Aku harap kau bahagia, di mana pun kau berada.
-
"Sedang apa kau di sini?"
Suara Draco mengejutkanku. Ia bersandar pada dinding di depan aula besar. Kalimat itu adalah kali pertamanya ia berbicara padaku setelah beberapa bulan lamanya.
"Aku bisa bertanya hal yang sama," jawabku, setelah ragu beberapa saat. Draco mengangkat bahu dan melihat ke arah lain, memandang dinding di seberang ruang kepala sekolah. Aku menatapnya penasaran, jantungku masih berdetak kencang di dalam dada. Aku harus pergi sebelum Snape tiba. "Jalan-jalan," jawabku. "Menenangkan pikiran."
"Oh," jawabnya singkat. Ia bersandar lagi ke dinding koridor, tapi ia terlihat kaku. "Sama."
Angin yang dingin bertiup dari jendela terdekat. Aku bisa melihat rambut pada tangan Draco yang ikut naik dan untuk sesaat aku ingin memberinya jaket, atau memeluknya agar tubuhnya bisa mendapat kehangatan. Hingga aku teringat bahwa aku sudah tidak ada di posisi itu lagi.
"Kau melewati makan malam." Aku berkata, walaupun seluruh tubuhku ingin lari kembali ke asrama.
Draco menghela nafas dalam, pandangannya masih di satu titik pada dinding di hadapannya. "Kau juga."
"Aku sudah makan."
Ia tidak menjawab dan aku tetap diam di tempat. Aku menyadari, tiba-tiba, tangannya mengepal. Ia juga mendapat jubah baru.
"Inikah yang kau lakukan tahun lalu? Mengendap-endap?"
Ia melihat ke arahku dengan cepat. "Kau mau apa?"
Aku mengangkat bahu. Karena Draco menghadap ke arahku, aku bisa melihat, ia sudah tumbuh sejak terakhir kami bicara. "Penasaran," aku berkata dengan santai, berpura-pura untuk tidak menyadari bahwa ujung kepalaku hampir menyentuh dagunya. "Apa ada ruang kebutuhan lainnya yang tersembunyi di dekat sini? Ronde kedua dari vanishing cabinet?"
Draco menatapku tajam, ia menggertakan giginya. Untuk pertama kali, aku melihat ke arah lain, merasa sedikit gelisah. Ia melihat ke arah jam tangan emas baru di pergelangan tangannya sebelum berbicara lagi. "Snape mengirimku kesini karena ada penyusup," ia berkata tanpa melihatku. "Jika kau terlibat, lebih baik kau pergi dari sini sebelum ia kembali."
"Aku bisa mengurus diriku sendiri." Aku langsung menjawab, tanpa menyangkal bahwa aku terlibat.
"Aku tau. Tapi kau akan kena masalah besar jika dia menemukanmu di sini."
"Maaf," balasku. "Aku lupa kalian para prefek sangat akrab dengan semua guru. Kau juga mau mengambil poin asramaku sebelum aku pergi?"
"Tidak." Jawab Draco, suaranya tegang.
"Apa menjadi prefek juga membuatmu dan Snape bersahabat?" aku bertanya dengan nada sarkastik, melipat tangan di depan dada dan memandang ke langit, seakan sedang merenung. Aku melangkah mendekatinya, dan berkata dengan perlahan, "atau karena menyangkut menjadi Death Eater—"
Dengan itu, Draco bergerak cepat ke hadapanku, wajah kami semakin dekat, sangat dekat, kami hampir bersentuhan. "Pergi dari sini sekarang," katanya marah, "atau aku akan beri tau Snape kenapa kau ada di sini."
Aku mendengus dan mendorongnya dariku. "Yasudahlah," aku menjawab, memandang lantai dan berkedip berkali-kali untuk menahan air mataku. "Kau tidak perlu sejahat itu."
-
Aku tidak mau memberitahu Ginny, Neville dan Luna tentang pertemuanku dan Draco, namun ternyata, menutupinya juga tidak sulit. Mereka bertiga diminta untuk kembali ke kamar, dan keesokan harinya pada saat sarapan, mereka menghabiskan waktu untuk memikirkan berbagai macam hukuman menakutkan yang mungkin akan mereka terima pada waktu istirahat.
"Snape membawa kami ke McGonagall," kata Neville, ketika kami berjalan ke arah kelas studi muggle. "Dia tidak mengatakan apapun ke kami, semarah itulah dia. Lalu ia menceritakan tentang keberanian kami kepada McGonagall."
Aku menyeringai, ada titik terang di situasi ini. "Apa reaksinya?"
"Um..." ia berhenti untuk berpikir. "Campuran dari bosan dan terkesan bahwa kami bisa masuk sampai ke ruangannya."
"Yah, memang mengesankan," jawabku, terduduk di kursi di belakang—sejauh mungkin dari Alecto Carrow—dan bersandar pada dinding di belakangku. Di sudut mataku, aku melihat Draco duduk di seberangku. "Aku senang Snape tidak membawa kalian ke Carrow."
"Kami akan baik-baik saja," kata Neville. "Kami tidak takut pada Carrow."
"Mungkin tidak," aku menjawab. "Tapi kemungkinan kau akan berada di ruang kesehatan saat ini jika kalian berhadapan dengannya semalam."
Neville mengangkat bahu. "Yah, Snape mungkin berpikir ia sudah memberi kami hukuman yang buruk dengan menyuruh kami ke hutan bersama Hagrid. Ia tidak sadar itu adalah hukuman terbaik." Ruang kelas menjadi sunyi ketika Alecto mendobrak pintu dan berjalan ke mejanya. Neville menatapnya tajam. "Dia juga tidak lebih pintar."
Tidak mungkin Alecto bisa mendengar kami dari mejanya, tapi seperti diperintah, kepalanya terangkat, memandang kami. "Kudengar kau terkena masalah kemarin, Longbottom," ia memulai. Neville tidak menjawab, hanya menatapnya tajam, tidak menghentikan kontak mata selagi ia mendekati kami. Aku jatuh cinta pada keberaniannya. "Kudengar kau berusaha mengambil kembali pedang kecil berhargamu itu," Alecto berkata dengan sinis. "Seperti bisa saja kau ini!"
"Hampir bisa." Kata Neville. Aku menyenggolnya dari bawah meja.
"Tentu saja," kata Alecto, dengan nada menghibur dan mengejek, membuatku mual. Ia tertawa, dengan nafas beratnya yang aneh. "Kudengar kau bahkan tidak bisa keluar dari ruangannya."
Draco yang menangkapku di luar ruangan, pernyataan Alecto itu seakan mengkonfirmasi tentang alasanku berada di sana juga. Tapi itu tidak membuatku khawatir, dan yang kupikirkan adalah cara agar Alecto tidak membahas ini lagi.
"Menurutku itu cukup jauh." Bela Neville.
Alecto berdecak lagi. "Tentu, Longbottom. Keseluruhan, itu rencana yang bagus."
"Itu bisa berhasil!" ia berkata dengan marah, emosinya melonjak dengan jelas. Aku menatap mejaku, berharap ia bisa berhenti berbicara. "Jika Snape menghadiri makan malam seperti hari-hari sebelumnya, kami pasti mendapatkan pedang itu tanpa masalah, dan kalian orang-orang bodoh pasti kebingungan sekarang."
Alecto, yang terbiasa mendengar jawaban Neville, tertawa dengan kencang hingga ia membungkuk, memegang perutnya. "Sudah cukup melawaknya hari ini," katanya, memutar tubuhnya dan berjalan ke arah mejanya di depan. Aku merasakan Neville menggenggam tangannya. "Klasik," ia tertawa. Aku menatap tajam ke arah di mana ia berjalan. "Oh, Snape menceritakan semuanya. Aku tau skema kecilmu. Memecahkan kaca untuk mendapat pedang bodoh itu, kau ini apa, seorang muggle? Tidak menggunakan sihir! Bodoh—"
"Tidak benar!" Neville memotongnya. "Isobel memecahkan dan memperbaiki kaca itu dengan sihit, jelas Snape tidak memberitahumu cerita lengkapnya jika hanya itu yang kau dengar—"
Alecto berhenti. Warna dari wajah Neville menghilang.
"Apa kau bilang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Draco,
Fanfictioncc: @malfoyuh Link: https://www.wattpad.com/story/65144436-dear-draco Hai, semuanya! Ini adalah hasil terjemahan bahasa Indonesia dari fanfiction "Dear Draco," yang ditulis oleh Ana / @malfoyuh. INI BUKAN KARYAKU, AKU CUMA PENERJEMAH. Aku tertarik...