Part 15

204 25 5
                                    

Dua hari kemudian Ranu sudah tiba di asrama. Kedatangannya langsung disambut Kolonel Mashur yang kebetulan baru pulang dari Jakarta. "Ranu, kemarin Om menelepon Kyai Misbah!"

"Ada apa, Om ? Sepertinya penting ?"

"Ini tidak sekedar penting lagi. Ibumu dirawat di rumah sakit. Yang ditanyakan hanya kamu. Bapak sudah memberi tahu bila kamu telah mati, tetapi ibu justru marah dan tidak percaya. Tolong teleponlah Bapak, Ran ! Jangan biarkan aku ikut berselingkuh hanya melindungi keangkuhanmu !"

"Tapi, Om.."

"Sekarang tidak ada tapi, bila Ibu sampai meninggal, kamu akan menjadi anak yang paling berdosa!," gertak Kolonel Mashur.

Belum sempat Ranu menjawab, telepon berdering kambali. Kolonel menyambarnya. Tampak matanya memerah menahan marah pada Ranu.

"Kolonel, ada tamu rombongan Kyai Misbah !" lapor penjaga dari pintu gerbang.

"Antarkan Pak Kyai dan rombongan kemari!" perintahnya.

"Siapa, Om ?" tanya Ranu panik dan penasaran.

"Kyai Misbah. Ini semua karena ulahmu. Kyai sepuh itu terpaksa kemari gara-gara kamu. Kemarin waktu kutelepon, beliau menjawab mau menjemputmu di rumah saudara angkatmu. Tapi pagi ketika kutelepon, beliau bilang kamu sudah berangkat kemari !" tandas Kolonel Mashur suaranya masih tinggi sambil keluar menyambut tamu.

Kyai Misbah terpaksa meninggalkan rapat sekolahnya, begitu mendapat telepon dari Kolonel Mashur. Irul yang biasa membawa mobil langsung dipanggil di ajak ke desa Haji Mujid mencari Ranu. Sayangnya sampai di desa, Ranu sudah berangkat ke Magelang. Setelah musyawarah dengan Haji Mujid kedua orang tua yang sama-sama terhitung Kakek dengan Ranu, sepakat menyusul ke Magelang. Nursalim pun diajak untuk menemani Suparwi. Selama enam jam di perjalanan kedua orang sepuh itu tidak henti-hentinya membicarakan Ranu Sadewa.

"Silahkan masuk, Pak Kyai?" sambut Kolonel Mashur.

"Maaf, terpaksa kami menganggu Pak Kolonel!"

"Justru saya yang bersalah. Semestinya saya yang sowan ke sana Pak Kyai."

Setelah basa-basi selesai, mereka membicarakan inti permasalahannya. Semua sepakat mengantar Ranu ke Jakarta. Kebetulan liburan Ranu masih dua hari. Kolonel Mashur setuju siang itu dengan menggunakan mobil dinasnya mereka menuju Jakarta. Sementara mobil Kyai Misbah di parkir di asrama.

Tengah malam mobil yang mereka tumpangi memasuki halaman rumah Jendral Abdul Syukur. Mereka diterima oleh dua orang penjaga berpangkat sersan manyor.

Jendral Abdul Syukur yang belum tidur langsung menemui mereka. Ia terkejut melihat Kyai Misbah yang datang. Setelah benar-benar yakin pemuda gagah berseragam Taruna Akabri itu adalah anak lelakinya, Jendral itu langsung memeluk anaknya dan ia menangis terharu sambil minta dimaafkan.

"Maafkan Bapak. Jangan lagi kami kau siksa. Bapak bersedia mundur dari jabatan asal kau mau mengakui kami lagi!" isak orang tua yang hampir lima tahun lebih di tinggal anak kesayangannya itu.

Ranu jongkok minta ampun. "Ranu yang salah, Pak. Maafkan saya yang durhaka ini ?"

"Tidak Anakku. Bapak bangga padamu ! Cepat kau temui Ibumu. Sudah setahun lebih ia menangis merindukanmu !" pintanya sambil melepaskan pelukannya.

Kolonel Mashur diperintah untuk mengantarkan Ranu.

Jendral Abdul Syukur langsung membungkuk sungkem pada pamannya, "Maafkan saya, Paman. Saya tidak pernah sowan."

"Tidak ada yang perlu dimaafkan. Semuanya Allah yang mengatur," jawab Kyai Misbah.

Memang sudah puluhan tahun mereka tidak bertemu. Bahkan ketika Kyai Haji Imam Sakiman meninggal pun Kyai Misbah tidak diberi tahu. Seandainya Ranu tidak terdampar di pondok pesantrennya, mungkin selama hidup mereka tidak bakal bertemu.

Sabuk Kyai [SEGERA DI FILMKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang