“Gak jadi ke Thailand?” tanya Mira yang berdiri di depan meja Ara.
Ara hanya mengangguk-anggukkan kepalanya pelan, ia meminta agar Fiony menjelaskan kepada Mira tentang apa yang sebenarnya terjadi. Ara berdiri dari kursinya, ia berjalan ke arah jendela dan berdiri di sana tanpa mengucapkan apa-apa. Hanya memandang kosong keluar jendela.
Kemarin malam ia dikabari oleh Fiony kalau perusahaan dari Thailand itu meminta agar menunggu Daren sembuh terlebih dahulu baru kemudian bisa mengadakan pertemuan. Ara sudah mempercayakan semuanya kepada Fiony jadi Fiony yang mengurus semua keperluan perusahaann ini, Ara hanya perlu mengikuti jadwal yang sudah diatur oleh Fiony.
Ara melipat kedua tangannya ke depan dada, tadi pagi Ara juga sempat berbincang-bincang dengan Viny dan masih belum mengetahui apa yang terjadi kepada Daren. Sudah hampir seminggu Daren di rawat dan Viny belum bisa memberikan diagnosa kepada Daren.
“Jadinya kapan?” tanya Mira.
Ara memutar tubuhnya menjadi menghadap Mira, “Sampe Daren sembuh.”
“Kapan?” tanya Mira lagi.
Ara menoleh saat mendengar dering telfon dari ponsel yang dipegang oleh Fiony. Itu adalah ponselnya dan karena ia sudah memiliki sekretaris baru, jadi ia menyerahkan ponselnya agar diurusi oleh sekretarisnya itu.
Fiony menatap layar ponsel itu sebentar kemudian menatap ke arah Ara, “Kak Viny.”
“Biar aku.” Ara mengulurkan tangannya ke arah Fiony.
Fiony menganggukkan kepalanya, ia memberikan ponsel itu kepada Ara. “Iya.”
Ara menggeser tombol hijau sambil berjalan ke arah jendela, “Halo, kak.”
“Daren kena AIP, Autoimmune protocol. Mungkin beberapa hari lagi dia bisa sembuh.” Ucap Viny.
Ara tersenyum lebar, ia mengepalkan tangannya menahan rasa bahagia karena sebentar lagi pasti Daren kembali ke Thailand dan kerja sama itu bisa dilakukan. “Oke.”
“Em, kakak bentar lagi pulang, kamu pulang kapan?” tanya Viny.
Ara menoleh ke jam dinding yang ada di ruangannya ini, sekarang masih jam 3 sore dan belum waktunya untuk pulang. “Agak nanti.”
“Yaudah ntar kakak yang masak.” Ucap Viny kemudian mematikan sambungan telfon secara sepihak.
Ara terdiam sebentar, ada yang aneh dengan kakaknya itu. Ara berjalan mendekati Fiony, ia memberikan ponselnya kepada Fiony. Tiba-tiba menelfonnya dan sekarang memutus sambungan telfon secara sepihak, hanya untuk memberi tahu kalau Daren sudah bisa didiagnosis.
“Kenapa?” tanya Mira.
Ara menatap ke arah Mira, “Bentar lagi Daren sembuh.”
“Jadi bisa ke Thailand?”
“Mungkin bentar lagi.” Gumam Ara.
“Nah, disini ternyata orangnya.” Ucap Vivi yang baru saja membuka pintu ruangannya Ara dan menatap tajam ke arah Mira.
Vivi berjalan menghampiri Mira sambil membawa berkas di tangan kanannya, “Lu bukannya di ruangan lo malah pergi-pergi.”
Mira menerima berkas itu dari tangan Vivi, “Bukannya ada Chika? Tadi gue suruh Chika di ruangan gue.”
“Itu masalahnya.” Ucap Vivi.
Ara melipat tangannya ke depan dada, Vivi dan Mira sudah bisa akur setelah satu hari pertengkaran mereka berdua. Ara tidak terlalu memusingkan antara Mira dan Vivi karena dua orang itu akan menemukan caranya sendiri agar bisa kembali berbicara seperti dahulu, hanya saja Vivi masih enggan untuk berbicara dengan Chika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Utuh
Teen Fiction"Ra, aku bukan orang yang baik. Kamu harusnya cari orang selain aku, Ra." -Fiony "Aku juga bukan orang baik, kok. Tapi yang aku mau cuma kamu, karena kamu yang bisa buat hatiku utuh." -Ara