Jarum jam yang berputar teratur memenuhi indra pendengarannya. Memecahkan sunyinya malam yang dingin. Pukul tiga dini hari, kedua mata cokelat Lisa terbuka.
Tentu gadis itu meringis saat sakit pada kepalanya cukup menyiksa. Sampai dimana dia merasa sedang ada di dalam dekapan seseorang, itu adalah Jennie.
Sembari berusaha mengumpulkan kesadarannya, Lisa berusaha mengingat apa yang terjadi. Dia yang pergi memeriksakan Jisoo ke rumah sakit, dia yang bertengkar dengan Jisoo, dan dia yang berakhir mabuk di sebuah bar.
Lisa memejamkan mata erat. Pantas saja tubuhnya terasa begitu tak nyaman. Kepalanya berdenyut, perutnya mual, dan ini pertama kalinya Lisa mengalami mabuk karena alkohol.
Melepaskan diri dari dekapan Jennie, gadis berponi itu memilih beranjak dari tidurnya. Dia memijat terlebih dahulu kepalanya yang berdenyut tak karuan. Hingga tanpa sengaja matanya menatap tumpukan kotak hadiah di meja nakas.
Lisa ingat jika dia sama sekali belum membuka hadiah dari keluarganya kecuali Jisoo. Semua sudah tak berarti lagi. Hari ulang tahunnya hancur lebur, dan Lisa enggan melihat hadiah-hadiah itu.
Dia mulai bangkit dari ranjang dan membuka pintu kaca yang membatasi antara kamar dan balkon. Angin dingin menyambutnya ketika sudah berpijak pada lantai balkon. Dia mulai duduk di salah satu kursi yang tersedia. Memandang langit yang kosong tanpa bintang.
"Sepertinya akan hujan," gumam Lisa mulai menyandarkan kepalanya dengan lesu.
Suasana hatinya masih saja buruk. Lisa sulit sekali melupakan permintaan Jisoo. Dan pasti kakaknya itu pun terus bersikeras untuk membuat Lisa menyetujui keinginannya.
"Melakukan kompresi dada saja aku tidak sanggup, apalagi dengan operasi? Aku bisa saja membunuhmu, Unnie." Andai saja, Lisa mampu mengatakan hal itu langsung kepada Jisoo mungkin semuanya akan baik-baik saja.
Tapi saat ini, dia terus saja memutar otaknya untuk mencari cara bagaimana membuat Jisoo mengerti tanpa memberitahu perihal penyakit Lisa.
Dia menghela napas lelah, entah sudah berapa kali Lisa melakukan itu setelah bertengkar dengan Jisoo. Dia tak ingat, karena sudah tak terhitung.
Lama dia tenggelam dalam kegundahan hatinya sendiri, tiba-tiba sebuah tangan menyodorkan secangkir teh jahe hangat untuk Lisa.
Jennie memberikannya senyum manis dengan wajah kantuk itu. Lisa hanya menerima teh itu tanpa mengucapkan apa pun untuk Jennie.
"Masih merasa mual?" tanya Jennie ketika Lisa mulai menyesap teh buatannya.
"Sedikit." Jawab Lisa singkat.
Jennie mengangguk pelan. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa jam lalu. Dimana Lisa tanpa sadar memuntahkan isi perutnya ke pakaian Jennie.
"Saat mabuk... Aku tidak melakukan sesuatu yang aneh kan? Atau, mengatakan hal tidak masuk akal?"
Lisa mendadak teringat dengan kebiasaan buruk seseorang jika mabuk. Mereka akan melakukan hal di luar akal, serta mengatakan isi hati mereka yang sesungguhnya. Lisa berharap, jika dia tak mengatakan hal apa pun yang membuat Jennie curiga.
"Aniya. Kau hanya muntah di bajuku, dan juga..." Kalimat Jennie menggantung, membuat perasaan Lisa mulai tak tenang.
"Kenapa berhenti?" tanya Lisa gusar.
Gadis itu takut jika ternyata bibirnya benar-benar mengatakan apa yang selalu Lisa sembunyikan. Dia masih belum siap untuk memberitahu Jennie, atau siapa pun itu mengenai penyakitnya.
"Kau terus saja menciumiku ketika kita sedang dalam perjalanan pulang. Untung saja aku tidak menabrak." Jennie terkekeh setelah mengatakan itu.
Dia tidak berbohong sama sekali. Selama menempuh perjalanan hingga 20 menit dari bar sampai ke mansion, tentu ada sesuatu yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lampyridae ✔
FanficLisa mengagumi kunang-kunang. Cahayanya begitu indah. Tapi dia lupa, jika memiliki cahaya lain di dalam hidupnya yang lebih indah. Jisoo, Rosé, dan Jennie. Mereka siap menjadi penerang untuk Lisa. Tapi nyatanya Lisa terus menolak. Ahn Jisoo, Ahn Jen...