Asap hitam membumbung tinggi ke angkasa, alat semprotan air milik pemadam kebakaran sudah dimatikan dan disimpan di sisi mobil pemadam kebakaran. Bau gosong menyeruak di sekitar lokasi kebakaran malam itu.
Jam 1 pagi semua pemadam kebakaran mulai berjalan meninggalkan lokasi karena api sudah dipadamkan. Jam 2 pagi semua warga yang datang hanya untuk melihat juga sudah beranjak pergi karena kehangatan sudah hilang berganti dengan hawa dingin.
Garis polisi warna kuning terpasang disekitar lokasi kebakaran. Beberapa polisi sudah ada yang masuk-keluar dari dalam pabrik untuk menyelidiki penyebab kebakaran ini.
Fiony melepas jaket warna birunya lalu ia letakkan di punggung Ara yang hanya mengenakan pakaian tipis. "Dingin."
Kedua tangan Ara terlipat ke depan dada, ia menatap Shani dengan tatapan berkaca-kaca. Tiba-tiba saja ia menjatuhkan tubuhnya ke tubuh Fiony dan menangis pelan di dalam pelukan Fiony.
Fiony bisa datang karena ditelfon oleh Viny yang mengatakan kalau pabriknya Ara terbakar. Ia pura-pura panik saat diberi tahu seperti itu dan langsung pergi ke pabrik setelah tahu kalau Ara dan yang lainnya sudah ada di pabrik. Sebenarnya tanpa diberi tahu pun Fiony sudah tahu kalau pabriknya Ara terbakar.
Tangan Fiony mengusap punggung Ara dengan lembut, ia meletakkan dagunya di pundak kanan Ara. Ia tidak tahu apa yang harus ia ucapkan jadi ia hanya terdiam sambil memeluk tubuh Ara saja. Toh kalau ia berbicara ia takut kalau ia akan salah bicara dan malah menjadi bumerang bagi dirinya.
"Ara." Teriak Vivi sambil melambaikan tangan ke arah Ara. Senyum lebar terlihat jelas di wajah Vivi. "Si Messi masih bisa jalan."
Ara menarik tubuhnya dari pelukannya Fiony, ia menatap Vivi yang terlihat bahagia. Wajar saja Vivi bahagia, kan si Messi yang baru dateng bulan lalu tidak mengalami kerusakan yang cukup parah.
"Ra, sekitar ada 36 karung beras yang masih utuh." Lapor Mira sambil membawa senter dan menyorot ke segala arah. "Masih aman buat dijual."
Chika baru saja datang sambil memeluk dirinya sendiri karena kedinginan dengan senter yang ia matikan. "Gudang kebakar, semuanya abis, gak ada yang bisa diselamatin."
Ara menghela napas panjang, ia memejamkan matanya sebentar, "Kita ke Vivi dulu."
Ara melepas jaket itu dan ia berikan kepada Fiony lagi, setelah itu ia berjalan sambil menggenggam tangan Fiony dengan sangat erat. Baru mereka semua berjalan sebanyak 6 langkah, terdengar bunyi ledakan dari dalam pabrik itu. Buru-buru Vivi masuk ke dalam pabrik lalu keluar lagi dengan raut wajah sedih.
"Si Messi meledak." Lirih Vivi sambil menunjuk ke dalam pabrik.
Ara sudah tidak terlalu terkejut lagi, dengan kebakaran sehebat itu tidak mungkin ada mesin yang selamat, bahkan Messi yang kata Vivi masih bisa jalan pasti akan meledak juga karena pasti kebakaran itu sudah merusak mesinnya Messi.
"Kita muter ke stok beras kata Mira." Ucap Ara.
Mira menganggukkan kepalanya, ia menyalakan senter lalu berjalan di depan sebagai petunjuk. "Ayo."
Vivi mengusap kasar wajahnya, ia mendongakkan kepalanya ke atas, "Kenapa Messi bisa meledak coba?"
"Wajahmu kotor." Chika mengulurkan tangannya untuk mengusap bekas abu di wajah Vivi.
Selama beberapa detik Vivi tidak menolak perlakuan Chika, tapi sedetik kemudian ia sadar lalu menahan tangan Chika dengan tangan kanannya. Vivi tidak tahu kenapa Chika selalu berusaha untuk dekat dengan dirinya, padahal selama ini ia selalu bersikap kasar dan dingin kepada Chika.
"Nanti malem kamu kosong?" Tanya Vivi tanpa melepas tangan Chika.
Kepala Chika mengangguk pelan, "Iya, kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Utuh
Teen Fiction"Ra, aku bukan orang yang baik. Kamu harusnya cari orang selain aku, Ra." -Fiony "Aku juga bukan orang baik, kok. Tapi yang aku mau cuma kamu, karena kamu yang bisa buat hatiku utuh." -Ara