Gencatan senjata berhenti sejenak. Para manusia berjubah putih bersih mulai turun menuju medan perang. Berlari dengan mata terus mengawasi sekitar. Mencari setiap orang yang membutuhkan mereka.
Mata hazel itu menangkap seorang tentara yang memiliki luka tembak di kakinya. Merasa terpanggil tanpa suara, gadis berkaki jenjang itu melangkah tanpa ragu bersama partner lelakinya yang lebih tua.
"Kau harus dibawa ke tenda darurat." Ujar lelaki berjas putih itu menatap luka di kaki sang tentara. Berucap menggunakan Bahasa Arab yang sudah melekat hampir satu tahun belakangan. Sedangkan Dokter perempuan di sampingnya berusaha menghentikan pendarahan yang terjadi.
"Tidak. Jika aku pergi, kami akan semakin kekurangan anggota. Kau tahu sendiri keadaannya bagaimana." Tentara itu juga memggunakan bahasa Arab. Menatap teguh dua Dokter yang ada di dekatnya.
Dua Dokter itu adalah relawan di bagian medis perang Libya. Nam Joohyuk, Dokter Onkologi asal rumah sakit terkemuka di Korea Selatan. Dan Ahn Lisa, warga asli Korea Selatan namun berasal dari rumah sakit nomor satu di Australia.
Mereka sudah bersama sejak satu tahun lalu, tentu bersama dengan rawan medis lainnya dari berbagai negara. Hidup jauh dari kemewahan seorang dokter. Setiap detik harus merasa ketakutan dengan suara tembakan dan bom.
"Aku akan mengeluarkan pelurunya. Jika kau takut, pergilah ke tenda darurat terlebih dahulu." Lisa berkata dengan nada datar. Mulai membuka kotak First Aid Kit yang dia bawa.
Nam Joohyuk berhenti bersuara. Kepalanya menoleh kesana-kemari. Teman-teman mereka mulai berlarian menuju tenda darurat yang cukup jauh dan aman. Karena sebentar lagi, gencatan senjata kembali mulai dilakukan.
"Kita akan melakukannya bersama." Pemuda Nam itu bersuara dengan tegas. Mulai membantu partnernya mengeluarkan peluru yang bersarang di kaki sang tentara. Memberinya obat dan menghentikan pendarahannya. Lalu menjahit luka itu, diakhiri dengan memasang perban berwarna putih.
Boom!
Mereka semua merunduk. Keberuntungan masih berpihak pada dua Dokter itu karena bom yang dijatuhkan cukup jauh dari mereka. Tapi tetap saja, suara dan debu yang menyebar membuat jas putih kebanggaan itu kini mulai ternodai.
"Lisa-ya, ayo!" Nam Joohyuk berseru dengan bahasa Korea, menarik tangan Lisa untuk menjauh dari sana. Bersembunyi di balik dinding yang sebenarnya cukup rapuh untuk meindungi mereka.
I, I know where to lay
I know what to say
It's all the same
And I, I know how to play~"Ya! Kenapa ponselmu di aktifkan? Kita sedang berada di tengah-tengah perang!" Joohyuk berujar dengan sebal. Mereka bisa saja ketahuan dan di tembak mati saat ini juga. Karena pihak musuh mulai menguasa tempat mereka berpijak.
Lisa pun ikut kesal. Dia lupa meletakkan ponselnya di tenda darurat. Alhasil Lisa hendak mematikan panggilan itu. Tapi karena melihat siapa yang menelpon, Lisa terpaksa menerimanya.
"Aku sedang---"
"Bogoshipo!" Suara riang dari sambungan telepon itu membuat Lisa terdiam sejenak. Tapi karena suara bom terdengar lagi, Lisa kembali mendapatkan kesadarannya.
"Lisa-ya, suara apa itu? Kau sedang bermain video game?"
Gadis berponi itu memutar bola matanya jengah. Dia sempat tersentuh karena sang penelpon mengucapkan kata rindu dengan manis, tapi semua sirna karena kalimat mengesalkan sang penelepon.
"Kau seharusnya tau aku dimana. Akan ku hubungi ketika sedang senggang." Lisa yang kesal mematikan sambungan telepon itu.
.........
KAMU SEDANG MEMBACA
Lampyridae ✔
FanfictionLisa mengagumi kunang-kunang. Cahayanya begitu indah. Tapi dia lupa, jika memiliki cahaya lain di dalam hidupnya yang lebih indah. Jisoo, Rosé, dan Jennie. Mereka siap menjadi penerang untuk Lisa. Tapi nyatanya Lisa terus menolak. Ahn Jisoo, Ahn Jen...