Tubuh Draco terlihat jauh lebih tinggi sejak terakhir kali aku melihatnya.
Ia berdiri di tengah koridor kereta sambil mengobrol dengan teman-temannya tanpa menghiraukan siapapun yang mungkin ingin melewati jalan tersebut. Dalam situasi lain, mungkin aku akan mengomentari sikapnya. Namun hari ini adalah hari pertama untuk kembali ke sekolah dan aku memilih untuk menjadikannya pengalaman yang positif, maka aku berusaha melewatinya tanpa menangkap perhatiannya.
Baru tiga bulan berlalu, ia tumbuh begitu pesat; garis rahangnya terlihat lebih tegas, tubuhnya terlihat lebih dewasa. Rambutnya lebih panjang dan jatuh di dahinya; helaian tipis rambutnya mencapai alis matanya. Jika tidak mustahil, ia terlihat berdiri tegak dengan aura egoistik yang lebih menonjol dari sebelumnya, memancarkan kesombongan yang juga lebih tegas dari biasanya.
Inilah yang dibutuhkan oleh para pembenci Draco—ia lebih enak untuk dipandang.
Yang tidak berubah adalah warna kulitnya. Kulitku terlihat lebih gelap setelah musim panas, terdapat freckles di wajah dan rambutku juga terlihat lebih terang, berbeda dengan Draco yang terlihat seakan tidak bertatapan dengan matahari sekalipun. Kulit pucatnya hampir terlihat suci, namun kedua matanya menyimpan ekspresi yang keras. Mungkin peringatan dari iblis jahat di dalamnya?
Kurasa tidak. Kurasa lebih banyak hal tentang Draco yang tidak ia tunjukkan ke orang lain. Menjadi seorang Draco, ada ekspektasi dan standar; semesta melarang siapapun untuk melihat sisi sensitif, emosional atau kebaikannya.
Setelah semua yang kupikirkan itu, aku tidak begitu peduli dengan Draco Malfoy. Aku bersumpah.
Teriakan kesal dan dorongan pada punggungku menyadarkanku bahwa aku berhenti di tengah-tengah koridor. Aku melangkah maju, berusaha bergerak, namun koperku sendiri berkhianat dan menghalangiku, dan belum sempat berpegangan, aku tersandungnya, dan—
Dan aku berlutut, memandangi kaki Draco.
Aku menelan ludah dan menggigit lidahku, mempersiapkan diri untuk rasa malu yang segera menghampiri. Fantastis. Darah mengalir cepat ke wajahku seraya aku berdiri dengan kaku dan mengambil tasku.
Ketika aku melihat wajah Draco, senyum tipis tergambar, "Young, aku tau kau sangat mencintaiku, tapi kau tidak perlu menyembahku begitu." Suara teman-teman Draco terdengar dan aku melirik mereka.
"Malfoy, aku tau kau adalah si bodoh yang narsis, tapi kau tidak perlu terlalu terang-terangan tentang itu." Aku tersenyum manis dan mendorong mereka untuk berjalan maju.
Draco mengulurkan tangannya dan aku dengan cepat menabraknya. Orang-orang di belakang memaksa masuk melewati kami, menahan tubuhku untuk menempel pada Draco, namun ia tidak menghindar, "Apa kau tidak melupakan sesuatu?"
Aku mengerang karena kebodohanku saat aku mengingat bahwa aku meninggalkan koperku. Kuharap wajahku tidak semerah yang kubayangkan, "Betapa rendah hatinya kau mengingatkanku."
Menarik koper beratku ke depan terasa lebih sulit ketika Draco mengawasiku dengan seksama. Ia mengikutiku di sepanjang koridor, tersenyum mengejek ketika aku tersandung beberapa kali, "Sayang sekali kau terlalu gengsi untuk meminta bantuan." Katanya. Ia bertumpu pada jendela kompartemen kereta, berjalan mengikuti langkahku, dan bertumpu lagi.
"Sayang sekali tidak ada orang yang bisa membantuku."
"Kau tidak akan pernah tau jika kau tidak meminta."
"Diamlah."
Ekspresi wajah Draco menjadi serius, "Young, kau tidak ingin mendapat hukuman di hari pertama 'kan?
Aku berkedip melihatnya, "Apa?"
Draco tersenyum, dan jika aku tidak membencinya, mungkin aku akan melihat ketampanannya. "Oh, kau belum dengar ya," ia berkata dengan senang. "Jadi, aku ini adalah prefek, Young. Aku bisa memberimu hukuman kapanpun yang kumau."
"Kau-" aku melangkah menjauh, "Tidak. Kau bukan prefek."
"Itu benar," ia membalas, "Bahkan, aku sedang dalam perjalanan ke pertemuan pertama kami."
"Baguslah." Aku terus berjalan, dan lagi-lagi ia membuntuti, "Aku tidak sabar melihatmu bertindak seenaknya dengan kekuasaan yang kau pegang itu. Siapa yang memilihmu? Siapa yang berhak memilih prefek?"
"Karena aku ini prefek dan kau bukan," Draco membalas; "Jika aku menjadi dirimu, aku tidak akan terlalu memikirkannya. Kau tidak mau egomu terluka 'kan?"
Aku memutar bola mataku, "kalau kau tidak keberatan," balasku, "aku akan pergi menemui teman-temanku—yang sebenarnya lebih berhak untuk menjadi prefek."
"Ohhh," katanya mengejek. Aku mempercepat langkahku, namun ia jauh lebih cepat dan tetap berada di belakangku. "Aku benar-benar lupa," suaranya berbisik di sebelah telingaku, terlalu dekat hingga aku merasakan nafasnya yang hangat. "Alasan kau tidak terpilih adalah karena Granger lebih baik darimu. Kau pasti sangat kesal."
"Ada banyak hal yang lebih penting di dunia ini dibandingkan jadi prefek." Bentakku.
Ia memajukan bibir bawahnya untuk mengejekku, "ya, tentu saja."
Aku meraba sisi-sisi tubuhku untuk mencari tongkat sihir dengan tujuan membuatnya diam, namun lagi-lagi, aku meninggalkannya di koperku. Ia tertawa.
"Isobel!"
Aku melihat sekitar, terlihat Ron dan Hermione berjalan ke arahku. Ekspresi semangat dan bingung tergambar pada kedua wajah mereka; mereka senang melihatku—namun mengapa aku berbincang dengan Malfoy?
Sangat jelas Draco juga tidak senang melihat mereka, ia berhenti dengan muram, "Semoga kita berjumpa lagi, Young." Katanya dengan nada yang penuh dengan sarkasme. Dengan itu, ia pergi.
"Isobel!"
Aku berputar untuk melihat seorang perempuan dengan rambut tebal sudah membuka tangannya dengan lebar untuk memelukku. Aku tersenyum dan memeluknya kembali, kemudian mundur untuk melihat tampilannya. "Apa kabar, Hermione?"
"Baik, kau bagaimana? Bagaimana musim panasmu?" ia bertanya dengan semangat seraya aku merangkul Ron.
"Kenapa dia mengganggumu?" kata Ron, menoleh ke arah di mana Draco berdiri beberapa saat lalu.
Aku memutar bola mataku, "jangan dipikirkan. Malfoy bertingkah selayaknya Malfoy."
Hermione cemberut, melihat kereta di belakangnya, "oh Isobel, kita harus banyak bercerita, tapi kami harus pergi ke—"
"Rapat prefek," aku memotong dan ia memberiku tatapan seakan meminta maaf. "Kau harus tau siapa lagi yang menjadi prefek."
Hermione mengerang, "Malfoy? Aku tidak akan kaget, sih. Siapa lagi?"
"Siapapun asal jangan dia," balasku. "Tapi yasudah, siapa peduli? Kalian tau di mana Harry dan Ginny?"
Hermione menunjuk ke arah mereka datang, "mungkin di sana. Sampai ketemu."
Ketika aku bertemu dengan Harry, Ginny dan Neville, aku sadar bahwa aku merindukan teman-temanku lebih dari yang kukira. Kami berbincang dan tertawa, dan dalam hitungan menit, aku melupakan Draco Malfoy.
Jika ada satu tempat di dunia yang menyaingi cintaku pada Hogwarts, itu adalah kereta Hogwarts Express. Tidak ada hari yang lebih menyenangkan untuk murid-murid Hogwarts dibandingkan setiap hari pertama di bulan September dan terjebak di dalam kereta ini selama dua jam, kebahagiaan ini seakan melonjak antar gerbong, hingga kereta ini siap untuk meledak karena kegembiraannya sendiri.
Kembali ke rumah kedua kami terasa sangat mendebarkan. Aku melihat keluar jendela, menahan senyumku. Bukit dan lembah tersusun untuk satu sama lain ketika kami melewatinya, konsistensi yang tanpa kusadari sangat kontras terhadap kereta sihir ini. Mereka adalah bukti dari segala kehidupan manusia, tidak ada ujungnya, naungan hijau yang meregang luas. Kami tidak bisa berputar balik—kami sedang dalam perjalanan menuju Hogwarts.
----------------
NOTE:
PREFEK = Prefek adalah jabatan bagi sejumlah murid-murid senior di sekolah menengah (usia 12-18 tahun), tahun ke-5 sampai tahun ke-7 (tergantung berapa tahun masa pendidikan seluruhnya), yang diberi tugas mengawasi murid dan membantu guru dalam menegakkan disiplin. Biasanya dipilih dari murid yang berprestasi atau bertingkah laku terbaik, namun di beberapa sekolah, semua murid tingkat akhir berbagi menjalankan tugas-tugas prefek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Draco,
Fanfictioncc: @malfoyuh Link: https://www.wattpad.com/story/65144436-dear-draco Hai, semuanya! Ini adalah hasil terjemahan bahasa Indonesia dari fanfiction "Dear Draco," yang ditulis oleh Ana / @malfoyuh. INI BUKAN KARYAKU, AKU CUMA PENERJEMAH. Aku tertarik...