan kepalanya, “Iya.”

“Yaudah, hati-hati.”

UtuhTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang