Mira mengerjapkan matanya, ia menegakkan tubuhnya dan rasa pusing langsung menyerang kepalanya. Ia meringis sambil memegangi kepalanya yang terasa seperti akan pecah. Ia tidak tahu kenapa ia bisa ada di kamar padahal semalam ia masih duduk-duduk santai sambil mengobrol kecil dengan pemilik kedai minuman.
"Lo udah bangun, Mir?" Ara baru saja masuk ke dalam kamar, di tangannya ada plastik yang berisi bubur.
Mira mengangkat kepalanya, ia melihat Ara berdiri di sebelah kasurnya. Kepalanya menoleh ke sekeliling, ia melihat teman-temannya yang masih tertidur pulas, pandangan matanya terhenti di jam yang ada di atas meja, sekarang masih jam 6 pagi, pantas saja kalau teman-temannya masih tidur.
Ara menarik kursi lalu ia duduk di samping kasurnya Mira. Ia meletakkan plastik itu di atas kasur, "Makan dulu, mumpung masih hangat."
Semalam Ara tidak bisa tidur, ia berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Mira terbangun dan kembali muntah. Temannya yang lain sudah tertidur di kasurnya masing-masing dan Ara masih betah melek sambil memainkan game di ponselnya.
"Semalem gue kenapa?" Tanya Mira, ia memukul pelan kepalanya. "Kepala gue rasanya pusing banget."
Ara menarik kursinya ke arah meja, ia membuka laci meja dan mengambil obat sakit kepala yang semalam diberi oleh pihak hotel setelah melihat Mira yang seperti orang sengsara.
"Habis makan trus minum obat." Ara meletakkan obat itu di atas plastik berisi bubur.
"Gue kenapa?" Tanya Mira lagi.
"Teler, abis dua botol. Muntah 5 kali."
Mira terdiam, ia mengangguk kecil, wajar saja sekarang kepalanya terasa sakit, ternyata semalam ia teler. Mira ingat kalau ia sedang mencari minuman dan ia mengambil botol minum asal dan langsung meminumnya tanpa melihat-lihat terlebih dahulu. Mira menghela napas panjang, ia bodoh sekali karena meminum secara asal.
"Udah gapapa, hari ini kita masih bisa jalan-jalan." Ucap Ara.
Mira mengacak rambutnya kasar, "Gue bodoh banget."
Ara mengeluarkan bubur itu dari dalam plastik lalu ia berikan kepada Mira. "Makan, gue tungguin."
"Iye-iye."
Ara mengeluarkan ponselnya dari dalam saku, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, mengangkat kedua kakinya dan ia letakkan di atas kasur. Mencari posisi paling nyaman sembari menunggu Mira selesai makan.
"Ara, kamu udah bangun?" Tanya Fiony yang baru saja tersadar dari tidur. Fiony menoleh ke arah Mira yang tengah makan bubur. "Udah enakan, Mir?"
"Udah." Mira mengacungkan ibu jarinya ke arah Fiony.
"Aku udah pesen sarapan buat kita, paling bentar lagi dateng." Ucap Ara tanpa melepaskan pandangannya dari layar ponselnya.
Fiony turun dari kasur dan berjalan ke arah kamar mandi. "Aku mau bersih-bersih dulu."
Ara menoleh ke arah Fiony, "Kalo udah selesai, sekalian ambilin dompetku di dalam kamar mandi."
"Iya." Fiony menutup pintu kamar mandi, ia berjalan mendekati dompet milik Ara yang terletak di atas wastafel.
Ada sedikit rasa penasaran tentang isi dari dompet itu, ia yakin kalau dompet itu tidak lagi berisi uang tapi berbagai macam kartu ATM yang berisi puluhan juta. Fiony membuka dompet itu, ia tidak tertarik untuk mencuri uangnya Ara, tapi ia penasaran apa saja yang ada di dalam dompet itu.
"Eh." Fiony mendapati foto dirinya dan Ara saat kecil dulu saat membuka dompet itu.
Foto yang terlihat usang karena diambil saat mereka berdua masih SD, Fiony tidak tahu saat itu ia berada di kelas berapa, yang jelas ia masih duduk di bangku SD karena di foto itu ia dan Ara tengah memakai seragam putih merah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Utuh
Teen Fiction"Ra, aku bukan orang yang baik. Kamu harusnya cari orang selain aku, Ra." -Fiony "Aku juga bukan orang baik, kok. Tapi yang aku mau cuma kamu, karena kamu yang bisa buat hatiku utuh." -Ara