"Lo yakin gak mau wawancara Chika?" Tanya Ara.
Vivi membuka lemari kecil, ia mengambil kopi hitam, "Gak."
"Serius?" Tanya Ara, ia melipat tangannya ke depan dada. "Dia bakal langsung gue terima, lho."
"Kalo gitu kenapa harus diwawancarai kalo udah pasti di terima?" Vivi menuangkan bubuk kopi ke dalam gelas lalu menambahkan air panas.
"Siapa tahu lo pengen tanya sesuatu gitu." Gumam Ara.
Vivi tertawa kecil, ia mengaduk kopinya lalu meletakkan sendok ke dalam wastafel. "Semuanya udah clear, oke."
"Dia bakal jadi asisten lo." Ucap Ara.
"Lo lebih butuh sekretaris. Gue bisa sendiri." Vivi mengambil gelas kopinya, ia memutar tubuhnya menghadap Ara lalu mengedipkan satu matanya. Setelah itu ia keluar dari dapur di kantor itu.
Ara menghela napas panjang, ia memang berencana untuk membuka lowongan lagi untuk mengisi bagian sekretarisnya, tapi itu ia lakukan setelah ia selesai dengan perusahaan di Thailand itu yang mana juga tempat suaminya Shani bekerja.
"Wiii, penunggu dapur ganti lagi." Sindir Mira yang berjalan menuju dapur.
Ara duduk di tepi salah satu meja yang ada di dapur itu, "Kita ke Thailand minggu depan."
"Lo nanya apa ngasih tahu?" Tanya Mira sambil mengaduk teh di gelasnya.
"Nanya, tapi lupa tanda tanya."
Mira memutar tubuhnya menjadi menghadap Ara, ia menyeruput tehnya sambil menatap Ara. "Tergantung lo ada rapat apa enggak."
"Badrun emang udah ngelepas Chika?" Tanya Ara tiba-tiba.
Mira hampir menyemburkan teh yang ada dimulutnya, ia meletakkan gelas tehnya di atas meja. Baru saja Ara membahas tentang bisnis dan sekarang tiba-tiba Ara mengubah alur pembicaraan dengan membahas Vivi.
"Chika?" Tanya Mira balik.
Ara menganggukkan kepalanya, "Iyalah, siapa lagi coba?"
Mira menghela napas panjang, "Gue gak tahu."
"Gak tahu gimana?"
Mira mengangkat kedua bahunya ke atas, ia menoleh ke samping dan melihat Vivi tengah berdiri di belakang jendela dan melihat keluar sambil memegang gelas berisi kopi. Selama ini ia tidak pernah melihat Vivi seperti orang yang patah hati, bahkan setelah ditinggal Chika pergi pun Vivi terlihat pasrah dan menerima keadaan.
"Gue gak tahu isi hatinya." Gumam Mira.
"Emang gak ada yang tahu isi hati seseorang." Imbuh Ara.
Mira mengangguk-anggukkan kepalanya, ia menoleh ke arah Ara. "Lo sendiri gimana?"
"Gimana apanya?" Tanya Ara balik.
"Fiony, mau lepas atau enggak?"
Selama ini Ara selalu berharap semoga ia bisa segera bertemu dengan Fiony dan menjalin kembali hubungan mereka yang terputus di akhir jalan, tapi ia tidak yakin apa yang akan ia ucapkan saat benar-benar bertemu Fiony suatu hari nanti.
"Bu, ada yang nunggu ibu di ruangannya ibu." Ucap seorang karyawan kepada Ara.
"Siapa?" Tanya Ara.
"Orang yang disuruh ibu untuk datang ke kantor." Jawab orang itu.
Ara mengangguk-anggukkan kepalanya, "Oke, saya segera kesana."
Ara melihat Vivi yang masih berada di belakang jendela, Chika sudah datang dan Vivi sama sekali tidak berminat untuk mewawancarai Chika. Padahal Ara sudah memiliki rencana untuk kembali menyatukan mereka berdua dan mengembalikan Vivi seperti orang saat SMA dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Utuh
Teen Fiction"Ra, aku bukan orang yang baik. Kamu harusnya cari orang selain aku, Ra." -Fiony "Aku juga bukan orang baik, kok. Tapi yang aku mau cuma kamu, karena kamu yang bisa buat hatiku utuh." -Ara