48

552 31 6
                                    

Saat jam sekolah berakhir Ify, Deva dan Ray berjalan bersama menuju parkiran sekolah, beberapa murid telah pulang terlebih dahulu dan ada yang di sekitaran luar sekolah untuk menunggu jemputan mereka.

Saat ketiganya ingin masuk tiba-tiba saja dari arah koridor dalam sekolah terdengar teriakan seorang gadis memanggil nama Deva membuat mereka berhenti dan serentak menoleh ke arah sumber suara.

"Deva!"

Nampak dari jauh Ify melihat sesosok  gadis cantik dengan rambut pirang dan bermata biru berkilau indah ketika gembira berlari ke arah mereka, ia sejenak menaikkan sebelah alisnya penasaran dengan siapa sebenarnya gadis yang terlihat cukup akrab dengan Deva sehingga memanggil nama adiknya tanpa canggung.

"Angel." bisik Deva dengan ekspresi sedikit tidak senang yang sama sekali tidak di sadari oleh gadis tidak lain adalah Angel.

"Ha ha ha, gue nyari lo tadi di kelas lo tapi mereka bilang kalo lo baru aja keluar. Utung aja gue bisa ngejar." keluh Angel namun dengan nada ceria.

"Angel? Gue gak tau lo pindah ke sini." kata Ray sedikit terkejut.

"Hehee, gue pindah satu minggu kemarin." balas Angel terkekeh.

"Udah lama gak ketemu kalian tambah tinggi aja." komentar Angel mengamati kedua laki-laki tampan di depannya termasuk diam-diam mengamati Ify yang ada di belakang sejak tadi berdiri diam tidak berniat berbicara.

"Oh iya dia siapa?" tanya Angel berpura-pura belum mengenal Ify.

"Dia-"

"Ify." singkat Ify memotong apa yang akan di katakan oleh Ray.

"Oh, salam kenal gue Angel." kata Angel dengan nada ceria berbeda dengan Ify yang berkesan dingin.

Sementara kedua saudara kembar itu sepertinya melihat kalau Ify tidak ingin berbicara lebih banyak dengan segera membukakan pintu mobil untuknya yang langsung di tanggapi oleh gadis itu dengan berjalan masuk ke dalam mobil mengabaikan keberadaan Angel yang ada di antara mereka.

"Cukup seneng ketemu lagi sama lo di sini, tapi kayaknya kita ngobrol lain kali. Bye." kata Ray seraya tersenyum ke arah Angel lalu berjalan membuka mobil kemudian masuk.

"Kita bicara lain kali, gue balik." kata Deva datar mengikuti Ray membuka pintu kemudi terus menyalakan mesin mobil kemudian menyetir mobil keluar dari sekolah meninggalkan sosok Angel yang masih berdiri di tempat.

Masih dengan wajah tenang Angel akhirnya bergerak dan berjalan keluar dari gerbang sekolah, tidak lama sebuah mobil hitam berhenti di sampingnya yang kemudian di masuki olehnya.

Ketika di perjalanan pulang suasana di mobil Deva cukup sunyi dengan masing-masing mereka fokus pada diri sendiri, dimana Ify tengah membaca buku kecil di tangannya dan Ray bermain game dengan headphone agar tidak mengganggu kegiatan membaca saudara perempuannya itu.

"Siapa gadis itu?" tanya tiba-tiba Ify memecah kesunyian mereka.

"Oh Angel, dia mantan temen sekelas kita dulu." jelas singkat Deva merespon pertanyaan Ify dengan cepat.

"Kayaknya dia cukup deket sama kalian." komentar Ify acuh.

"Di bilang jauh enggak dan kalo di bilang deket juga enggak, intinya kita cuma sebatas temen sekelas." jelas lagi Deva tanpa kehilangan kesabaran.

"Oh tapi gue liat kayaknya dia suka sama lo." tukas Ify langsung ke intinya.

"Masalah dia suka gue atau enggak itu hak dia, tapi kalo berharap gue ngebales itu gue gak bisa."

"Cukup tegas." komentarnya lagi membuat sudut bibir Deva sedikit melengkung.

"Kalo gue gak tegas gimana bisa kak Ify sanggup buat tenang nanti." canda Deva di balas kekehan sinis dari Ify.

"Emang kenapa gue gak bisa tenang nantinya?" tanya Ify.

"Tentu aja karena gak bakalan ada lagi adik setampan gue di samping kak Ify lagi." jawab Deva dengan narsis.

"Hahaa, bukannya masih ada Ray."

"Dia aja tentu gak cukup di samping kak Ify." balas tidak terima Deva.

"Oke, oke cukup narsis lo itu gue udah laper pengen cepet makan jadi fokuslah lo nyetirnya."

"Siap bu bos!" kata Deva membuat Ify tersenyum.

Sementara Ray yang masih sibuk bermain game di ponselnya sama sekali tidak mengetahui apa yang baru saja di bicarakan oleh kedua saudaranya itu, lagi pula itu juga bukan urusannya karena Angel tertarik pada Deva bukan dirinya.

Sementara Chaca yang di skor oleh sekolah tengah duduk dengan wajah depresi di dalam kamarnya, sudah dua hari sejak pulang dari sekolah ia tidak pernah ingin keluar sementara untuk makan Chaca meminta pelayan untuk menghantarkan makanan ke dalam kamarnya.

Bukan depresi karena Chaca di skor oleh sekolah melainkan karena gagal membalas dendam saudaranya kepada Ify, ia merasa tidak terima kalau penyebab akhir tragis saudaranya hidup dengan bahagia dan nyaman tanpa hukuman.

Chaca sama sekali tidak percaya adanya karma dan menganggap kalau hanya orang yang dapat membalaskan dendam saudaranya hanyalah dirinya, sehingga ia cukup tertekan karena gagal dan masih ingin membuat hidup Ify dan keluarganya menderita lebih banyak dari pada saudaranya.

Sehingga Chaca memutuskan untuk menjalankan rencana yang beberapa hari ini ia pikirkan, dirinya merencanakan untuk menyelinap ke dalam rumah Ify yang diam-diam telah ia ketahui untuk membunuhnya sekali lagi.

Karena Chaca memiliki kesabaran rendah kalau menunggu kesempatan saat Ify tengah sendiri untuk menyerangnya, sudah cukup empat tahun ia menunggu dan tidak ingin menunggu lebih lama lagi.

"Gue pasti bakalan bunuh lo Ify dan ngehancurin keluarga lo!" bisik Chaca penuh kebencian ke arah foto tersenyum Ify yang tertempel di dinding yang telah ditancapkan beberapa pisau sehingga sebagian berlubang dan sobek.

"Gue gak perduli apa yang akan terjadi nanti asal lo mati Ify."

Setelah itu Chaca dengan langkah lemah berjalan menuju dinding yang terdapat foto Ify yang tertancap beberapa pisau lalu ia meraih salah satu pisau yang ada di sana, kilauan perak terpantul di mata hitam gelap Chaca yang di terpa oleh cahaya lampu kamarnya.

"Hahaa, lo harus mati malem ini Ify!"

"Lo harus mati, hahaa."

Beberapa pelayan yang lewat di pintu kamar Chaca merasa merinding dan ngeri, karena siapa di antara mereka yang tidak mengetahui sifat kejam dan brutal Chaca.

Bahkan ada beberapa dari mereka yang menjadi korban kekejaman gadis itu setelah secara tidak sengaja menyinggung perasaan bahagia Chaca dengan salah memberikannya minuman.

Mereka melihat jelas bagaimana Chaca menyiram wajah pelayan itu dengan minuman yang masih panas dan menyeretnya keluar dari rumah dengan menjambak rambut pelayan itu membuat mereka meringis ngilu.

Selain itu mereka juga menemukan banyak bangkai hewan yang pernah di pelihara oleh Chaca di kolam dan halaman belakang dalam keadaan sangat buruk beberapa di antaranya bahkan sudah tidak memiliki kepala atau anggota tubuh yang lain.

Hal itu sama sekali tidak berani mereka laporkan kepada kedua orang tua Chaca karena bahkan mereka juga mengancam para pelayan yang bekerja di rumah mereka untuk tutup mulut kalau mereka ingin selamat.

Di tengah malam di saat lampu rumah sebagian mati dan semua orang telah terlelap dalam buaian mimpi Chaca menyelinap keluar dengan pakaian hitam dan membawa pisau yang sebelumnya ia pegang di dalam kamarnya.

"Malem ini gue pastiin semuanya selesai dan saudara gue bisa istirahat dengan tenang, hihi." kekeh Chaca dengan ekspresi ganas.

.

.

.

Bersambung

See you


Lombok 

20/11/26

21:21 malam

Dendam Alyssa [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang