“Kapan?” tanya Vivi yang berdiri bersandar di samping pintu sambil memegang sebuah kopi hangat.
“Minggu depan.” Jawab Ara.
Vivi mengangguk-anggukkan kepalanya, “Cuma buat liat-liat?”
Ara memutar tubuhnya menjadi menghadap Vivi, ia meletakkan spidol yang tengah ia pegang ke atas meja setelah menutupnya terlebih dahulu. Ia melihat jam dinding di ruangannya, beberapa menit lagi jam pulang kantor dan ia harus segera pulang karena malam ini giliran dirinya yang memasak untuk makan malam.
“Yap.”
Vivi berjalan mendekati Ara, ia meletakkan kopinya di atas meja, “Apa lo gak aneh? Lo diundang cuma buat liat-liat?”
Ara tertawa kecil, ia menatap Vivi, “Loh emangnya kenapa?”
“Jangan pergi.” Ucap Mira yang baru saja masuk ke ruangannya Ara sambil membawa berkas di tangan kanannya.
Mira meletakkan berkas itu di atas meja, ia menatap Ara, “Lo harus liat ini dulu.”
“Apa ini?” tanya Ara.
“Gue minta anak IT buat nyelidiki tentang perusahaan itu dan ini yang mereka dapet.” Ucap Mira.
Mira merasa kalau ia harus mencari tahu tentang perusahaan yang akan Ara datangi terlebih dahulu, ia tahu kalau Ara ke sana hanya karena untuk bertemu Fiony, tapi tidak ada salahnya untuk berjaga-jaga dengan mencari tahu latar belakang perusahaan itu.
“Ini gak mungkin.” gumam Ara setelah melihat berkas itu.
“Kenapa?” tanya Vivi.
Ara memberikan berkas itu kepada Vivi, ia menoleh ke arah Mira, “Kasus penipuan 10 kali dalam setahun? Yang bener aja.”
Mira melipat tangannya ke depan dada, “Terlepas ada Fiony atau enggak, please, jangan pergi.”
“Tapi ini kesempatan gue, Mir. Bertahun-tahun gue nunggu kesempatan ini dateng.” Ucap Ara.
“Oke, lo emang bisa ngediriin perusahaan ini sampe gede, sampe kayak sekarang, tapi lo gak tahu otak-otak pebisnis gelap diluar sana, Ra. Mungkin selama ini yang lo tahu itu semua pebisnis adalah orang yang baik, selalu berpikir positif, tapi itu cuma sebagian kecilnya aja.” Jelas Mira.
Vivi menggeleng-gelengkan kepalanya setelah membaca berkas itu, ia bertanya-tanya bagaimana sebuah perusahaan besar masih tetap berdiri walaupun ada berbagai catatan kasus penipuan yang terus terjadi selama setahun penuh. Ia membenarkan ucapan Mira tadi kalau lebih baik Ara tidak pergi ke perusahaan itu.
“Gue setuju sama Mira.” ucap Vivi sambil meletakkan kembali berkas itu. “Terlalu berbahaya, terutama buat elo.”
Ara menghela napas panjang, ia menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, “Trus gue lepas gitu aja? Kesempatan gak dateng dua kali.”
Mira mengangkat kedua bahunya ke atas, “Mau gimana lagi?”
“Oke, got it.” Ara mengambil spidol dari atasnya, kemudian memutar kursinya menjadi menghadap papan tulis yang penuh coretan. “Kita buang yang Jakarta, ambil yang Thailand.”
“Bagus.” Ucap Mira.
Vivi mengambil kopinya yang ada di atas meja, “Ada rencana buat kerja sama dengan yang Thailand?”
“Mir, cari tahu tentang Thailand, sekarang.” Pinta Ara.
Mira tersenyum kecil, ia menganggukkan kepalanya pelan, “Oke, bos.”
Vivi menatap Mira yang keluar dari ruangannya Ara, ia melirik jam dinding di dalam ruangan itu, sudah waktunya untuk pulang ke rumah. “Ra, gue balik, ya.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Utuh
Teen Fiction"Ra, aku bukan orang yang baik. Kamu harusnya cari orang selain aku, Ra." -Fiony "Aku juga bukan orang baik, kok. Tapi yang aku mau cuma kamu, karena kamu yang bisa buat hatiku utuh." -Ara