"Chik, kamu diterima." Ucap Ara dengan senyum yang terpasang di wajahnya.
Chika menganggukkan kepalanya pelan, ia membalas senyum Ara. "Terima kasih."
"Sama-sama." Jawab Ara.
Hari ini Chika datang lagi ke kantor sesuai dengan ucapan Vivi kemarin. Sayangnya Ara tidak mau menuruti ucapan Chika, ia tidak mau menyia-nyiakan seseorang dengan latar belakang yang sangat membanggakan seperti Chika ini. Persetan dengan ucapan Vivi semalam.
"Stop-stop-stop." Ucap Vivi sambil membuka pintu ruangannya Ara dan berjalan cepat menghampiri Ara.
Ara tersenyum kecil, ia menaikkan satu alisnya, "Kenapa?"
Vivi menatap tajam Ara, ia mendekatkan tubuhnya ke arah Ara. "Semalem gue udah bilang, kan?"
"Bilang apa emang?"
"Tolak." Tegas Vivi sambil menekankan ucapannya.
Ara tertawa kecil, ia menatap ke arah Chika, "Chik, kamu disini kerja apa?"
"Asisten manajer." Jawab Chika.
"Manajer apa?" Tanya Ara.
"General manajer." Jawab Chika lagi.
Ara menatap ke arah Vivi, ia tersenyum miring. Ia benar-benar puas bisa mengerjai Vivi seperti ini. Ia tahu kalau ucapan Vivi semalam itu serius jadi ia tidak ingin berbuat keributan dengan Vivi hanya karena perihal Chika. Mungkin Vivi masih butuh waktu untuk menerima Chika kembali.
"Tapi," Ara menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, ia menatap ke arah Vivi. "kalo lo mau Chika jadi asisten lo, pasti Mira mau ngelepas Chika."
Vivi menoleh ke arah Chika, terlihat wajah gugupnya saat memandang Chika. Ia tidak bisa benar-benar menatap Chika tepat di kedua bola mata Chika, ia takut jika ia membuka hatinya kepada Chika nanti ia sulit untuk melepaskan Chika lagi dan itu semakin mengerikan.
"Pekerjaannya Mira semakin banyak, jadi gue harus ngasih dia asisten. Karena kebetulan Chika daftar dan elo gak mau, yaudah gue kasih aja Chika ke Mira." Sambung Ara.
"Saya siap ditempatkan dimana saja." Ucap Chika.
Ara tertawa kecil, ia mengibaskan tangannya ke udara. "Gak usah formal, kita kan temen, susah bareng, seneng bareng, sedih bareng."
Chika menganggukkan kepalanya, "Baik."
"Tapi yang namanya temen gak akan pernah pergi, apapun alasannya." Vivi menegakkan tubuhnya, ia menatap ke arah Ara sebentar kemudian berjalan keluar dari ruangannya Ara tanpa menoleh ke arah Chika.
Kalau memang Ara menganggap mereka semua adalah teman, maka Vivi tidak menganggap seperti itu. Vivi merasa kalau mereka semua seperti keluarga bagi dirinya, hanya saja pemikiran itu terpatahkan sendiri saat Chika dan Fiony tiba-tiba pergi meninggalkan semuanya.
Ara menatap kepergian Vivi, sekilas ia bisa melihat tatapan terluka dari sorot mata Vivi saat menatapnya tadi. Ia tidak mengerti mengapa Vivi tidak bisa menerima Chika, mereka sudah bukan anak kecil lagi, seharusnya Vivi berpikir sedikit dewasa.
Chika menghela napas panjang saat mendengar bunyi pintu yang ditutup dengan cukup kasar. Sebelumnya ia pikir kalau kedatangannya bisa membuat Vivi membuka pintu hati untuk dirinya, tapi sepertinya ia terlalu banyak berharap lebih.
"Em, Chik, mau minum kopi?" Tanya Ara.
Chika menganggukkan kepalanya pelan, "Boleh."
Ara tidak membawa Chika ke sebuah kafe atau kedai kopi untuk meminum kopi, ia mengajak Chika untuk ke indomaret seberang jalan, karena hanya indomaret itulah yang ada di dekat kantor. Ara membeli dua kopi kaleng untuk dirinya dan untuk Chika. Mereka berdua duduk di depan bangunan sebelah indomaret.
KAMU SEDANG MEMBACA
Utuh
Teen Fiction"Ra, aku bukan orang yang baik. Kamu harusnya cari orang selain aku, Ra." -Fiony "Aku juga bukan orang baik, kok. Tapi yang aku mau cuma kamu, karena kamu yang bisa buat hatiku utuh." -Ara