"Hingga pada akhirnya semua bermula pada ketidaksengajaan"
Mentari menjulang dengan gagahnya di atas langit membawa terik membakar kulit. Peluh keringat mulai bercucuran membasahi kening. Siang ini, aku memiliki janji bertemu dosenku untuk bimbingan tugas akhir. Aku yang sedang menunggu giliran masuk berulang kali mengusap peluh. Surabaya memang sedang panas-panasnya, akan tetapi yang tak lebih panas ialah bokongku yang sedari tadi terduduk tanpa kepastian. Sudah lebih dari satu jam aku menunggu, Playlist lagu yang kuputar sudah tiba di penghujung, Billy tak kunjung keluar dari ruangan dosen yang tampak sepi. Sial, menunggu memanglah pekerjaan paling membosankan.
Lalu lalang mahasiswa berseliweran melewati lorong. Satu diantaranya aku mengenali mereka. Tegur sapa kerap terjadi diantara kami. Sekedar basa-basi mereka menanyakan kabar. Adapun yang hanya melemparkan senyum terbaiknya. Menjadi mahasiswa tingkat akhir tak lebihnya seperti seorang pasien yang sedang berobat ke Rumah Sakit. Dengan setia kami dipaksa menunggu, mengantri jadwal konsultasi hanya demi validasi. Bodohnya, kami pun mau mengikuti alur penyakitan ini.
"Nara... Giliranmu." Kata Billy yang tidak kusadari kedatangannya.
"Oke." Jawabku singkat.
Aku menuju ruang dosen pembimbingku. Setiba di depannya, aku mengucapkan salam. Beliau membalas dan mempersilahkanku untuk duduk di kursi yang telah tersedia. Rasa gugup mulai menghinggapi sekujur tubuhku. Pak Nur, dosen pembimbingku, seolah menjadi urban legend dikalangan para mahasiswa. Beliau dikenal sebagai dosen killer yang tiada segan memberi nilai buruk jika ia merasa tidak senang dengan tingkah laku anak didiknya. Tentu hal itu membuatku merasa tidak nyaman berada di dekatnya.
Pak Nur berdeham, seolah memberikan tanda akan membuka pembicaraan. "Hasil revisi minggu lalu sudah kamu kerjakan?" Tanyanya.
"Sudah, Pak." Jawabku menyerahkan draft proposal penelitian yang sebelumnya kuambil dari dalam tas.
Setelah beliau menerimanya, setiap lembar halaman mulai dibacanya perlahan. Sejenak hening menyeruak di meja kami.
"Hm... Sudah bagus, nanti akan saya baca lagi. Seminggu lagi kamu boleh mengambil revisiannya dan juga sekalian bawa lembar pengesahannya ya?" Ucap Pak Nur.
"Baik, Pak. Kalau begitu saya pamit keluar."
"Nara... Tunggu. Bapak minta tolong padamu."
"Minta tolong apa, Pak?"
"Begini, habis ini praktikum kimia dasar akan dimulai. Bapak butuh asisten praktikum baru untuk membantu jalannya praktikum nanti. Kira-kira kamu bisa mengisi posisi itu? Soalnya, saya tadi menawarkan ke Billy tapi anaknya bilang tidak bisa."
Tanpa berpikir panjang, kujawab. "Boleh, Pak."
Pak Nur terlihat senang dengan jawaban yang baru saja kulontarkan. Tentu aku tak dapat menolak tawaran beliau. Selain karena beliau terkenal galak, beliau juga dosen pembimbingku. Aku tak ingin dikemudian hari terjadi apa-apa dengan tugas akhirku.
Beliau mulai beranjak dari tempat duduknya menuju meja yang tak jauh dari sisi kami. Satu map yang entah berisi apa, beliau menyerahkannya padaku. "Kamu isi beberapa formulir yang ada di dalam. Minggu depan, formulir-formulir itu kamu serahkan ke Bapak di lab. Jadwal praktikum dimulai jam delapan pagi. Usahakan kamu datang sebelum jam itu." Kata Pak Nur menjelaskan.
Kuanggukkan kepala tanda mengerti, "Siap, Pak. Kalau begitu, saya izin pergi dulu. Assalamu'aaikum"
"Waalaikumsalam" Tutup Pak Nur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kupanggil Dia... Yasmin
RomanceApa yang kita tahu tentang sebuah perkenalan? Apakah makna perkenalan hanya sampai pada transaksi pertukaran nama belaka? Ataukah, hanya sekedar bualan semesta yang sering kali kita anggap biasa? Jika kalian berpikir demikian, kalian salah. Bagiku...