Kami berciuman.
Hari sangat cerah dan kami berbaring di rumput hijau; tubuh kami berpelukan di bawah matahari di hari akhir bulan Januari. Sinar matahari menembus rambutnya, memberi gambaran yang jelas dari tatapannya. Pipiku merona, namun tetap menatapnya tanpa malu—fitur wajahnya tidak pernah gagal untuk membuatku terpesona. Ia mengambil sehelai rambutku dan membawanya ke belakang telingaku. "Kau sangat cantik."
Mata abu-abunya terlihat sangat indah, lebih indah dari kali sebelumnya aku menatapnya, seperti lubang yang sangat dalam berwarna abu-abu, bayangan metalik nyaris terlihat tidak nyata—
Aku terbangun, merasa kepanasan dan berkeringat, yang kutatap bukanlah mata Draco Malfoy namun hanya kain berwarna merah tua yang menggantung di atas tempat tidurku.
Apa sih...
Barusan aku mimpi tentang Draco Malfoy? Dan bukan hanya mimpi—kami berciuman dan... tidak. Tidak. Aku menggelengkan kepalaku dan berdiri dari tempat tidurku, memberinya tatapan kejam karena itulah hal pertama yang kulihat setelah aku bangun. Tidak, aku menolak untuk mengingatnya. Mimpi tidak ada artinya, tidak mungkin... Lagi-lagi, kata orang, mimpi adalah bentuk alam bawah sadar kita berbicara dan—
"Kau baik-baik saja, Isobel?" tanya sebuah suara di belakangku, mengejutkanku. Hermione berdiri di pojok tempat tidurnya, menatapku aneh, seakan dia tau apa yang sedang terjadi.
"Mimpi buruk," gumamku, membereskan selimutku untuk menghindari tatapan tajamnya. Aku menatapnya merasa bersalah, hampir mengakui apa yang terjadi, namun ia hanya memberiku senyuman dan pergi untuk ganti baju.
Aneh jika aku memimpikan Draco, ia telah menghindariku untuk beberapa saat. Ia tidak menyapaku atau bahkan menganggapku ada selama seminggu ini, di samping kontak mata yang janggal. Ia terlihat murung, dan itu hal yang aneh, namun aku lebih suka seperti ini—ada semacam—sesuatu—yang berkembang di antara kami, dan itu harus dihentikan.
-
Sejalannya aku ke kelas pertamaku, aku mengernyitkan alis dan mencoba untuk melupakan tentang itu, namun memang sulit. Aku harus sangat menahan diri untuk tidak memukul diriku sendiri—Draco Malfoy? Kenapa aku tidak memilih orang lain untuk kuimpikan, seperti Harry atau Ron?
Saat itu juga, mereka berdua hadir di sebelahku. Secara langsung, aku merasa sangat lega. Jika ada orang yang bisa menghiburku, itu adalah mereka. Aku menunjukkan senyumku yang terlihat lelah. "Hai."
Harry tersenyum jahil. "Hai, Isobel. Senang bertemu Ron?"
Aku menatapnya bingung. "Um... Ya, tentu. Hai, Ron." Namun pandangan Ron mendarat di lantai bebatuan, sangat berusaha untuk menghindariku.
"Ayo, Ron," Harry menggodanya. "Kau kan pacarnya."
"Oh!" aku merasa malu, segera mengerti apa yang mereka bicarakan. "Ron, aku—maaf soal itu. Malfoy bilang sesuatu?"
Ron menatapku, akhirnya, wajahnya terlihat merah merona. "Iya, dia bilang sesuatu kemarin."
Aku tersenyum malu. "Maaf ya, Ron, itu keluar begitu saja."
"Jika kau ingin Ron menjadi pacarmu," lanjut Harry, merangkulku selagi kami berjalan. "Ada banyak cara untuk itu, Isobel. Dengan senang hati aku—"
Aku menghentikannya dengan melepaskan rangkulannya. "Tidak, tidak," kataku dengan tawa kecil. "Malfoy menggangguku dan aku mengatakan itu hanya untuk... Um—" aku terhenti. Tidak yakin harus berkata apa.
Harry menatapku dengan serius. "Isobel, jika ia mengganggumu, kau beri tau kami—"
"Aku tau!" kataku dengan cepat. "Jangan khawatir, aku bisa mengatasinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Draco,
Fanfictioncc: @malfoyuh Link: https://www.wattpad.com/story/65144436-dear-draco Hai, semuanya! Ini adalah hasil terjemahan bahasa Indonesia dari fanfiction "Dear Draco," yang ditulis oleh Ana / @malfoyuh. INI BUKAN KARYAKU, AKU CUMA PENERJEMAH. Aku tertarik...