TIGA PULUH EMPAT

2K 298 14
                                    

Guys, berhubung kita semakin deket sama ending, jangan sampai ada yang di skip2 yaa bacanya. Walaupun panjang paragrafnya, baca yaa, i beg! Hihi, have a great day all! :)

-----

Beberapa jam kemudian aku terbangun karena ketukan kencang di pintu Draco.

"Draco, tidak sarapan? Ibu panggil daritadi—kenapa pintumu terkunci?"

Draco bergerak di sebelahku. "Iya, aku kesana, ibu," ia berkata, dengan lemah, membuatku terkejut ketika ibunya pergi. Ia memandangku, senyuman kecil tergambar di wajah pucatnya. "Selamat pagi."

"Kau harus ganti baju," aku berkata dengan khawatir. "Ketika mereka melihatmu dengan baju yang sama—"

"Kau khawatir tentang keselamatanku—" ia memotong, senyumnya bertambah lebar, "atau kau hanya ingin melihatku ganti baju?"

Aku tersenyum malu. "Aku merindukan ini."

Matanya berbinar dan ia mencium keningku. "Aku juga. Aku pikir, mungkin kita bisa pergi ke suatu tempat hari ini. Karena tidak ada yang boleh tau kau ada di sini. Mungkin ke pantai?" ia terlihat semangat dan penuh harapan. "Aku tau tempat yang terpencil, kita tidak akan terlihat—"

"Aku tidak bisa," senyumnya luntur. "Maaf, tapi aku kesini untuk membebaskan Luna, bukan liburan romantis di pantai."

"Oke," jawabnya singkat, terbangun dari tempat tidur. "Kau sudah merencanakan mau mulai dari mana?"

"Aku tidak bisa mulai tanpa bantuanmu," aku menjawab, terduduk di tempat tidurnya. "Kau tau kan. Kapan kita bisa menemuinya?"

Ia mengangkat bahu, membelakangiku dan melepas bajunya. Otot-otot di punggungnya terlihat menonjol. Kulit-kulit yang sebelumnya terlihat lebih gelap sudah hilang sejak terakhir kali aku melihat tubuhnya tanpa adanya sehelai benang seperti ini; kulitnya terlihat jauh lebih pucat. Aku ingin selalu ada di sana, untuk melihat kulitnya berubah menjadi lebih gelap lagi, sebelum menghilang lagi, seiring berjalannya musim panas dan musim dingin di tahun-tahun yang akan datang.

Aku meletakkan tanganku di punggungnya. "Maaf," aku berkata. "Jalan-jalan di pantai terdengar sangat menyenangkan. Tapi semakin lama aku menyelamatkan Luna, akan lebih berbahaya."

Ia memandangku untuk waktu yang lama, lalu mengerang. "Oke. Ia ada di ruang bawah tanah, seperti yang kubilang semalam. Itu di mana mereka menahan orang-orang sebelumnya dan aku juga dengar mereka membicarakan itu. Aku belum kesana lagi untuk waktu yang lama. Luna masih remaja, tapi aku tidak kaget kalau mereka menaruhnya di sana juga." Ia memakai kemeja barunya dan aku dengan sergap segera mengancingkan. "Kita tidak bisa kesana sekarang," ia melanjutkan, suaranya jauh lebih lembut. "Tapi kita akan cari waktu di pagi hari. Ada rapat jam empat dan aku tidak diminta untuk ikut. Semua akan pergi, kecuali kita, kita pergi saat itu. Aku akan membawakanmu sarapan."

Beberapa menit setelah Draco pergi, pintunya terbuka perlahan. Aku hampir lompat dari tempat tidur dan bersembunyi di bawahnya ketika aku melihat rambut pirang berantakannya, dan rasa lega menghampiriku.

Draco menutup pintu, tersenyum ketika melihatku meringkuk. Tapi aku terlalu sibuk melihat banyaknya makanan di tangannya. Aku menganga ketika ia meletakkan semua itu di tempat tidurnya—belasan croissant, crumpets dan segala macam buah ada di tempat tidurnya. "Menurutmu aku makan sebanyak apa?"

"Aku ingin bersiap-siap," kata Draco santai, mengambil sebuah apel yang terjatuh. Tapi tidak masalah. Ibuku melihatku membawa ini semua. Dia tau kau di sini, dan mereka ingin bertemu denganmu."

Teruntuk Draco,Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang