***
Kematian adalah kehendak dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita tidak pernah menjamin kapan kita akan meninggalkan dunia ini. Seseorang pernah bertanya kepada ibunya seperti ini, "Mengapa Tuhan mengambil nyawa orang lain dengan sangat cepat?"
Kemudian ibunya menjawab, "Jika kamu pergi ke taman, tentu kamu memilih bunga yang paling bagus."
Hana mungkin bukan malaikat. Dia memiliki kesalahan besar. Orang-orang tentu menginginkan hukuman setimpal untuk perbuatan buruk wanita itu. Namun Romeo tidak sependapat. Dia berpikir kalau Hana merupakan wanita terbaik dalam hidupnya, berjuang sendirian tanpa merepotkan siapa pun.Romeo menatap hampa batu nisan yang bertuliskan nama "Marhana binti Ali" itu. Tulisan tersebut membuat pria itu merasa sedu. Belahan jiwanya telah pergi saat dia belum mewujudkan tugasnya dengan baik. Hana butuh seseorang di sampingnya. Lalu tidak ada satu pun yang menuntunnya menuju jalan yang lebih baik.
Sulit mempercayai sang istri telah pergi. Romeo marah pada dirinya sendiri. Betapa egois dia selama ini. Betul kata Olivia, dia tidak pernah mensyukuri apa yang dia punya sampai dia tak menyadari perlahan-lahan kehilangan semua yang dia miliki.
Dosa perselingkuhan mereka ditanggung Hana sendirian. Standar ganda selalu ada, menyudutkan pihak wanita sementara tidak bagi pria. Dunia memang tidak adil tapi begitulah adanya.
Seiring sesak dalam dada tertahan, Romeo menaburi bunga di atas tumpukan tanah yang menenggelamkan Hana. Pria itu hanya mampu menyesal atas apa yang telah terjadi pada istrinya. Sakit hati Hana seakan berpindah ke Romeo. Betapa luka wanita itu sangat dalam.
Romeo menghela napas panjang, meninggalkan makam mendiang istri dengan perasaan tak rela. Bagaimana cara membuat Hana tenang di alam sana? Dia pergi saat dosa-dosanya masih dipermasalahkan semua orang.
Romeo menahan perasaan penuh luka-nya. Dia menemui mertua dan iparnya, Meida. Pria itu sebenarnya enggan datang ke sana tapi demi Hana, dia datang ingin memberitahu kabar duka itu. Pahit pun, dia akan tetap beritahu.Romeo sudah sampai di depan rumah mertuanya ketika niatnya mengabari kabar duka istrinya hilang seketika. Meida memasang wajah sinis seperti biasa. Dia berkata dengan nada ketus, "Kalau kamu cari Hana lebih baik kamu pergi. Kami tidak peduli dengan dia lagi." Kalimat yang sama saat Romeo datang terakhir kali.
"Aku hanya mau mampir sebentar tapi sepertinya waktunya tidak tepat. Aku akan segera pergi."
Romeo belum siap dengarkan cacian. Bila dia memberitahu Meida dan ibu mertuanya, bisa jadi mereka akan menertawakan kepergian Hana. Membayangkan itu saja, hati Romeo bak teriris pisau tajam. Hana sudah melewati banyak penderitaan, dan Romeo tak mau membuat istrinya semakin terbebani di alam lain.
Romeo tidak bisa melakukan apa-apa untuk menebus kematian Hana. Pria itu tidak sanggup memberitahu siapa-siapa. Dia mengingat kembali perbuatan Wahyu terhadap mendiang istrinya. Selama beberapa detik, darah pria itu mendidih. Dia menemui Wahyu memukuli mantan suami Hana sampai babak belur, dua teman Wahyu pun ikut jadi sasaran amarah Romeo.
Atas kejadian itu, Romeo harus mendekam di dalam penjara selama dua bulan. Pria itu tidak mengajukan banding. Dia terlalu masygul untuk sekadar hidup sendirian. Perasaan kehilangan masih mendera. Dia biarkan Wahyu melaporkan tindakan penganiayaan. Romeo merasa perlu dapatkan hukuman atas perbuatannya terhadap Hana. Dia tinggal di dalam penjara, merenungi setiap penderitaan istrinya.
Dua hari sebelum lebaran tiba, Romeo bebas. Dia merayakan lebaran tanpa siapa-siapa. Dia duduk di ruang makan dengan tatapan kosong. Dia membayangkan Hana menuangkan satu gelas sirup rasa stroberi. Seharusnya hari ini menjadi hari paling membahagiakan bagi Romeo. Kenyataannya tidak. Inilah hari terburuk bagi pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suamiku adalah Menantuku
General FictionHana merupakan janda berusia 34 tahun-an, tinggal bersama putrinya bernama Olivia 17 tahun) yang menikah muda dengan Romeo (30 tahun)... Maksud hati menyatukan rumah tangga putrinya yang retak, Hana justru terbuai oleh menantunya yang tampan.