Apa kau ingat ketika kita berjalan bersama ke pertarungan terakhir? Aku ketakutan; satu-satunya ketenanganku adalah dengan menggenggam tanganmu. Tapi gambaran itu tidak pernah hadir di kepalaku, gambaran bahwa mungkin salah satu dari kita tidak akan berhasil lolos dengan selamat.
-
P.O.V ISOBEL
-
Mengguncang.
Ia mengguncangku, kencang. Aku mengerang dan duduk, menghalangi cahaya yang menyerang mataku. "Ada apa?"
Ketika pandanganku lebih jelas, jantungku seakan terjatuh. Aku pernah melihat Draco panik, tapi tidak seperti ini. "Kita harus pergi," ia bergumam, menarik tanganku. Suaranya menggema di kepalaku, dari pertama kali ia mengatakan hal seperti ini. Kita harus pergi. Kau harus keluar dari sini. Berapa kali lagi ia harus mengatakan itu? Berapa lama lagi hingga ini semua selesai?
"Kenapa?" aku bertanya. "Ada apa?"
"Maaf, aku harusnya membangunkanmu dari tadi—"
"Draco," aku memanggilnya. "Ada apa? Kita mau ke mana?"
"Potter," katanya. Suaranya serak. "Dark Lord tau dia ada di mana, dan dia mau semua orang membantunya mencari Potter. Dia—dia tidak akan berhenti sampai dia mendapatkan Potter, Belly."
Aku memandangya, mulai mengerti apa maksud omongannya. "Mereka akan bertarung, ya? Ini akan menjadi pertarungan?"
"Iya. Janji kau akan baik-baik saja, Belly."
Aku melepaskan tangannya untuk memakai sweater-ku. "Kau tau aku harus pergi darimu, kan, Draco? Aku tidak bisa ada di sampingmu, Draco. Kita akan berkelahi melawan satu sama lain."
Draco mengabaikan ini. "Selalu pegang tongkat sihirmu," ia menyuruhku. "Jangan sampai lupa, atau ketinggalan seperti kau biasanya, oke? Dan ketika kita sampai di Hogwarts—"
"Hogwarts?" aku terkejut. "Itu tujuan kita? Itu tujuan Death Eaters?"
"Aku—iya."
"Aku harus bilang Neville," aku berkata dengan panik, berusaha melewatinya. "Kenpa kau baru bilang ini terjadi di Hogwarts—"
"Belly, tunggu," ia berkata dengan kesal, melangkah di depanku. "Kita harus turun dulu, supaya tidak ada yang curiga. Kau jangan sampai jadi target."
"Aku tidak peduli tentang menjadi target, aku harus mengingatkan semua orang—"
"Ketika kita sampai," Draco memotongku, "kau bisa menyelinap dan ingatkan teman-temanmu. Sebentar lagi, Belly. Mereka mau pergi dan kita harus pergi bersama mereka."
Aku merasa ragu. "Oke," aku berkata. "Oke."
Ketika kami sampai di bawah, aku mengerti kenapa Draco sangat gelisah. Seluruh Death Eaters ada di Malfoy Manor dan membuatnya terlihat kacau; orang-orang berjalan dari satu ruangan ke ruangan lainnya, berteriak karena merasa sakit pada Dark Mark mereka, berteriak tentang pertarungan ini. Berkata, akhirnya!
Draco berhenti di depan pintu, tubuhnya tegang. Aku mendekat padanya. "Kita akan baik-baik saja," aku berkata di telinganya. Bahkan hanya mencium aromanya, aku merasa nyaman; lembut, familiar. Aku memikirkan ibu; sedihnya ibu ketika aku hilang selama seminggu; bagaimana hancurnya dia ketika ayahku pergi hingga aku berpikir mungkin ibuku tidak akan bisa sembuh. Ia akan sangat marah jika dia tau apa yang akan kulakukan. "Kita akan baik-baik saja."
Ketika kami maju, aku tidak merasa baik-baik saja. Semua orang di sana mengenakan pakaian hitam, dan hampir semuanya memakai topeng Death Eater mereka. Inilah musuhku. Aku berdiri di ruangan yang penuh dengan orang yang akan berkelahi denganku, dan mereka tidak mengetahui itu. Jika mereka tau...
Draco menggenggam tanganku. Aku bisa merasakannya bergetar; aku bisa melihat buliran keringat yang ada di keningnya. Ini dia.
Aku memegang wajahnya, mengarahkannya untuk melihatku, aku tersenyum. Buat harapan, Draco. Kita akan baik-baik saja.
"Ingat pondok itu," aku berkata, cukup pelan agar hanya dia yang mendengarku. "Seluruh pantai hanya untuk kita berdua, lantai kayu dan selimut halus. Tidak ada yang bisa memerintah kita lagi."
Ia memandangku, tapi ekspresi wajahnya menunjukkan segala hal yang kurasakan sekarang; takut, panik, tidak yakin... Rambut pirangnya bergelantungan di mata gelisahnya; kulit halus dari wajahnya terlihat pucat karena rasa gugup. Ia terlihat... Muda. Inilah, aku berpikir dengan liat, ketika suara dari ruangan lain terdengar dan jantungku mulai berdetak kencang. Kami terlalu muda.
"Saatnya!" aku mendengar Bellatrix berteriak, suaranya terdengar lebih jelas, menggema di seluruh rumah. "Pergi! Disapparate! Sudah waktunya!"
Suara kencang terdengar di sekitar kami ketika orang-orang berputar dan menghilang dengan bentuk spiral, Draco masih memandangku.
"Draco, pergi!"
Ibunya, mungkin tantenya. Aku tidak tau. Ia menyisir rambutku dengan jari-jarinya, dan aku sangat ingin mengatakan dengan keras, semua akan baik-baik saja.
"Aku mencintaimu," katanya. "Orang-orang ini—aku tidak peduli. Tidak ada yang penting. Tapi aku mencintaimu, dan—"
"Draco!"
Sebelum aku menjawab, sebelum aku bisa berkata aku juga mencintainya, aku lebih mencintainya; kami berputar, tangannya menggenggamku erat hingga aku merasa ia adalah bagian dari diriku, dan kami disapparate.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teruntuk Draco,
Fanfictioncc: @malfoyuh Link: https://www.wattpad.com/story/65144436-dear-draco Hai, semuanya! Ini adalah hasil terjemahan bahasa Indonesia dari fanfiction "Dear Draco," yang ditulis oleh Ana / @malfoyuh. INI BUKAN KARYAKU, AKU CUMA PENERJEMAH. Aku tertarik...