39. Candle

14.5K 2.1K 865
                                    

Setelah berpikir cukup panjang, Lisa sudah memutuskan bagaimana hidupnya ke depan. Dia ingin tetap menjadi dokter. Tapi mengingat kondisinya akan membuat kacau ruang operasi, Lisa menolak menerima tugas membedah pasien.

Gadis itu berbicara langsung pada Ilwoo tentang keinginannya. Tentu tanpa mengungkit masalah penyakitnya. Itu masih menjadi rahasianya bersama Suzy sampai sekarang.

Ini sudah seminggu berlalu. Lisa jarang sekali pulang ke rumah dan memilih menjaga UGD. Setidaknya, dia masih berguna di unit itu.

I, I know where to lay
I know what to say
It's all the same
And I, I know how to play~

Lisa menatap layar ponselnya yang menyala. Menampilkan nama kakak keduanya. Gadis itu menghela napas terlebih dahulu, sebelum akhirnya menerima panggilan itu.

"Kau tidak akan pulang lagi malam ini?"

Pertanyaan dari seberang sana sulit sekali Lisa jawab. Dia memang enggan sekali untuk pulang. Dia tak mau bertemu keluarganya. Katakanlah dia pecundang. Nyatanya Lisa memang merasa seperti itu.

"Sungguh kau tak akan pulang lagi? Kau akan merayakan ulang tahunmu di rumah sakit, Lisa-ya?" Napas Lisa tercekat mendengar itu.

Dia bahkan lupa jika beberapa menit lagi adalah hari ulang tahunnya yang ke dua puluh lima. Lisa terlalu terbebani dengan pikirannya saat ini, hingga tampa sadar mengabaikan dirinya sendiri.

"Hm. Ini akhir pekan. Akan ada banyak pasiem yang datang ke UGD." Lisa menjawab. Semakin hari, dia merasa semakin tak ingin bertemu dengan keluarganya.

Melihat senyum mereka, Lisa akan sangat terbebani. Dia tak bisa mengecewakan keluarganya dengan kondisi Lisa yang tidak baik-baik saja.

"Bukankah kau dokter bedah? Kenapa setiap hari selalu berjaga di UGD? Apa ada yang mengancammu lagi seperti dulu? Katakan pada Unnie---"

"Aniya. Aku... Hanya merasa bosan dengan ruang operasi." Lisa dengan cepat memotong ucapan sang kakak. Dia tak mau Jennie memikirkan hal aneh.

"Jinjja? Padahal Jisoo Unnie sudah menduga kau kecanduan terhadap ruang operasi."

Lisa tersenyum kecil. Hatinya kali ini sedikit merasa tenang mendengar gurauan Jennie. Namun ketika melihat seorang pasien baru saja tiba, raut wajah Lisa berubah panik.

"Ada pasien yang baru tiba. Tidurlah, Unnie. Jangan menungguku pulang." Lisa mematikan panggilan itu secara sepihak, lalu segera berjalan menuju salah satu bangsal yang baru saja diisi oleh pasien baru.

"Apa yang terjadi?" tanya Lisa pada perkumpulan perawat dan salah satu dokter emergency medicine itu.

"Namanya Kim Aeji. Dia menderita penyakit kanker pankreas stadium akhir. Ibunya bilang dia tiba-tiba pingsan dan---"

"Dokter! Detak jantung pasien menurun!" Pekikan itu membuat dua Dokter yang ada tersentak.

Lisa teelebih dahulu menekan dada pasien itu. Sembari berusaha memastikan bahwa pasien masih memiliki kesadaran atau tidak.

"Hwanjabun, kau dengar aku? Hwanjabun." Lisa mendesis ketika tak mendapati respon apa pun dari pasien itu.

Dia mulai menaiki pinggir brankar itu dan memberikan kompresi dada untuk pasien. Tapi bukannya membaik, detak jantung pasien itu justru menurun.

"Ya! Apa kau bekerja disini hanya untuk menonton? Cepat siapkan defibrillator!" Lisa membentak Dokter dan perawat yang hanya diam.

Setelah defibrillator datang, Lisa turun dari brankar dan membiarkan Dokter emergency medicine untuk menggunakannya.

Lampyridae ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang